BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN
بسم الله الرحمن الرحيم
BERANDA
Rabu, Januari 14, 2015
pondok sumolangu
Pondok Somalangu Kebumen merupakan
Pondok Pesantren yang telah terhitung
cukup tua keberadaannya..
Karena Pondok Pesantren ini telah ada
semenjak tahun 1475 M. Adapun tahun dan
waktu berdirinya dapat kita ketahui
diantaranya dari Prasasti Batu Zamrud
Siberia (Emerald Fuchsite) berbobot 9 kg
yang ada didalam Masjid Pondok
Pesantren tersebut.
Sebagaimana diketahui menurut
keterangan yang dihimpun oleh para ahli
sejarah bahwa ciri khas Pondok Pesantren
yang didirikan pada awal purmulaan islam
masuk di Nusantara adalah bahwa didalam
Pondok Pesantren itu dipastikan adanya
sebuah Masjid. Dan pendirian Masjid ini
sesuai dengan kebiasaan waktu itu adalah
merupakan bagian daripada pendirian
sebuah Pesantren yang terkait dengannya.
Prasasti yang mempunyai kandungan
elemen kimia Al, Cr, H, K, O, dan Si ini
bertuliskan huruf Jawa & Arab. Huruf Jawa
menandai candra sengkalanya tahun.
Sedangkan tulisan dalam huruf Arab
adalah penjabaran dari candra sengkala
tersebut. Terlihat jelas dalam angka
tanggal yang tertera dengan huruf
Arabic :“25 Sya’ban 879 H”
Ini artinya bahwa Pondok Pesantren Al-
Kahfi Somalangu resmi berdiri semenjak
tanggal 25 Sya’ban 879 H atau bersamaan
dengan Rabu, 4 Januari 1475 M.
Pendirinya adalah Syekh As_Sayid Abdul
Kahfi Al_Hasani.
Beliau semula merupakan seorang tokoh
ulama yang berasal dari Hadharamaut,
Yaman. Lahir pada tanggal 15 Sya’ban 827
H di kampung Jamhar, Syihr. Datang ke
Jawa tahun 852 H/1448 M pada masa
pemerintahan Prabu Kertawijaya Majapahit
atau Prabu Brawijaya I (1447 – 1451).
Jadi setelah 27 tahun pendaratannya di
Jawa, Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-
Hasani barulah mendirikan Pondok
Pesantren Al_Kahfi Somalangu.
Biografi Pendiri
Nama aslinya adalah Sayid Muhammad
‘Ishom Al_Hasani.
Merupakan anak pertama dari 5
bersaudara. Ayahnya bernama Sayid
Abdur_Rasyid bin Abdul Majid Al_Hasani,
sedangkan ibunya bernama Syarifah
Zulaikha binti Mahmud bin Abdullah bin
Syekh Shahibuddin Al Huseini ‘Inath.
Ayah dari Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-
Hasani adalah keturunan ke-22 Rasulullah
saw dari Sayidina Hasan ra, melalui jalur
Syekh As_Sayid Abdul Bar putera Syekh
As_Sayid Abdul Qadir Al_Jaelani
Al_Baghdadi.
Beliau datang dari Bagdad, Irak ke
Hadharamaut atas permintaan Syekh
As_Sayid Abdullah bin Abu Bakar Sakran
(Al_Idrus Al_Akbar) untuk bersama – sama
ahlibait nabi yang lain menanggulangi para
ahli sihir di Hadharamaut.
Setelah para ahli sihir ini dapat
dihancurkan, para ahlibait nabi tersebut
kemudian bersama – sama membuat
suatu perkampungan dibekas basis
tinggalnya para ahli sihir itu.
Perkampungan ini kemudian diberi nama
“Jamhar” sesuai dengan kebiasaan ahlibait
waktu itu yang apabila menyebut
sesamanya dengan istilah Jamhar
sebagaimana sekarang apabila mereka
menyebut sesamanya dengan istilah
“Jama’ah”. Sedangkan wilayah tempat
kampung itu berada kini lebih dikenal
dengan nama daerah Syihr, Syihir, Syahar
ataupun Syahr. Yaitu diambil dari kata
“Sihir” (mengalami pergeseran bunyi
dibelakang hari),
untuk menandakan bahwa dahulu wilayah
tersebut memang sempat menjadi basis
dari para ahli sihir Hadharamaut, Yaman.
Ayah dari Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-
HAsani ini akhirnya tinggal, menetap dan
wafat di Palestina, karena beliau diangkat
menjadi Imam di Baitil Maqdis (Masjidil
Aqsha). Di Palestina beliau masyhur
dengan sebutan Syekh As_Sayid
Abdur_Rasyid Al_Jamhari Al_Hasani.
Makam beliau berada di komplek
pemakaman imam – imam masjid
Al_Quds.
Sedangkan 4 saudara Syekh As_Sayid
Abdul Kahfi Al_Hasani yang lain tinggal
serta menetap di Syihr, ‘Inath serta Ma’rib,
Hadharamaut.
Sayid Muhammad ‘Ishom Al_Hasani
semenjak usia 18 bulan telah dibimbing
dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan
keagamaan oleh guru beliau yang bernama
Sayid Ja’far Al_Huseini, Inath dengan cara
hidup didalam goa – goa di Yaman.
Oleh sang guru setelah dianggap cukup
pembelajarannya, Sayid Muhammad
‘Ishom Al_Hasani kemudian diberi laqob
(julukan) dengan Abdul Kahfi. Yang
menurut sang guru artinya adalah orang
yang pernah menyendiri beribadah kepada
Allah swt dengan berdiam diri di goa
selama bertahun – tahun lamanya.
Nama Abdul Kahfi inilah yang kemudian
masyhur dan lebih mengenalkan pada
sosok beliau daripada nama aslinya
sendiri yaitu Muhammad ‘Ishom.
Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani
ketika berusia 17 tahun sempat menjadi
panglima perang di Yaman selama 3
tahun. Setelah itu beliau tinggal di tanah
Haram, Makkah. Kemudian Pada usia 24
tahun, beliau berangkat berdakwah ke
Jawa.
Mendarat pertama kali di pantai Karang
Bolong, kecamatan Buayan, Kabupaten
Kebumen.
Setelah menaklukan dan mengislamkan
Resi Dara Pundi di desa Candi
Karanganyar, Kebumen lalu menundukkan
Resi Candra Tirto serta Resi Dhanu Tirto di
desa Candi Wulan dan desa Candimulyo
kecamatan Kebumen,
beliau akhirnya masuk ke Somalangu.
Ditempat yang waktu itu masih hutan
belantara ini, beliau hanya bermujahadah
sebentar, mohon kepada Allah swt agar
kelak tempat yang sekarang menjadi
Pondok Pesantren Al_Kahfi Somalangu
dapat dijadikan sebagai basis dakwah
islamiyahnya yang penuh barokah
dikemudian hari.
Selanjutnya beliau meneruskan
perjalanannya ke arah Surabaya, Jawa
Timur.
Di Surabaya, Syekh As_Sayid Abdul Kahfi
Al_Hasani tinggal di Ampel. Ditempat itu
beliau diterima oleh Sunan Ampel dan
sempat membantu dakwah Sunan Ampel
selama 3 tahun.
Kemudian atas permintaan Sunan Ampel,
beliau diminta untuk membuka pesantren
di Sayung, Demak. Setelah pesantren
beliau di Sayung, Demak mulai
berkembang Syekh As_Sayid Abdul Kahfi
Al-Hasani kemudian diminta oleh
muballigh – muballigh islam di Kudus agar
berkenan pindah dan mendirikan pesantren
di Kudus.
Problem ini terjadi karena para muballigh
islam yang telah lebih dahulu masuk di
Kudus sempat kerepotan dalam
mempertahankan dakwah islamiyahnya
sehingga mereka merasa amat
membutuhkan sekali kehadiran sosok
beliau ditengah – tengah mereka agar
dapat mempertahankan dakwah islamiyah
di wilayah tersebut.
Setelah Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-
Hasani tinggal di Kudus dan mendirikan
pesantren ditempat itu, Sunan Ampel
kemudian mengirim muridnya yang
bernama Sayid Ja’far As_Shadiq belajar
pada beliau di Kudus.
Tempat atsar pesantren Syekh As_Sayid
Abdul Kahfi Al-Hasani di Kudus ini
sekarang lebih dikenal orang dengan nama
“Masjid Bubrah”
Ketika berada di pesantren beliau ini, Sayid
Ja’far As_Sahdiq sempat pula diminta oleh
beliau untuk menimba ilmu pada ayah
beliau yang berada di Al-Quds, Palestina
yaitu Syekh As_Sayid Abdur Rasyid Al-
Hasani.
Oleh karena itu setelah selesai belajar di
Al-Quds, Palestina atas suka citanya
sebagai rasa syukur kepada Allah Swt
bersama Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-
Hasani, Sayid Ja’far As_Shadiq kemudian
mendirikan sebuah masjid yang ia
berinama “Al-Aqsha”. Oleh Syekh
As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani, Sayid
Ja’far As_Sahadiq kemudian ditetapkan
sebagai imam masjid tersebut dan Syekh
As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani kemudian
pindah ke Demak guna membantu
perjuangan Sultan Hasan Al-Fatah
Pangeran Jimbun Abdurrahman
Khalifatullah Sayidin Panatagama di
Kerajaan Islam Demak
Adapun nama Somalangu sendiri ada
kisah Kata Somalangu muncul dari suatu
ungkapan kalimat dalam bahasa Arab, yang
diakhiri dengan kata “Tsumma Dha’u”.
Yang berarti “Silahkan anda menempati”.
Adapun awal muasalnya kata tersebut
yaitu bermula dari titah R. Hasan Al-Fatah
Sultan Demak pada waktu memberikan
tanah perdikan kepada Syekh As_Sayid
Abdul Kahfi Al_Hasani yang sekarang
ditempati sebagai Pondok Pesantren Al-
Kahfi Somalangu.
Adapun pemberian ini merupakan suatu
bentuk hadiah dari Sultan atas jasa Syekh
As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani dalam
membantu menemukan solusi pemecahan
hukum yang timbul bagi para pengikut
Syekh Siti Jenar dari akibat dikenai
hukuman matinya sang pemimpin mereka.
Lengkap kisahnya begini ;
Syekh Siti Jenar adalah seorang tokoh
pembawa ajaran tasawuf faham hulul atau
wahdatul wujud pada masa pemerintahan
Sultan Al-Fatah, Demak. Faham hulul ini
dalam istilah Jawa dikenal sebagai faham
“Manunggaling Kawulo Gusti”. Yaitu suatu
faham tasawuf yang mengajarkan dapat
terjadinya suatu keadaan penyatuan sifat -
sifat ketuhanan pada diri seorang Salik
(pengamal).
Aliran ini (Syekh Siti Jenar) ditentang oleh
kebanyakan para tokoh ulama tasawuf
yang menganut faham ‘wahdatus syuhud’.
Yaitu faham yang menyatakan bahwa
tingkat tertinggi yang dapat dicapai oleh
seorang Salik hanyalah berupa
kemampuan mengetahui hal - hal yang
dikehendaki oleh Allah Swt. Jadi Si Salik
hanya mampu menjalankan apa yang
dikehendaki oleh Allah Swt bukan
bertindak sebagai “Tuhan”.
Karena faham mayoritas tasawuf
kesultanan Demak waktu itu adalah faham
wahdatus syuhud maka Syekh Siti Jenar
ahirnya diadili oleh Majlis Ulama
Kesultanan.
Vonis hukuman mati dijatuhkan pada
Syekh Siti Jenar karena beliau tidak mau
merubah faham atau setidak - tidaknya
menghentikan faham yang diajarkannya itu
pada ummat.
Pendek kisah, setelah Syekh Siti Jenar
dikenai hukuman mati ahirnya muncul
masalah sosial ditingkat lapis bawah
masyarakat Kesultanan Demak. Mereka
yang selama ini menjadi pengikut Syekh
Siti jenar tetap beranggapan bahwa faham
tasawuf yang mereka anut itu adalah benar
dan mereka tetap bersikap tidak mau
mengikuti faham mayoritas ummat islam.
Para ulama menjadi jengah dengan sikap
mereka itu.
Fatwa - fatwa liar pun bermunculan. Ada
yang memfatwakan bahwa para pengikut
Syekh Siti Jenar ini juga harus dihukum
mati sebagaimana pemimpin mereka jika
tidak bertaubat. Namun ada pula yang
berfatwa bahwa para pengikut Syekh Siti
Jenar itu cukup dibina saja.
Keadaan sosial keagamaan yang runyam
ini berlangsung sampai beberapa saat,
sehingga Kesultanan sampai
mengkhawatirkan terjadinya instabilitas
politik kenegaraan. Sebagai sebuah
kesultanan Islam pertama di Jawa yang
merasa bertanggung jawab pada keadaan
warga serta stabilitas politik maka Sultan
Demak R. Hasan Al-Fatah ahirnya
memprakarsai perlunya pertemuan tokoh -
tokoh ulama (Walisongo dan Ulama
lainnya) dari seluruh seantero kesultanan
Demak untuk memtuskan hukum persoalan
faham “Manunggaling Kawulo Gusti” ini.
Muktamar Ulama itu ahirnya dilaksanakan
dengan mengambil tempat di pusat
Kesultanan Islam Demak yaitu di komplek
Masjid Demak. Pada saat muktamar ini,
hadir pula tokoh Syekh As_Sayid Abdul
Kahfi Al-Hasani.
Dalam Muktamar Ulama untuk “Bahsul
Masail” soal faham “Manunggaling Kawulo
Gusti” itu muncullah perdebatan yang
cukup sengit antara mereka yang
berpendapat bahwa pengikut Syekh Siti
Jenar juga harus dikenai hukuman mati
dengan kelompok ulama yang berargumen
jika pengikut Syekh Sidi Jenar itu cukup
dibina saja dan tidak perlu untuk sampai
dihukum mati. Alasan serta dalil yang
mereka ajukan sama - sama kuat.
Kelompok pertama berargumen para
pengikut Syekh Siti Jenar itu harus
dihukum mati pula sebagaimana
pemimpinnya karena sang pemimpin
dihukum mati juga sebab mengikuti dan
mengajarkan faham “Manunggaling Kawulo
Gusti” itu pada orang lain.
Oleh karenanya siapa saja yang mengikuti
dan mengajarkan ajaran tersebut pada
orang lain juga harus dikenai hukuman
mati.
Sementara itu kelompok yang kedua
mengajukan dasar jika pengikut Syekh Siti
Jenar cukup dibina saja dan tidak perlu
dihukum mati karena tingkat berfikir
mereka yang belum sampai serta terbatas.
Sehingga mereka dalam mengikuti faham
“Manunggaling Kawulo Gusti” itu tidak
sama derajatnya dengan sang pemimpin.
Oleh karenanya hukumannya-pun juga
berbeda dengan yang memimpin.
Beda pendapat ini hampir - hampir saja
menimbulkan persoalan baru dikalangan
para tokoh ulama. Karenanya Sultan R.
Hasan Al-Fatah segera meminta pendapat
Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani
tentang cara mengatasi persoalan pelik ini
menurut beliau.
Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani
yang semula hanya mendengarkan saja
argumen masing - masing tokoh ulama
dua kelompok tersebut ahirnya angkat
bicara.
“Begini Sultan”
“Menurut pendapat saya, jika para tokoh
ulama ini setuju mari kita kembalikan saja
persoalan ini pada asal akar adanya
persoalan”
Para hadirin diam dan seksama
mendengarkan uraian beliau.
“Akar masalah faham hulul ini adalah
masalah hakekat. Bukan masalah Syariat.”
“Sehingga menurut pendapat saya jika
langsung diputusi dengan cara syariat
tetapi mengabaikan unsur hakekatnya
maka hasilnya akan selalu menimbulkan
perselisihan”
“Yang terbaik menurut saya adalah
mengembalikan hakekat masalah ini
kepada Allah Swt dengan cara Syariat.
Biarlah Allah Swt yang memutuskan
langsung hukum seperti apa yang terbaik
bagi para pengikut Syekh Siti Jenar.”
Sultan-pun bertanya, “Maksud Syaikh
bagaimana?”
“Jika Sultan setuju dan hadirin juga
sepakat, saya usul marilah kita semua
menulis pendapat kita masing - masing
tentang hukuman apa yang perlu
dijatuhkan pada para pengikut Syekh Siti
Jenar pada sebuah deluwang dengan
disertai dalil - dalilnya sesuai dengan
keyakinan serta pengetahuan masing -
masing”
“Agar hati kita terjaga keikhlasannya
dalam memutuskan masalah ini dengan
tanpa ada rasa kebencian pada suatu
golongan maka alangkah baiknya agar
tulisan pada deluwang itu tidak diketahui
isinya selain dirinya sendiri dan Allah
Swt.”
“Sesudah itu, tulisan - tulisan tersebut
digulung dan dimasukkan dalam sebuah
kendi”
“Baru sesudah semuanya selesai, silahkan
salah satu diantara kita yang hadir disini
berkenan untuk memimpin doa. Adapun isi
doanya adalah jika Allah Swt lebih ridha
apabila para pengikut Syekh Siti Jenar
dihukum mati maka mohon Allah Swt
berkenan menghapuskan tulisan - tulisan
yang berisikan bahwa pengikut Syekh Siti
Jenar cukup dibina saja. Demikian pula
jika Allah Swt lebih ridha apabila para
pengikut Syekh Sidi Jenar cukup dibina
saja, maka mohon Allah Swt kiranya
berkenan untuk menghapus seluruh tulisan
yang berisikan bahwa para pengikut Syekh
Sidi Jenar itu harus dihukum mati.”
Sultan R. Hasan Al-Fatah pun mengangguk
- anggukkan kepalanya tanda memahami.
Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani
kemudian melanjutkan lagi,
“Ketika salah satu diantara kita yang hadir
disini memimpin doa, saya mohon
semuanya untuk ikhlash mengamini.”
“Sesudah hal itu selesai, maka marilah
tulisan - tulisan tersebut kita buka dan
baca bersama - sama. Manakah yang
terhapus dan manakah yang masih ada”
Ketika pendapat ini selesai diajukan,
semua tokoh ulama sepakat untuk
menerimanya. Sultan-pun ahirnya setuju.
Karena cara pemecahan ini dianggap
sebagai sebuah cara pemecahan terbaik.
Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani
ahirnya yang ditunjuk untuk berdoa.
Mungkin salah satu pertimbangannya
adalah karena beliau tidak terlibat konflik
pro - kontra pendapat pada sebelumnya.
Setelah doa dipanjatkan dan isi masing -
masing deluwang yang ada dalam kendi itu
dibuka, ternyata tulisan yang masih ada
adalah tulisan - tulisan pendapat ulama
yang menyatakan bahwa para pengikut
Syekh Siti Jenar itu cukup dibina saja.
Sementara tulisan - tulisan pendapat yang
menyatakan bahwa para pengikut Syekh
Sidi Jenar itu wajib dihukum mati hapus
tak berbekas.
Karena semua ulama yang hadir ditempat
tersebut memang ikhlas ahirnya menerima
hasil tersebut dan bersujud syukur
bersama dari kesalahan mengambil
ketetapan hukum
Sultan R. Hasan Al-Fatah pun senang.
Sebagai imbalan atas jasa dari Syekh
As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani tersebut
kemudian beliau memberikan titah atau
Sabdo Pandito Ratunya dengan
menghadiahkan tanah keberadaan Syekh
As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani sebagai
sebuah tanah perdikan.
Adapun cara Sultan R. Hasan Al-Fatah
memberikan Sabdo Pandita Ratunya waktu
itu dengan menggunakan bahasa Arab yang
diakhiri dengan kalimat “Tsumma
Dha’u” ( ﺛُــﻢَّ ﺿَـﻌُّــﻮْﺍ ). Huruf “Wawu” pada
kalimat tersebut menunjukkan wawu jama’
lit ta’dzim. Sehingga artinya “Silahkan
anda menempati”. Adapun naskah
lengkapnya ada dalam kepustakaan
Pengsuh Pesantren Al-Kahfi Somalangu.
Untuk mengenang peristiwa ini, ketika
sepulangnya Syekh As_Sayid Abdul Kahfi
Al-Hasani ketempat tinggalnya beliau
ceritakan kejadian tersebut pada para
siswa - siswa beliau.
Oleh karenanya akhirnya mereka
mengingat - ingat peristiwa itu dengan
ungkapan “Tsumma Dha’u”nya. Lama
kelamaan berita ini tersiar ramai
keberbagai tempat.
Ketika itu warga dan santri yang mayoritas
masyarakat Jawa tulen dan belum fasih
mengucap huruf tsa ( ﺙ ) dan dhod ( ﺽ )
ahirnya dalam menirukan ucapan terjadi
salah ejaan. Kalimat tsu menjadi “So” dan
dho menjadi “la”.
Salah ejaan dalam lidah masyarakat Jawa
tempo dulu terhadap pelafadzan Arabic
memang merupakan hal yang belum dapat
dihindari. Kata yang seharusnya diucapkan
“tsu” menjadi “So” dan “Dha” menjadi “la”
adalah hal yg wajar dan umum terjadi.
Contoh kata “Wudhu” menjadi Wulu. Dan
kata “Tsurya” menjadi Surya. Dari sinilah
maka akhirnya kata “Tsumma Dha’u”
menjadi sebuah kata yang memunculkan
nama Somalangu.
Daerah Somalangu sebelum ini dikenal
masyarakat dengan nama daerah “Alang -
Alang Wangi”. Adapun sebab musabab
disebut dengan Alang - Alang Wangi adalah
karena daun alang - alang yang digunakan
sebagai atap Masjid Pondok Pesantren Al-
Kahfi Somalangu menurut kisahnya
memgeluarkan bau harum yang mewangi.
Dan kemudian hari pesantren ini di kenal
sebagai pesantren al kahfi somalangu.
umur beliau kurang lebih mencapai 182
tahun dalam mengasuh pondok pesantren
al kahfi somalangu. Dan mengalami 4
zaman (akhir Mojopahit. Demak. Pajang
dan awal Mataram)
Beliau wafat pada malam jum'at 15
sya'ban 1018 hijriyah/12 november 1609
masehi. Dan di makamkan di bukit lemah
lanang dan beliau lah orang pertama yang
di makam kan di sana .
konon sebelum beliau datang di somalangu
ada peradaban hindu terdapat candi lingga
dan yoni dari abad ke-8M ,konon dulu
banyak candi di somalangu yang sudah
rusak dan sekrang tinggal 2,dan konon
oleh warga somalangu candi ini hendak di
guang di laut bersama sama tetapi apa
yang terjadi candi ini muncul kembali di
situ,dan sekrang jadi cagar budaya.
Pondok Pesntren al kahfi pernah di
kunjungi oleh Hang Tuah seorang ulama
keturunan cina melayu yang datang di
Somalangu ketika dari Mojopahit.
Konon cerita menurut para sesepuh di desa
di somalangu sewaktu penjajahan
belanda,masjid al kahfi somalangu tidak
terlihat oleh pasukan belanda dan mereka
mengira tidak ada apa-apa.
banyak tokoh terkenal yang pada masanya
yang mondok di al kahfi somalangu seperti
putra2 Demak. Djoko Tingkir. Panembahan
Senopati. Pangeran Singosari. Pangeran
Purboyo. Pangeran Juminah. Sultan Agung
Adipati Arungbinang, Pngeran Diponegoro
pernah mondok di Alkahfi somalangu,juga
mbah kh Dalhar watu congol.
masjid al kahfi masih seperti dulu
bangunanya hanya tembok dan halaman
yang di renovasi,mustaka dan tiang masjid
masih asli seperti dulu.konon atap masjid
dulu menggunakan daun illalang yang
mengelurkan bau wangi karna dulu daerah
somalangu di kenal sebagai alang alang
wangi. Di Somalangu banyak terdapat
rumah-rumah kuno zaman dulu yang
masih ada dan di sana ada juga joglo.dan
konon di sungai ada penunggunya yaitu
Sarasuta,
Menurut para warga yang percaya,
peninggalan syekh Abdul Kahfi yaitu kolam
tempat wudu yang konon dulu rumah syekh
Abdul Kahfi,rumah panggung yang
biasanya santri menyebut bangkongreang,
di pintu tertulis kyai bongkong yang konon
dapat berubah menjadi kodok(sebutan
orang jawa untuk katak).
Di utara masjid juga ada mulangan tempat
syekh Abdul Kahfi mengajar dulu.
Dan di sebelah selatan masjid ada bekas
rumah yang hanya tersisah puing-puing
dan pondasinya saja ,konon bekas rumah
Abdul Kahfi awal
Syekh Abdul Kahfi Tsani adalah pendiri
Ponpes Somalangu Kebumen periode ke 2,
setelah sebelumnya pernah berdiri pondok
Somalangu Kuno yang didirikan oleh Syekh
Abdul Kahfi Awal pada masa pemerintahan
Panembahan Senopati ( raja pertama
Mataram Islam ) yang sepeninggal Beliau
kemudian hilang dimakan zaman seiring
dengan tidak adanya regenerasi pada
waktu itu ( Fatroh ) dan juga karena bentuk
bangunan yang masih sangat sederhana.
Syekh Kahfi Tsani adalah salah seorang
putra dari Syaikh Marwan "Ali Menawi "
bin Syaikh Zaenal Abidin Banjursari
Buluspesantren bin Syekh Yusuf
Buluspesantren bin. Syaikh Djawahir bin
Syaik Muhtarom bin Syaikh Abdul Kahfi
Awal.
Sejak kecil, Abdul Kahfi dititipkan oleh
ayahnya di Pondok milik Sayyid Taslim
Tirip Purworejo bin Tolabudin bin Sayyid
Muh. Alim Basaiban Bulus Purworejo.
Di sana Abdul Kahfi dididik berbagai ilmu
tentang Islam. Karena sejak kecil sudah di
asuh oleh Sayyid Taslim, maka tidak heran
jika Beliau juga sudah dianggap seperti
anaknya sendiri, sehingga pada waktu
khitan pun, keluarga Sayyid Taslim lah
yang mengkhitan Beliau.
Setelah dewasa, Sayyid Taslim melarang
Abdul Kahfi untuk tetap bermukim di Tirip,
sebab menurut Beliau, bukan di Tirip lah
seharusnya Abdul Kahfi hidup karena
Sayyid Taslim yakin bahwa kelak Abdul
Kahfi akan menjadi seorang ulama besar di
daerah asalnya seperti Leluhurnya dahulu.
Selanjutnya Sayyid Taslim mengantar
Abdul Kahfi pulang ke Kebumen, akan
tetapi bukan diantar pulang ke Banjursari
( tempat orangtuanya ) melainkan ke desa
Somalangu. Sesampainya di desa
Somalangu, Sayyid Taslim
memberitahukan kepada Abdul Kahfi
bahwa didesa inilah dahulu pendahulunya
( Syekh Kahfi Awal ) bermukim dan
mendirikan Pondok.
Sayyid Taslim juga memberitahukan bekas
Pondok Syekh Kahfi Awal yang pada waktu
itu sudah tinggal pondasinya saja. Lokasi
tersebut saat itu barada di atas tanah yang
telah menjadi milik salah seorang
penduduk setempat. Tanah tersebut
kemudian dibeli oleh Sayyid Taslim dari
pemilik waktu itu dan memberikannya
kepada murid kesayangan Beliau yang
sudah seperti putranya sendiri itu dan
berpesan agar Abdul Kahfi bermukim
ditempat itu dan membangun kembali
pondok untuk meneruskan syiar Islam
pendahulunya.
Sejak itulah pondok Somalangu baru
( periode ke 2 ) berdiri. Untuk membedakan
maka kemudian ditambahlah nama "Awal "
di belakang Abdul Kahfi pendiri pondok
pertama dan nama " Tsani " di belakang
Abdul Kahfi pendiri pondok
Dahulu di negara Galih Pakuan, bertahtalah seorang raja bernama Sang Prabu Permana Di Kusuma. Negaranya subur makmur tak kurang suatu apa. Tidak heran jika negara ini sangat termashur. Baginda mempunyai dua orang isteri. Isteri yang pertama bernama Dewi Pohaci Naganingrum, sedangkan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep.
Baginda Sang Permana di Kusuma telah lama memohon kepada Tuhan agar diberi putera, tapi telah sekian lama, kedua isterinya tidak mengandung. Sekalipun baginda telah memohon dengan tekun, tapi permohonannya belum terkabul juga.
Sang Baginda mempunyai seorang menteri yang sangat disayanginya bernama Aria Kebonan (Tamperan)
Seorang menteri yang menjadi kepercayaan baginda. Tidak mengherankan jika Aria Kebonan dapat keluar masuk istana dengan bebasnya.
Pada suatu hari, ketika sang Baginda sedang berbaring di kamar tidurnya, Aria Kebonan datang ke istana untuk menghadap kepada sang Baginda. Ketika Aria Kebonan mengetahui baginda sedang beristirahat, ia tidak jadi menghadap. Hatinya sangat menyesal tidak dapat langsung menghadap kepada rajanya.
Karena menyangka baginda sedang tidur, Aria Kebonan mengeluh, "Alangkah senangnya menjadi seorang raja. Segalanya serba dilayani. Tidak seperti diriku ini, sekalipun telah bekerja keras, tapi tak bertemu dengan kesenangan. Alangkah bahagianya jika aku bisa menjadi raja."
Sang raja yang mendengar keluhan Aria Kebonan, segera memanggilnya. Aria Kebonan yang mengira baginda tak mendengar keluhannya segara datang menghadap dan menyembah di hadapan rajanya.
"Kau ingin menjadi raja, Aria Kebonan?"
Aria Kebonan terkejut bukan kepalang, ia tak menyangka raja mendengar keluhannya. Karena merasa bersalah, Aria Kebonan tak dapat menjawab pertanyaan baginda.
"Jika benar-benar kau ingin menjadi raja, baiklah, aku akan memberikan kerajaanku, asalkan kau dapat menjalankan pemerintahan dengan adil dan jujur. Aku hendak pergi bertapa. Aku menitipkan kdua permaisuriku. Ingat, kau harus bertindak bijaksana selaku seorang raja," kata baginda.
"Mohon ampun Tuanku atas kesalahan hambamu ini. Tapi jika sekiranya memang baginda percaya dan bersedia menyerahkan kerajaan Galih Pakuan ini kepada hamba, sudah tentu hamba akan mengikuti pesan baginda," jawab Aria Kebonan.
"Syukurlah jika kau bersedia dan merasa sanggup. Mulai malam ini, dengan disaksikan oleh si Lengser, aku serahkan kerajaanku. Namamu sekarang kuganti menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma."
Setelah serah terima, Baginda segera bersemadi dan lenyaplah Baginda dari hadapan Aria Kebonan dan Lengser. Di kemudian hari, Sang Prabu Permana di Kusuma, menjadi seorang Brahmana bernama Ajar Sukaresi.
Aria Kebonan sangat gembira. Ia berganti nama menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma. Sekarang ia telah menjadi raja yang kaya. Sedangkan Lengser kawannya sesama menteri, sekarang harus menyembah kepadanya.
"Lengser, sekarang juga kau harus memukul gong, dan umumkan kepada rakyat, bahwa Raja Sang Permana di Kusuma telah menjadi muda kembali. Dan ingat Lengser, kau dilarang membuka rahasia, jika jiwamu ingin selamat," kata raja yang baru ini.
Lengser dengan hati agak kesal meninggalkan rajanya untuk memukul gong. Dengan berjalan kaki, Lengser memukul gong sambil mengumumkan, bahwa rajanya telah berubah menjadi muda kembali. Rakyat Galih Pakuan semua percaya, karena mereka pun mengetahui, rajanya seorang yang sakti.
Raja Galih Pakuan yang baru, merasa dirinya berkuasa. Ia Telah lupa pada pesan-pesan Sang Permana di Kusuma. Tindakannya kejam.
Pada suatu hari, Naganingrum dan Dewi Pangrenyep telah datang menghadap. Maksud kedatangan kedua permaisuri baginda akan menceritakan tentang impian mereka semalam.
"Tadi malam, kami bermimpi. Mimpi kami berdua ternyata sama. Kami bermimpi kejatuhan bulan. Bulan itu jatuh ke atas pangkuan kami. Menurut seorang brahmana bernama Ajar Sukaresi, kami berdua akan mendapat putera."
Sudah tentu baginda terkejut. Kemudian ia menyuruh Lengser memanggil Ajar Sukaresi di gunung Padang. Tidak diceritakan perjalanan Lengser, Brahmana sakti yang bernama Ajar Sukaresi segera datang menghadap.
Baru saja Ajar Sukaresi menghadap. Baginda yang hendak mempermalukan Ajar Sukaresi telah siap-siap dengan tipu dayanya. Baginda telah menyuruh kedua permaisurinya memasang kuali pada perutnya, agar tampak seperti sedang mengandung.
"Coba katakan, apakah kedua permaisuriku ini sedang hamil atau tidak?" tanya baginda.
"Benar hamil, Tuanku," jawab Ajar Sukaresi tanpa ragu.
"Coba katakan laki-laki atau perempuan anak-anakku itu?"
"Menurut penglihatan hamba yang bodoh, putera Baginda keduanya laki-laki."
Alangkah marah baginda. Kuali yang diikatkan pada perut kedua istrinya segera diperlihatkan. Ajar Sukaresi diam saja. Rupanya kemarahan baginda tidak sampai di situ. Segera ia menyepak kuali itu jauh-jauh. Di kemudian hari, desa tempat jatuhnya kuali itu disebut Kawali (dan menjadi pusat pemerintahan di kemudian hari). Tiba-tiba baginda mencabut keris dan menikamkannya kepada Ajar Sukaresi. Tapi ajaib, kerisnya malah bengkok.
Baginda yang sangat terkejut melihat kejadian itu, untuk sesaat diam saja. Ki Ajar Sukaresi segera bersemadi. Tubuhnya lenyap kembali ke Gunung Padang.
Apa yang dikatakan oleh Ajar Sukaresi ternyata benar. Kedua permaisuri baginda benar-benar hamil. Setelah sembilan bulan Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putera. Anak laki-laki ini oleh baginda diberi nama Aria Banga (Hariang Banga) Sedangkan Naganingrum belum melahirkan. Naganingrum telah hamil sepuluh bulan, tapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan.
Pada suatu hari, raja merasa heran, karena sudah sepuluh bulan, Naganingrum hamil, tapi belum melahirkan. Baginda datang ke tempat Naganingrum hendak menjenguk isterinya. Ketika baginda datang, nampak Naganingrum sedang menangis. Karena merasa kasihan, baginda menghiburnya. Naganingrum agak senang juga hatinya.
Ketika itu udara sangat nyaman. Baginda tak sadar tertidur di samping Naganingrum. Di dalam tidurnya baginda mendengar suara yang berkata, "Hai raja lalim! Kau telah menyiksa Ajar Sukaresi yang tak berdosa. Kelak kau akan menerima balasan."
Sudah tentu baginda sangat terkejut. Ia buru-buru bangun. Pada mulanya baginda menyangka suara yang didengarnya adalah suara Naganingrum. Tapi Naganingrum mengatakan, bahwa suara itu datang dari perutnya yang gendut.
Sepulang dari tempat Naganingrum, baginda merasa tidak tenang. Ia telah memanggil beberapa orang ahli nujum. Semua ditanyai tentang kandungan Naganingrum.
"Rupanya anak yang dikandung oleh permaisuri Naganingrum, seorang putera yang kelak akan membahayakan baginda, " kata beberapa nujum kepada baginda.
Mendengar keterangan ini, baginda sangat marah. Hari itu juga Naganingrum diusir dari istana dan ditempatkan di luar kota.
Pada suatu hari, Dewi Pangrenyep dipanggil oleh baginda. Dewi Pangrenyep segera menghadap. Ia segera menyembah kepada baginda.
"Pangrenyep, puteramu Aria Banga akan kujadikan penggantiku kelak," kata baginda.
Dewi Pangrenyep sangat gembira mendengar sabda baginda.
Lalu baginda berkata, "Tapi jika Naganingrum melahirkan, puteranya harus kau hanyutkan di sungai."
Dewi Pangrenyep menerima perintah suaminya. Segera ia mengatur siasat. Semua dukun beranak dilarang membantu Naganingrum melahirkan. Semua harus meninggalkan rumahnya, bila Naganingrum melahirkan.
Saat Hariang Banga telah berusia 3 bulan, saat itu bulan ke-13 kehamilan Dewi Pohaci dan melahirkan anak laki-laki. Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang pun dayang-dayang diperkenankan menolong Dewi Pohaci, melainkan Dewi Pangrenyep sendiri yang membantu persalinan Dewi Pohaci.
Dengan kelihaian dan akal licik Dewi Pangrenyep, putra Dewi Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa Dewi Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Sementara Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui.
Karena aib fitnah yang ditimbulkan oleh Dewi Pangrenyep seakan Dewi Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, Raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Dewi Pohaci.
Si Lengser tidak sampai hati melaksanakan perintah Raja terhadap Dewi Pohaci Permaisuri junjungannya. Karena dalam benak Aki Lengser tidak mungkin Sang Dewi Melahirkan Anjing. Dan pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam istana akibat persaingan Dua Permaisuri. Dewi Pohaci pun akhirnya diantarkannya ke desa tempat kelahirannya.
Sesampainya di istana Aki Lengser melaporkan bahwa Dewi Pohaci telah dibunuh. Mendengar laporan tersebut Sang Prabu dan Dewi Pangrenyep Gembira karena tujuan nya telah berhasil Untuk menyingkirkan Dewi Pohaci.
Tersebut lah seorang Aki bersama istrinya, yang bernama Aki Balagantrang. yang tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Aki Balagantrang sebenarnya masih krabat Kerajaan Galuh yang sengaja menyingkir dari keramaian. Sudah lama Aki Balagantrang menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini Balagantrang bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki.
Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.setelah beberapa lama tiba-tiba jala yang dilemparkan ke sungai terasa berat dan di tarik dan betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi Bayi beserta telur ayam, bayi tersebut di bawa pulang dan Aki Asuh dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa yang diberi nama Nagawiru Dan Anak angkat ini mereka beri nama Sang Manarah.
Suatu ketika Aki Balagrantang mengajak Sang Manarah ke hutan dan tiba-tiba ada suara burung yang melengking nyaring sang Manarah pun bertanya suara apa itu.. Aki Balagrantang pun menjawab itu suara Ciung.Dan dan sang Manarah pun melihat hewan yang melompat kesana kemari di pepohonan dengan lincah dan dijelaskan itu namanya Wanara. Hal tersebut menjadi ilham bagi Aki Balagrantang untuk menyamarkan Sang Manarah dalam pengembaraan kelak. Dan di namailah sang Manarah dengan Nama Ciung Wanara sebagai nama samaran dlm pengembaraan.
Aki Balagantrang pun mempersiapkan sekelompok orang untuk di latih ilmu keprajuritan dan memberikan pelajaran tentang ilmu tata pemerintahan kepada Ciung Wanara. Geger Sunten menjadi basis kekuatan Aki Balagrantang untuk mengembangkan strategi mengembalikan tahta Galuh kepada Sang Manarah kelak.
Suatu saat bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Tentang siapa sebenarnya Dia.
Terus terang Aki dan Nini Balagantrang menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya yang masih Putra Kerajaan Galuh. Dan di perintah kan untuk menghadap Ke Gunung Padang menemui seorang petapa sakti yang bernama Adjar Sukaresi. Berguru lah kepada Ki Adjar ikuti apa perintah nya karena Petapa tersebut yang kelak akan memberikan petunjuk bagaimana cara masuk ke Kerajaan.
Sesampainya di Gunung Padang Ciung Wanara segera menghadap Ki Adjar Sukaresi dan diterima sebagai murid serta di ajarkan beberapa ilmu kesaktian dan tatanegara.
Suatu saat Ciung Wanara diperintahkan untuk bertapa di Gunung Geger Sunten yang tdk jauh dari perkampungan tempat tinggal Aki Balagantrang... dalam pertapaan tersebut Ciung Wanara selalu di goda oleh sosok Naga yang kadang hanya kelihatan Kepala dan sesekali kelihatan ekornya aja. (kelak dr peristiwa itu terinspirasi pembuatan keris Nogo Siluman oleh Empu Gebang).
Setelah pertapaan selesai Ciung Wanara diperintahkan untuk menikah dengan Dewi Kencana Wangi cucu Resi Demunawan penguasa Galunggung. Serta harus pulang ke Geger Sunten. Dan jika suatu saat kerajaan mengadakan sabung Ayam hendaknya ikut serta dan minta taruhan agar dijadikan Putra Mahkota.
Ciung Wanara pun pergi dari Gunung Padang dan menjalankan semua perintah Sang Begawan yang tidak lain adalah Ayahanda nya sendiri.
Suatu hari Ciung Wanara pamit kepada Aki Balagantrang untuk menyabung ayamnya dengan ayam Raja, karena didengarnya Raja gemar menyabung ayam.
Dalam sambung tersebut taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam Raja kalah, Raja harus bersedia mengangkatnya menjadi Putra Mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut .
Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa betahun-tahun yang lampau tentang Sang Prabu Permana Di Kusuma serta permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan.
Raja tidak menyadari hal itu karena terpaku dengan pemikiran tentang siapa sebenarnya Ciung Wanara. tetapi sebaliknya Aki Lengser sangat terkesan akan hal itu. Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra Raja Junjungannya (Prabu Permana Hadi Kusuma)
Setelah persabungan, ayam Baginda Raja kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra Mahkota.
Dalam pesta pengangkatan Putra Mahkota, Raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga.
Selesai pesta pengangkatan putra Mahkota .
Pada suatu hari, Ciung Wanara yang telah membuat penjara besi, memanggil ayah dan ibu tirinya (Prabu Barma Wijaya /Tamperan) supaya memeriksa penjara. Baginda dan Dewi Pangrenyep tidak merasa curiga. Keduanya masuk ke dalam penjara. Ciung Wanara segera menguncinya.
Aria Banga sangat marah, ketika mendengar ayah dan ibunya dipenjarakan oleh Ciung Wanara.
Terjadilah perkelahian yang seru antara Ciung Wanara dengan Aria Banga. Tak seorangpun yang mengalah. Perkelahian dilakukan terus menerus siang dan malam.
Tiba-tiba, Ciung Wanara dapat menangkap Aria Banga. Kemudian melemparkannya ke seberang sungai Cipamali. Dan insyaflah Aria Banga, bahwa Ciung Wanara bukan lawan yang ringan. Ia mengaku kalah. Sungai Cipamali ditetapkan sebagai batas negara. Sebelah Timur milik Aria Banga dan sebelah Barat milik Ciung Wanara.
Ciung Wanara lalu menendang penjara besi yang berisi raja Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Penjara itu jatuh pada sebuah desa yang sampai sekarang terkenal sebagai desa Kandangwesi (Penjara Besi).
Dan Ciung Wanara segera menjemput ibunya Dewi Pohaci Naganingrum juga kakek dan nenek Balangantrang serta istrinya (Dewi Kencana Wangi) Mereka semua hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran.
Pada suatu ketika datanglah seorang Empu yang bernama Empu Gebang menghadap Sang Prabu dengan maksud untuk mengabdi... kedatangan Empu diterima Sang Prabu dan sang Prabu memerintahkan sang Empu untuk membuat keris pusaka yang menceritakan tentang lima kebaikan dan lima keutamaan serta Sebilah keris yang mengisahkan perjalanan pertapaannya saat di goda Naga.. dr ketrampilan Sang Empu Tercipta lah dua Bilah keris yang satu Diberinama Sang Pandowo Cinarito dan yang satunya Sang Nogo Siluman yang keduanya di persembahkan pada Sang Prabu.
Sang Manarah mencurahkan semuanya untuk kesejahteraan rakyat dan menjaga tali persaudaraan dengan kerajaan lain.
Dari perkawinan Sang Manarah (Ciung Wanara) dengan Dewi Kencana Wangi lahir seorang Putri yang bernama Dewi Purbasari dan kelak menikah dengan Sang Manistri (lutung Kasarung)
Sang Manistri yang akhirnya menggantikan Sang Manarah menjadi Raja. Sang Manarah Raja Pakuan selama 40tahun dan akhirnya menjadi Petapa mengikuti jejak sesepuh (lengser Keprabon Madeg Pandito)
Hingga saat ini tempat ngahiyang Sang Manarah masih terjaga di situ[disingkat oleh WhatsApp]
Dahulu di negara Galih Pakuan, bertahtalah seorang raja bernama Sang Prabu Permana Di Kusuma. Negaranya subur makmur tak kurang suatu apa. Tidak heran jika negara ini sangat termashur. Baginda mempunyai dua orang isteri. Isteri yang pertama bernama Dewi Pohaci Naganingrum, sedangkan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep.
Baginda Sang Permana di Kusuma telah lama memohon kepada Tuhan agar diberi putera, tapi telah sekian lama, kedua isterinya tidak mengandung. Sekalipun baginda telah memohon dengan tekun, tapi permohonannya belum terkabul juga.
Sang Baginda mempunyai seorang menteri yang sangat disayanginya bernama Aria Kebonan (Tamperan)
Seorang menteri yang menjadi kepercayaan baginda. Tidak mengherankan jika Aria Kebonan dapat keluar masuk istana dengan bebasnya.
Pada suatu hari, ketika sang Baginda sedang berbaring di kamar tidurnya, Aria Kebonan datang ke istana untuk menghadap kepada sang Baginda. Ketika Aria Kebonan mengetahui baginda sedang beristirahat, ia tidak jadi menghadap. Hatinya sangat menyesal tidak dapat langsung menghadap kepada rajanya.
Karena menyangka baginda sedang tidur, Aria Kebonan mengeluh, "Alangkah senangnya menjadi seorang raja. Segalanya serba dilayani. Tidak seperti diriku ini, sekalipun telah bekerja keras, tapi tak bertemu dengan kesenangan. Alangkah bahagianya jika aku bisa menjadi raja."
Sang raja yang mendengar keluhan Aria Kebonan, segera memanggilnya. Aria Kebonan yang mengira baginda tak mendengar keluhannya segara datang menghadap dan menyembah di hadapan rajanya.
"Kau ingin menjadi raja, Aria Kebonan?"
Aria Kebonan terkejut bukan kepalang, ia tak menyangka raja mendengar keluhannya. Karena merasa bersalah, Aria Kebonan tak dapat menjawab pertanyaan baginda.
"Jika benar-benar kau ingin menjadi raja, baiklah, aku akan memberikan kerajaanku, asalkan kau dapat menjalankan pemerintahan dengan adil dan jujur. Aku hendak pergi bertapa. Aku menitipkan kdua permaisuriku. Ingat, kau harus bertindak bijaksana selaku seorang raja," kata baginda.
"Mohon ampun Tuanku atas kesalahan hambamu ini. Tapi jika sekiranya memang baginda percaya dan bersedia menyerahkan kerajaan Galih Pakuan ini kepada hamba, sudah tentu hamba akan mengikuti pesan baginda," jawab Aria Kebonan.
"Syukurlah jika kau bersedia dan merasa sanggup. Mulai malam ini, dengan disaksikan oleh si Lengser, aku serahkan kerajaanku. Namamu sekarang kuganti menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma."
Setelah serah terima, Baginda segera bersemadi dan lenyaplah Baginda dari hadapan Aria Kebonan dan Lengser. Di kemudian hari, Sang Prabu Permana di Kusuma, menjadi seorang Brahmana bernama Ajar Sukaresi.
Aria Kebonan sangat gembira. Ia berganti nama menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma. Sekarang ia telah menjadi raja yang kaya. Sedangkan Lengser kawannya sesama menteri, sekarang harus menyembah kepadanya.
"Lengser, sekarang juga kau harus memukul gong, dan umumkan kepada rakyat, bahwa Raja Sang Permana di Kusuma telah menjadi muda kembali. Dan ingat Lengser, kau dilarang membuka rahasia, jika jiwamu ingin selamat," kata raja yang baru ini.
Lengser dengan hati agak kesal meninggalkan rajanya untuk memukul gong. Dengan berjalan kaki, Lengser memukul gong sambil mengumumkan, bahwa rajanya telah berubah menjadi muda kembali. Rakyat Galih Pakuan semua percaya, karena mereka pun mengetahui, rajanya seorang yang sakti.
Raja Galih Pakuan yang baru, merasa dirinya berkuasa. Ia Telah lupa pada pesan-pesan Sang Permana di Kusuma. Tindakannya kejam.
Pada suatu hari, Naganingrum dan Dewi Pangrenyep telah datang menghadap. Maksud kedatangan kedua permaisuri baginda akan menceritakan tentang impian mereka semalam.
"Tadi malam, kami bermimpi. Mimpi kami berdua ternyata sama. Kami bermimpi kejatuhan bulan. Bulan itu jatuh ke atas pangkuan kami. Menurut seorang brahmana bernama Ajar Sukaresi, kami berdua akan mendapat putera."
Sudah tentu baginda terkejut. Kemudian ia menyuruh Lengser memanggil Ajar Sukaresi di gunung Padang. Tidak diceritakan perjalanan Lengser, Brahmana sakti yang bernama Ajar Sukaresi segera datang menghadap.
Baru saja Ajar Sukaresi menghadap. Baginda yang hendak mempermalukan Ajar Sukaresi telah siap-siap dengan tipu dayanya. Baginda telah menyuruh kedua permaisurinya memasang kuali pada perutnya, agar tampak seperti sedang mengandung.
"Coba katakan, apakah kedua permaisuriku ini sedang hamil atau tidak?" tanya baginda.
"Benar hamil, Tuanku," jawab Ajar Sukaresi tanpa ragu.
"Coba katakan laki-laki atau perempuan anak-anakku itu?"
"Menurut penglihatan hamba yang bodoh, putera Baginda keduanya laki-laki."
Alangkah marah baginda. Kuali yang diikatkan pada perut kedua istrinya segera diperlihatkan. Ajar Sukaresi diam saja. Rupanya kemarahan baginda tidak sampai di situ. Segera ia menyepak kuali itu jauh-jauh. Di kemudian hari, desa tempat jatuhnya kuali itu disebut Kawali (dan menjadi pusat pemerintahan di kemudian hari). Tiba-tiba baginda mencabut keris dan menikamkannya kepada Ajar Sukaresi. Tapi ajaib, kerisnya malah bengkok.
Baginda yang sangat terkejut melihat kejadian itu, untuk sesaat diam saja. Ki Ajar Sukaresi segera bersemadi. Tubuhnya lenyap kembali ke Gunung Padang.
Apa yang dikatakan oleh Ajar Sukaresi ternyata benar. Kedua permaisuri baginda benar-benar hamil. Setelah sembilan bulan Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putera. Anak laki-laki ini oleh baginda diberi nama Aria Banga (Hariang Banga) Sedangkan Naganingrum belum melahirkan. Naganingrum telah hamil sepuluh bulan, tapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan.
Pada suatu hari, raja merasa heran, karena sudah sepuluh bulan, Naganingrum hamil, tapi belum melahirkan. Baginda datang ke tempat Naganingrum hendak menjenguk isterinya. Ketika baginda datang, nampak Naganingrum sedang menangis. Karena merasa kasihan, baginda menghiburnya. Naganingrum agak senang juga hatinya.
Ketika itu udara sangat nyaman. Baginda tak sadar tertidur di samping Naganingrum. Di dalam tidurnya baginda mendengar suara yang berkata, "Hai raja lalim! Kau telah menyiksa Ajar Sukaresi yang tak berdosa. Kelak kau akan menerima balasan."
Sudah tentu baginda sangat terkejut. Ia buru-buru bangun. Pada mulanya baginda menyangka suara yang didengarnya adalah suara Naganingrum. Tapi Naganingrum mengatakan, bahwa suara itu datang dari perutnya yang gendut.
Sepulang dari tempat Naganingrum, baginda merasa tidak tenang. Ia telah memanggil beberapa orang ahli nujum. Semua ditanyai tentang kandungan Naganingrum.
"Rupanya anak yang dikandung oleh permaisuri Naganingrum, seorang putera yang kelak akan membahayakan baginda, " kata beberapa nujum kepada baginda.
Mendengar keterangan ini, baginda sangat marah. Hari itu juga Naganingrum diusir dari istana dan ditempatkan di luar kota.
Pada suatu hari, Dewi Pangrenyep dipanggil oleh baginda. Dewi Pangrenyep segera menghadap. Ia segera menyembah kepada baginda.
"Pangrenyep, puteramu Aria Banga akan kujadikan penggantiku kelak," kata baginda.
Dewi Pangrenyep sangat gembira mendengar sabda baginda.
Lalu baginda berkata, "Tapi jika Naganingrum melahirkan, puteranya harus kau hanyutkan di sungai."
Dewi Pangrenyep menerima perintah suaminya. Segera ia mengatur siasat. Semua dukun beranak dilarang membantu Naganingrum melahirkan. Semua harus meninggalkan rumahnya, bila Naganingrum melahirkan.
Saat Hariang Banga telah berusia 3 bulan, saat itu bulan ke-13 kehamilan Dewi Pohaci dan melahirkan anak laki-laki. Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang pun dayang-dayang diperkenankan menolong Dewi Pohaci, melainkan Dewi Pangrenyep sendiri yang membantu persalinan Dewi Pohaci.
Dengan kelihaian dan akal licik Dewi Pangrenyep, putra Dewi Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa Dewi Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Sementara Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui.
Karena aib fitnah yang ditimbulkan oleh Dewi Pangrenyep seakan Dewi Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, Raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Dewi Pohaci.
Si Lengser tidak sampai hati melaksanakan perintah Raja terhadap Dewi Pohaci Permaisuri junjungannya. Karena dalam benak Aki Lengser tidak mungkin Sang Dewi Melahirkan Anjing. Dan pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam istana akibat persaingan Dua Permaisuri. Dewi Pohaci pun akhirnya diantarkannya ke desa tempat kelahirannya.
Sesampainya di istana Aki Lengser melaporkan bahwa Dewi Pohaci telah dibunuh. Mendengar laporan tersebut Sang Prabu dan Dewi Pangrenyep Gembira karena tujuan nya telah berhasil Untuk menyingkirkan Dewi Pohaci.
Tersebut lah seorang Aki bersama istrinya, yang bernama Aki Balagantrang. yang tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Aki Balagantrang sebenarnya masih krabat Kerajaan Galuh yang sengaja menyingkir dari keramaian. Sudah lama Aki Balagantrang menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini Balagantrang bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki.
Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.setelah beberapa lama tiba-tiba jala yang dilemparkan ke sungai terasa berat dan di tarik dan betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi Bayi beserta telur ayam, bayi tersebut di bawa pulang dan Aki Asuh dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa yang diberi nama Nagawiru Dan Anak angkat ini mereka beri nama Sang Manarah.
Suatu ketika Aki Balagrantang mengajak Sang Manarah ke hutan dan tiba-tiba ada suara burung yang melengking nyaring sang Manarah pun bertanya suara apa itu.. Aki Balagrantang pun menjawab itu suara Ciung.Dan dan sang Manarah pun melihat hewan yang melompat kesana kemari di pepohonan dengan lincah dan dijelaskan itu namanya Wanara. Hal tersebut menjadi ilham bagi Aki Balagrantang untuk menyamarkan Sang Manarah dalam pengembaraan kelak. Dan di namailah sang Manarah dengan Nama Ciung Wanara sebagai nama samaran dlm pengembaraan.
Aki Balagantrang pun mempersiapkan sekelompok orang untuk di latih ilmu keprajuritan dan memberikan pelajaran tentang ilmu tata pemerintahan kepada Ciung Wanara. Geger Sunten menjadi basis kekuatan Aki Balagrantang untuk mengembangkan strategi mengembalikan tahta Galuh kepada Sang Manarah kelak.
Suatu saat bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Tentang siapa sebenarnya Dia.
Terus terang Aki dan Nini Balagantrang menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya yang masih Putra Kerajaan Galuh. Dan di perintah kan untuk menghadap Ke Gunung Padang menemui seorang petapa sakti yang bernama Adjar Sukaresi. Berguru lah kepada Ki Adjar ikuti apa perintah nya karena Petapa tersebut yang kelak akan memberikan petunjuk bagaimana cara masuk ke Kerajaan.
Sesampainya di Gunung Padang Ciung Wanara segera menghadap Ki Adjar Sukaresi dan diterima sebagai murid serta di ajarkan beberapa ilmu kesaktian dan tatanegara.
Suatu saat Ciung Wanara diperintahkan untuk bertapa di Gunung Geger Sunten yang tdk jauh dari perkampungan tempat tinggal Aki Balagantrang... dalam pertapaan tersebut Ciung Wanara selalu di goda oleh sosok Naga yang kadang hanya kelihatan Kepala dan sesekali kelihatan ekornya aja. (kelak dr peristiwa itu terinspirasi pembuatan keris Nogo Siluman oleh Empu Gebang).
Setelah pertapaan selesai Ciung Wanara diperintahkan untuk menikah dengan Dewi Kencana Wangi cucu Resi Demunawan penguasa Galunggung. Serta harus pulang ke Geger Sunten. Dan jika suatu saat kerajaan mengadakan sabung Ayam hendaknya ikut serta dan minta taruhan agar dijadikan Putra Mahkota.
Ciung Wanara pun pergi dari Gunung Padang dan menjalankan semua perintah Sang Begawan yang tidak lain adalah Ayahanda nya sendiri.
Suatu hari Ciung Wanara pamit kepada Aki Balagantrang untuk menyabung ayamnya dengan ayam Raja, karena didengarnya Raja gemar menyabung ayam.
Dalam sambung tersebut taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam Raja kalah, Raja harus bersedia mengangkatnya menjadi Putra Mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut .
Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa betahun-tahun yang lampau tentang Sang Prabu Permana Di Kusuma serta permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan.
Raja tidak menyadari hal itu karena terpaku dengan pemikiran tentang siapa sebenarnya Ciung Wanara. tetapi sebaliknya Aki Lengser sangat terkesan akan hal itu. Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra Raja Junjungannya (Prabu Permana Hadi Kusuma)
Setelah persabungan, ayam Baginda Raja kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra Mahkota.
Dalam pesta pengangkatan Putra Mahkota, Raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga.
Selesai pesta pengangkatan putra Mahkota .
Pada suatu hari, Ciung Wanara yang telah membuat penjara besi, memanggil ayah dan ibu tirinya (Prabu Barma Wijaya /Tamperan) supaya memeriksa penjara. Baginda dan Dewi Pangrenyep tidak merasa curiga. Keduanya masuk ke dalam penjara. Ciung Wanara segera menguncinya.
Aria Banga sangat marah, ketika mendengar ayah dan ibunya dipenjarakan oleh Ciung Wanara.
Terjadilah perkelahian yang seru antara Ciung Wanara dengan Aria Banga. Tak seorangpun yang mengalah. Perkelahian dilakukan terus menerus siang dan malam.
Tiba-tiba, Ciung Wanara dapat menangkap Aria Banga. Kemudian melemparkannya ke seberang sungai Cipamali. Dan insyaflah Aria Banga, bahwa Ciung Wanara bukan lawan yang ringan. Ia mengaku kalah. Sungai Cipamali ditetapkan sebagai batas negara. Sebelah Timur milik Aria Banga dan sebelah Barat milik Ciung Wanara.
Ciung Wanara lalu menendang penjara besi yang berisi raja Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Penjara itu jatuh pada sebuah desa yang sampai sekarang terkenal sebagai desa Kandangwesi (Penjara Besi).
Dan Ciung Wanara segera menjemput ibunya Dewi Pohaci Naganingrum juga kakek dan nenek Balangantrang serta istrinya (Dewi Kencana Wangi) Mereka semua hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran.
Pada suatu ketika datanglah seorang Empu yang bernama Empu Gebang menghadap Sang Prabu dengan maksud untuk mengabdi... kedatangan Empu diterima Sang Prabu dan sang Prabu memerintahkan sang Empu untuk membuat keris pusaka yang menceritakan tentang lima kebaikan dan lima keutamaan serta Sebilah keris yang mengisahkan perjalanan pertapaannya saat di goda Naga.. dr ketrampilan Sang Empu Tercipta lah dua Bilah keris yang satu Diberinama Sang Pandowo Cinarito dan yang satunya Sang Nogo Siluman yang keduanya di persembahkan pada Sang Prabu.
Sang Manarah mencurahkan semuanya untuk kesejahteraan rakyat dan menjaga tali persaudaraan dengan kerajaan lain.
Dari perkawinan Sang Manarah (Ciung Wanara) dengan Dewi Kencana Wangi lahir seorang Putri yang bernama Dewi Purbasari dan kelak menikah dengan Sang Manistri (lutung Kasarung)
Sang Manistri yang akhirnya menggantikan Sang Manarah menjadi Raja. Sang Manarah Raja Pakuan selama 40tahun dan akhirnya menjadi Petapa mengikuti jejak sesepuh (lengser Keprabon Madeg Pandito)
Hingga saat ini tempat ngahiyang Sang Manarah masih terjaga di situ[disingkat oleh WhatsApp]
Dahulu di negara Galih Pakuan, bertahtalah seorang raja bernama Sang Prabu Permana Di Kusuma. Negaranya subur makmur tak kurang suatu apa. Tidak heran jika negara ini sangat termashur. Baginda mempunyai dua orang isteri. Isteri yang pertama bernama Dewi Pohaci Naganingrum, sedangkan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep.
Baginda Sang Permana di Kusuma telah lama memohon kepada Tuhan agar diberi putera, tapi telah sekian lama, kedua isterinya tidak mengandung. Sekalipun baginda telah memohon dengan tekun, tapi permohonannya belum terkabul juga.
Sang Baginda mempunyai seorang menteri yang sangat disayanginya bernama Aria Kebonan (Tamperan)
Seorang menteri yang menjadi kepercayaan baginda. Tidak mengherankan jika Aria Kebonan dapat keluar masuk istana dengan bebasnya.
Pada suatu hari, ketika sang Baginda sedang berbaring di kamar tidurnya, Aria Kebonan datang ke istana untuk menghadap kepada sang Baginda. Ketika Aria Kebonan mengetahui baginda sedang beristirahat, ia tidak jadi menghadap. Hatinya sangat menyesal tidak dapat langsung menghadap kepada rajanya.
Karena menyangka baginda sedang tidur, Aria Kebonan mengeluh, "Alangkah senangnya menjadi seorang raja. Segalanya serba dilayani. Tidak seperti diriku ini, sekalipun telah bekerja keras, tapi tak bertemu dengan kesenangan. Alangkah bahagianya jika aku bisa menjadi raja."
Sang raja yang mendengar keluhan Aria Kebonan, segera memanggilnya. Aria Kebonan yang mengira baginda tak mendengar keluhannya segara datang menghadap dan menyembah di hadapan rajanya.
"Kau ingin menjadi raja, Aria Kebonan?"
Aria Kebonan terkejut bukan kepalang, ia tak menyangka raja mendengar keluhannya. Karena merasa bersalah, Aria Kebonan tak dapat menjawab pertanyaan baginda.
"Jika benar-benar kau ingin menjadi raja, baiklah, aku akan memberikan kerajaanku, asalkan kau dapat menjalankan pemerintahan dengan adil dan jujur. Aku hendak pergi bertapa. Aku menitipkan kdua permaisuriku. Ingat, kau harus bertindak bijaksana selaku seorang raja," kata baginda.
"Mohon ampun Tuanku atas kesalahan hambamu ini. Tapi jika sekiranya memang baginda percaya dan bersedia menyerahkan kerajaan Galih Pakuan ini kepada hamba, sudah tentu hamba akan mengikuti pesan baginda," jawab Aria Kebonan.
"Syukurlah jika kau bersedia dan merasa sanggup. Mulai malam ini, dengan disaksikan oleh si Lengser, aku serahkan kerajaanku. Namamu sekarang kuganti menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma."
Setelah serah terima, Baginda segera bersemadi dan lenyaplah Baginda dari hadapan Aria Kebonan dan Lengser. Di kemudian hari, Sang Prabu Permana di Kusuma, menjadi seorang Brahmana bernama Ajar Sukaresi.
Aria Kebonan sangat gembira. Ia berganti nama menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma. Sekarang ia telah menjadi raja yang kaya. Sedangkan Lengser kawannya sesama menteri, sekarang harus menyembah kepadanya.
"Lengser, sekarang juga kau harus memukul gong, dan umumkan kepada rakyat, bahwa Raja Sang Permana di Kusuma telah menjadi muda kembali. Dan ingat Lengser, kau dilarang membuka rahasia, jika jiwamu ingin selamat," kata raja yang baru ini.
Lengser dengan hati agak kesal meninggalkan rajanya untuk memukul gong. Dengan berjalan kaki, Lengser memukul gong sambil mengumumkan, bahwa rajanya telah berubah menjadi muda kembali. Rakyat Galih Pakuan semua percaya, karena mereka pun mengetahui, rajanya seorang yang sakti.
Raja Galih Pakuan yang baru, merasa dirinya berkuasa. Ia Telah lupa pada pesan-pesan Sang Permana di Kusuma. Tindakannya kejam.
Pada suatu hari, Naganingrum dan Dewi Pangrenyep telah datang menghadap. Maksud kedatangan kedua permaisuri baginda akan menceritakan tentang impian mereka semalam.
"Tadi malam, kami bermimpi. Mimpi kami berdua ternyata sama. Kami bermimpi kejatuhan bulan. Bulan itu jatuh ke atas pangkuan kami. Menurut seorang brahmana bernama Ajar Sukaresi, kami berdua akan mendapat putera."
Sudah tentu baginda terkejut. Kemudian ia menyuruh Lengser memanggil Ajar Sukaresi di gunung Padang. Tidak diceritakan perjalanan Lengser, Brahmana sakti yang bernama Ajar Sukaresi segera datang menghadap.
Baru saja Ajar Sukaresi menghadap. Baginda yang hendak mempermalukan Ajar Sukaresi telah siap-siap dengan tipu dayanya. Baginda telah menyuruh kedua permaisurinya memasang kuali pada perutnya, agar tampak seperti sedang mengandung.
"Coba katakan, apakah kedua permaisuriku ini sedang hamil atau tidak?" tanya baginda.
"Benar hamil, Tuanku," jawab Ajar Sukaresi tanpa ragu.
"Coba katakan laki-laki atau perempuan anak-anakku itu?"
"Menurut penglihatan hamba yang bodoh, putera Baginda keduanya laki-laki."
Alangkah marah baginda. Kuali yang diikatkan pada perut kedua istrinya segera diperlihatkan. Ajar Sukaresi diam saja. Rupanya kemarahan baginda tidak sampai di situ. Segera ia menyepak kuali itu jauh-jauh. Di kemudian hari, desa tempat jatuhnya kuali itu disebut Kawali (dan menjadi pusat pemerintahan di kemudian hari). Tiba-tiba baginda mencabut keris dan menikamkannya kepada Ajar Sukaresi. Tapi ajaib, kerisnya malah bengkok.
Baginda yang sangat terkejut melihat kejadian itu, untuk sesaat diam saja. Ki Ajar Sukaresi segera bersemadi. Tubuhnya lenyap kembali ke Gunung Padang.
Apa yang dikatakan oleh Ajar Sukaresi ternyata benar. Kedua permaisuri baginda benar-benar hamil. Setelah sembilan bulan Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putera. Anak laki-laki ini oleh baginda diberi nama Aria Banga (Hariang Banga) Sedangkan Naganingrum belum melahirkan. Naganingrum telah hamil sepuluh bulan, tapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan.
Pada suatu hari, raja merasa heran, karena sudah sepuluh bulan, Naganingrum hamil, tapi belum melahirkan. Baginda datang ke tempat Naganingrum hendak menjenguk isterinya. Ketika baginda datang, nampak Naganingrum sedang menangis. Karena merasa kasihan, baginda menghiburnya. Naganingrum agak senang juga hatinya.
Ketika itu udara sangat nyaman. Baginda tak sadar tertidur di samping Naganingrum. Di dalam tidurnya baginda mendengar suara yang berkata, "Hai raja lalim! Kau telah menyiksa Ajar Sukaresi yang tak berdosa. Kelak kau akan menerima balasan."
Sudah tentu baginda sangat terkejut. Ia buru-buru bangun. Pada mulanya baginda menyangka suara yang didengarnya adalah suara Naganingrum. Tapi Naganingrum mengatakan, bahwa suara itu datang dari perutnya yang gendut.
Sepulang dari tempat Naganingrum, baginda merasa tidak tenang. Ia telah memanggil beberapa orang ahli nujum. Semua ditanyai tentang kandungan Naganingrum.
"Rupanya anak yang dikandung oleh permaisuri Naganingrum, seorang putera yang kelak akan membahayakan baginda, " kata beberapa nujum kepada baginda.
Mendengar keterangan ini, baginda sangat marah. Hari itu juga Naganingrum diusir dari istana dan ditempatkan di luar kota.
Pada suatu hari, Dewi Pangrenyep dipanggil oleh baginda. Dewi Pangrenyep segera menghadap. Ia segera menyembah kepada baginda.
"Pangrenyep, puteramu Aria Banga akan kujadikan penggantiku kelak," kata baginda.
Dewi Pangrenyep sangat gembira mendengar sabda baginda.
Lalu baginda berkata, "Tapi jika Naganingrum melahirkan, puteranya harus kau hanyutkan di sungai."
Dewi Pangrenyep menerima perintah suaminya. Segera ia mengatur siasat. Semua dukun beranak dilarang membantu Naganingrum melahirkan. Semua harus meninggalkan rumahnya, bila Naganingrum melahirkan.
Saat Hariang Banga telah berusia 3 bulan, saat itu bulan ke-13 kehamilan Dewi Pohaci dan melahirkan anak laki-laki. Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang pun dayang-dayang diperkenankan menolong Dewi Pohaci, melainkan Dewi Pangrenyep sendiri yang membantu persalinan Dewi Pohaci.
Dengan kelihaian dan akal licik Dewi Pangrenyep, putra Dewi Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa Dewi Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Sementara Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui.
Karena aib fitnah yang ditimbulkan oleh Dewi Pangrenyep seakan Dewi Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, Raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Dewi Pohaci.
Si Lengser tidak sampai hati melaksanakan perintah Raja terhadap Dewi Pohaci Permaisuri junjungannya. Karena dalam benak Aki Lengser tidak mungkin Sang Dewi Melahirkan Anjing. Dan pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam istana akibat persaingan Dua Permaisuri. Dewi Pohaci pun akhirnya diantarkannya ke desa tempat kelahirannya.
Sesampainya di istana Aki Lengser melaporkan bahwa Dewi Pohaci telah dibunuh. Mendengar laporan tersebut Sang Prabu dan Dewi Pangrenyep Gembira karena tujuan nya telah berhasil Untuk menyingkirkan Dewi Pohaci.
Tersebut lah seorang Aki bersama istrinya, yang bernama Aki Balagantrang. yang tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Aki Balagantrang sebenarnya masih krabat Kerajaan Galuh yang sengaja menyingkir dari keramaian. Sudah lama Aki Balagantrang menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini Balagantrang bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki.
Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.setelah beberapa lama tiba-tiba jala yang dilemparkan ke sungai terasa berat dan di tarik dan betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi Bayi beserta telur ayam, bayi tersebut di bawa pulang dan Aki Asuh dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa yang diberi nama Nagawiru Dan Anak angkat ini mereka beri nama Sang Manarah.
Suatu ketika Aki Balagrantang mengajak Sang Manarah ke hutan dan tiba-tiba ada suara burung yang melengking nyaring sang Manarah pun bertanya suara apa itu.. Aki Balagrantang pun menjawab itu suara Ciung.Dan dan sang Manarah pun melihat hewan yang melompat kesana kemari di pepohonan dengan lincah dan dijelaskan itu namanya Wanara. Hal tersebut menjadi ilham bagi Aki Balagrantang untuk menyamarkan Sang Manarah dalam pengembaraan kelak. Dan di namailah sang Manarah dengan Nama Ciung Wanara sebagai nama samaran dlm pengembaraan.
Aki Balagantrang pun mempersiapkan sekelompok orang untuk di latih ilmu keprajuritan dan memberikan pelajaran tentang ilmu tata pemerintahan kepada Ciung Wanara. Geger Sunten menjadi basis kekuatan Aki Balagrantang untuk mengembangkan strategi mengembalikan tahta Galuh kepada Sang Manarah kelak.
Suatu saat bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Tentang siapa sebenarnya Dia.
Terus terang Aki dan Nini Balagantrang menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya yang masih Putra Kerajaan Galuh. Dan di perintah kan untuk menghadap Ke Gunung Padang menemui seorang petapa sakti yang bernama Adjar Sukaresi. Berguru lah kepada Ki Adjar ikuti apa perintah nya karena Petapa tersebut yang kelak akan memberikan petunjuk bagaimana cara masuk ke Kerajaan.
Sesampainya di Gunung Padang Ciung Wanara segera menghadap Ki Adjar Sukaresi dan diterima sebagai murid serta di ajarkan beberapa ilmu kesaktian dan tatanegara.
Suatu saat Ciung Wanara diperintahkan untuk bertapa di Gunung Geger Sunten yang tdk jauh dari perkampungan tempat tinggal Aki Balagantrang... dalam pertapaan tersebut Ciung Wanara selalu di goda oleh sosok Naga yang kadang hanya kelihatan Kepala dan sesekali kelihatan ekornya aja. (kelak dr peristiwa itu terinspirasi pembuatan keris Nogo Siluman oleh Empu Gebang).
Setelah pertapaan selesai Ciung Wanara diperintahkan untuk menikah dengan Dewi Kencana Wangi cucu Resi Demunawan penguasa Galunggung. Serta harus pulang ke Geger Sunten. Dan jika suatu saat kerajaan mengadakan sabung Ayam hendaknya ikut serta dan minta taruhan agar dijadikan Putra Mahkota.
Ciung Wanara pun pergi dari Gunung Padang dan menjalankan semua perintah Sang Begawan yang tidak lain adalah Ayahanda nya sendiri.
Suatu hari Ciung Wanara pamit kepada Aki Balagantrang untuk menyabung ayamnya dengan ayam Raja, karena didengarnya Raja gemar menyabung ayam.
Dalam sambung tersebut taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam Raja kalah, Raja harus bersedia mengangkatnya menjadi Putra Mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut .
Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa betahun-tahun yang lampau tentang Sang Prabu Permana Di Kusuma serta permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan.
Raja tidak menyadari hal itu karena terpaku dengan pemikiran tentang siapa sebenarnya Ciung Wanara. tetapi sebaliknya Aki Lengser sangat terkesan akan hal itu. Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra Raja Junjungannya (Prabu Permana Hadi Kusuma)
Setelah persabungan, ayam Baginda Raja kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra Mahkota.
Dalam pesta pengangkatan Putra Mahkota, Raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga.
Selesai pesta pengangkatan putra Mahkota .
Pada suatu hari, Ciung Wanara yang telah membuat penjara besi, memanggil ayah dan ibu tirinya (Prabu Barma Wijaya /Tamperan) supaya memeriksa penjara. Baginda dan Dewi Pangrenyep tidak merasa curiga. Keduanya masuk ke dalam penjara. Ciung Wanara segera menguncinya.
Aria Banga sangat marah, ketika mendengar ayah dan ibunya dipenjarakan oleh Ciung Wanara.
Terjadilah perkelahian yang seru antara Ciung Wanara dengan Aria Banga. Tak seorangpun yang mengalah. Perkelahian dilakukan terus menerus siang dan malam.
Tiba-tiba, Ciung Wanara dapat menangkap Aria Banga. Kemudian melemparkannya ke seberang sungai Cipamali. Dan insyaflah Aria Banga, bahwa Ciung Wanara bukan lawan yang ringan. Ia mengaku kalah. Sungai Cipamali ditetapkan sebagai batas negara. Sebelah Timur milik Aria Banga dan sebelah Barat milik Ciung Wanara.
Ciung Wanara lalu menendang penjara besi yang berisi raja Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Penjara itu jatuh pada sebuah desa yang sampai sekarang terkenal sebagai desa Kandangwesi (Penjara Besi).
Dan Ciung Wanara segera menjemput ibunya Dewi Pohaci Naganingrum juga kakek dan nenek Balangantrang serta istrinya (Dewi Kencana Wangi) Mereka semua hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran.
Pada suatu ketika datanglah seorang Empu yang bernama Empu Gebang menghadap Sang Prabu dengan maksud untuk mengabdi... kedatangan Empu diterima Sang Prabu dan sang Prabu memerintahkan sang Empu untuk membuat keris pusaka yang menceritakan tentang lima kebaikan dan lima keutamaan serta Sebilah keris yang mengisahkan perjalanan pertapaannya saat di goda Naga.. dr ketrampilan Sang Empu Tercipta lah dua Bilah keris yang satu Diberinama Sang Pandowo Cinarito dan yang satunya Sang Nogo Siluman yang keduanya di persembahkan pada Sang Prabu.
Sang Manarah mencurahkan semuanya untuk kesejahteraan rakyat dan menjaga tali persaudaraan dengan kerajaan lain.
Dari perkawinan Sang Manarah (Ciung Wanara) dengan Dewi Kencana Wangi lahir seorang Putri yang bernama Dewi Purbasari dan kelak menikah dengan Sang Manistri (lutung Kasarung)
Sang Manistri yang akhirnya menggantikan Sang Manarah menjadi Raja. Sang Manarah Raja Pakuan selama 40tahun dan akhirnya menjadi Petapa mengikuti jejak sesepuh (lengser Keprabon Madeg Pandito)
Hingga saat ini tempat ngahiyang Sang Manarah masih terjaga di situ[disingkat oleh WhatsApp]
Minggu, Mei 08, 2011
Bilal bin Rabah
Dia adalah budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, muadzin pada zaman Rasulullah SAW dari golongan As-Sabiqunal Awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk Islam) dan pernah disiksa di jalan Allah. Dia juga termasuk pejuang perang Badar dan memperoleh kesaksian dari Nabi SAW bahwa dia masuk surga.
Selain itu, dia banyak memiliki keistimewaan, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Asakir. Usianya mencapai 60-an tahun. Ada yang mengatakan bahwa dia berasal dari bani Habsyi. Ada pula yang mengatakan bahwa dia berasal dari keturunan bani Hijaz.
Ada beberapa pendapat yang berkembang seputar kematiannya, dan salah satunya pendapat mengatakan bahwa dia meninggal pada waktu perang Badar, yaitu tahun 20 H.
Diriwayatkan dari Dzar, dari Abdullah, dia berkata, “Orang yang pertama kali menampakkan keislamannya ada tujuh orang, yaitu Rasulullah, Abu Bakar, Ammar, ibunya Sumayah, Bilal, Shuhaib, dan Al Miqdad. Adapun Rasulullah dan Abu Bakar dilindungi oleh Allah dari kaumnya. Sedangkan yang lain disiksa oleh orang-orang musyrik dengan memakaikan baju besi dan menjemur mereka di bawah terik matahari. Mereka semua disiksa seperti itu hingga akhirnya mereka menuruti keinginan orang-orang musyrik, kecuali Bilal. Jiwanya ketika itu tetap teguh memegang agama Allah dan pantang menyerah terhadap intimidasi kaumnya. Mereka menyeretnya mengelilingi penduduk Makkah, tetapi dia tetap mengatakan ahad, ahad.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah SAW pernah berkata kepada Bilal ketika shalat Subuh, ‘Ceritakan kepadaku tentang amal yang paling digemari, yang engkau lakukan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara sandalmu di surga tadi malam’. Bilal berkata, ‘Aku tidak melakukan suatu perbuatan yang digemari, hanya saja setiap kali aku bersuci pada malam atau siang hari, aku melakukan shalat karena Allah, sebagaimana yang diwajibkan kepadaku untuk mengerjakan shalat’.”
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Umar berkata, “Abu Bakar adalah pemimpin kami dan dia telah memerdekakan Bilal yang juga pemimpin kami.”
Diriwayatkan dari Qais, dia berkata, “Abu Bakar memerdekakan Bilal saat dia ditindih dengan batu dan membelinya dengan emas seberat lima awaq.87 Mereka yang menyiksa Bilal ketika itu berkata, “Seandainya engkau mau membeli dan menawarnya dengan harta satu awaq maka aku pasti berikan.” Abu Bakar berkata, “Seandainya kalian menolak dan menghargainya seharga seratus awaq, maka aku akan tetap membelinya.”
Diriwayatkan dari Sa’ad, dia berkata: Kami berenam pernah bersama Rasulullah SAW, lalu orang-orang musyrik berkata, “Usirlah mereka dari kamu, karena mereka tidak setara dengan kami. Pada waktu itu aku bersama Ibnu Mas’ud, Bilal, seorang pria dari Hudzail, dan dua orang lainnya. Lalu turunlah firman Allah,
‘Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru kepada tuhannya …’.” (Qs. Al An’aam [6]: 52-53)
Aisyah berkata, “Ketika Rasulullah SAW masuk kota Madinah, kondisi Abu Bakar dan Bilal kurang sehat. Abu Bakar sedang menderita demam tinggi, dia berkata,
Setiap orang bertemu dengan keluarganya pada pagi hari
Sementara maut lebih dekat dari terompah sandalnya
Ketika Bilal terlepas dari siksaan itu, dia mengangkat suaranya seraya berkata,
Aduhai, seandainya syairku, haruskah kutidur pada malam hari
Di lembah yang di sekelilingku Idzkhir dan Jalil
Akankah aku membawa pada suatu hari air sumur Majannah88
Akankah mereka memperlihatkan Syamah dan Thafil kepadaku89
Ya Allah, timpakanlah laknat-Mu kepada Utbah, Syaibah, dan Umayyah bin Khalaf, seperti halnya tindakan mereka mengusir kami dari negeri kami menuju negeri bencana.90
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Rasulullah bersabda,
‘Surga merindukan tiga orang, yaitu Ali, Ammar, dan Bilal’.”
Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dia berkata, “Kita memasuki kota Syam bersama Umar, lalu Bilal mengumandangkan Adzan. Orang-orang lalu menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW, hingga beliau menangis yang belum pernah orang melihatnya menangis seperti hari itu.”
Abu Ad-Darda` berkata: Ketika Umar memasuki kota Syam, dia meminta Bilal untuk menemaninya, maka dia pun melaksanakannya. Begitu juga dengan saudaraku Ruwaihah yang dipersaudarakan Rasulullah SAW denganku. Dia kemudian singgah di sebuah kampung di Khaulan. Lalu dia dan saudaranya pergi menuju penduduk Khaulan. Mereka berkata, “Kami sebenarnya mengunjungi kalian untuk meminang. Dulu kami kafir dan Allah memberikan petunjuk kepada kami. Dulu kami budak dan Allah memerdekakam kami. Dulu kami adalah fakir dan sekarang Allah memberikan kekayaan kepada kami. Jika kalian menikahkan kami maka alhammdulillah, dan jika kalian menolak kami maka na’udzibillah.” Mereka pun menikahkan keduanya.
Diriwayatkan dari Yahya bin Sa’ad, dia berkata, “Umar pernah mengingat keutamaan dan kebaikan Abu Bakar, kemudian menyebutkan keutamaannya, “Pemimpin kita ini, Bilal, adalah salah satu kebaikan dari kebaikan yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar.”
Sa’id bin Abdul Aziz berkata, “Menjelang wafat Bilal berkata, ‘Besok para kekasih bertemu dengan Muhammad tercinta dan rombongannya’. Mendengar itu, istrinya berkata, ‘Aduh betapa tragisnya!’ Bilal lalu berkata, ’Aduh betapa senangnya’.”
-----------------
siyar alam an-nubala
pustakaazzam.com
kutipan dari:
http://www.cara-global.com/2010/11/bilal-bin-rabah.html
Selain itu, dia banyak memiliki keistimewaan, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Asakir. Usianya mencapai 60-an tahun. Ada yang mengatakan bahwa dia berasal dari bani Habsyi. Ada pula yang mengatakan bahwa dia berasal dari keturunan bani Hijaz.
Ada beberapa pendapat yang berkembang seputar kematiannya, dan salah satunya pendapat mengatakan bahwa dia meninggal pada waktu perang Badar, yaitu tahun 20 H.
Diriwayatkan dari Dzar, dari Abdullah, dia berkata, “Orang yang pertama kali menampakkan keislamannya ada tujuh orang, yaitu Rasulullah, Abu Bakar, Ammar, ibunya Sumayah, Bilal, Shuhaib, dan Al Miqdad. Adapun Rasulullah dan Abu Bakar dilindungi oleh Allah dari kaumnya. Sedangkan yang lain disiksa oleh orang-orang musyrik dengan memakaikan baju besi dan menjemur mereka di bawah terik matahari. Mereka semua disiksa seperti itu hingga akhirnya mereka menuruti keinginan orang-orang musyrik, kecuali Bilal. Jiwanya ketika itu tetap teguh memegang agama Allah dan pantang menyerah terhadap intimidasi kaumnya. Mereka menyeretnya mengelilingi penduduk Makkah, tetapi dia tetap mengatakan ahad, ahad.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah SAW pernah berkata kepada Bilal ketika shalat Subuh, ‘Ceritakan kepadaku tentang amal yang paling digemari, yang engkau lakukan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara sandalmu di surga tadi malam’. Bilal berkata, ‘Aku tidak melakukan suatu perbuatan yang digemari, hanya saja setiap kali aku bersuci pada malam atau siang hari, aku melakukan shalat karena Allah, sebagaimana yang diwajibkan kepadaku untuk mengerjakan shalat’.”
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Umar berkata, “Abu Bakar adalah pemimpin kami dan dia telah memerdekakan Bilal yang juga pemimpin kami.”
Diriwayatkan dari Qais, dia berkata, “Abu Bakar memerdekakan Bilal saat dia ditindih dengan batu dan membelinya dengan emas seberat lima awaq.87 Mereka yang menyiksa Bilal ketika itu berkata, “Seandainya engkau mau membeli dan menawarnya dengan harta satu awaq maka aku pasti berikan.” Abu Bakar berkata, “Seandainya kalian menolak dan menghargainya seharga seratus awaq, maka aku akan tetap membelinya.”
Diriwayatkan dari Sa’ad, dia berkata: Kami berenam pernah bersama Rasulullah SAW, lalu orang-orang musyrik berkata, “Usirlah mereka dari kamu, karena mereka tidak setara dengan kami. Pada waktu itu aku bersama Ibnu Mas’ud, Bilal, seorang pria dari Hudzail, dan dua orang lainnya. Lalu turunlah firman Allah,
‘Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru kepada tuhannya …’.” (Qs. Al An’aam [6]: 52-53)
Aisyah berkata, “Ketika Rasulullah SAW masuk kota Madinah, kondisi Abu Bakar dan Bilal kurang sehat. Abu Bakar sedang menderita demam tinggi, dia berkata,
Setiap orang bertemu dengan keluarganya pada pagi hari
Sementara maut lebih dekat dari terompah sandalnya
Ketika Bilal terlepas dari siksaan itu, dia mengangkat suaranya seraya berkata,
Aduhai, seandainya syairku, haruskah kutidur pada malam hari
Di lembah yang di sekelilingku Idzkhir dan Jalil
Akankah aku membawa pada suatu hari air sumur Majannah88
Akankah mereka memperlihatkan Syamah dan Thafil kepadaku89
Ya Allah, timpakanlah laknat-Mu kepada Utbah, Syaibah, dan Umayyah bin Khalaf, seperti halnya tindakan mereka mengusir kami dari negeri kami menuju negeri bencana.90
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Rasulullah bersabda,
‘Surga merindukan tiga orang, yaitu Ali, Ammar, dan Bilal’.”
Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dia berkata, “Kita memasuki kota Syam bersama Umar, lalu Bilal mengumandangkan Adzan. Orang-orang lalu menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW, hingga beliau menangis yang belum pernah orang melihatnya menangis seperti hari itu.”
Abu Ad-Darda` berkata: Ketika Umar memasuki kota Syam, dia meminta Bilal untuk menemaninya, maka dia pun melaksanakannya. Begitu juga dengan saudaraku Ruwaihah yang dipersaudarakan Rasulullah SAW denganku. Dia kemudian singgah di sebuah kampung di Khaulan. Lalu dia dan saudaranya pergi menuju penduduk Khaulan. Mereka berkata, “Kami sebenarnya mengunjungi kalian untuk meminang. Dulu kami kafir dan Allah memberikan petunjuk kepada kami. Dulu kami budak dan Allah memerdekakam kami. Dulu kami adalah fakir dan sekarang Allah memberikan kekayaan kepada kami. Jika kalian menikahkan kami maka alhammdulillah, dan jika kalian menolak kami maka na’udzibillah.” Mereka pun menikahkan keduanya.
Diriwayatkan dari Yahya bin Sa’ad, dia berkata, “Umar pernah mengingat keutamaan dan kebaikan Abu Bakar, kemudian menyebutkan keutamaannya, “Pemimpin kita ini, Bilal, adalah salah satu kebaikan dari kebaikan yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar.”
Sa’id bin Abdul Aziz berkata, “Menjelang wafat Bilal berkata, ‘Besok para kekasih bertemu dengan Muhammad tercinta dan rombongannya’. Mendengar itu, istrinya berkata, ‘Aduh betapa tragisnya!’ Bilal lalu berkata, ’Aduh betapa senangnya’.”
-----------------
siyar alam an-nubala
pustakaazzam.com
kutipan dari:
http://www.cara-global.com/2010/11/bilal-bin-rabah.html
Selasa, Agustus 31, 2010
IKHTISHAR BIOGRAFI HADLROTIS SYAIKH IMAM NAWAWI
Muassis Ma'had "Mahir Arriyadl"Ringinagung-Pare-Kediri-JawaTimur
Pada sekitar tahun 1870 M,Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi mendirikan sebuah Pondok Pesantren Salafiyyah yang berasaskan Ahlussunah Wal Jamaah yang kemudian bernama Ponpes"Mahir Arriyadl".Dalam memberi suri tauladan pada masyarakat Syaikh senantiasa mengedepankan sikap dan kpribadihan yang luhur.Dengan berbekal keeguhan hati,niat yang kuat serta tawakkal pada Allah SWT,Beliau memulai mewujudkan cita-cita yang luhurnya mendirikan pondok pesantren dengan membuka lahan di areal alas simpenan yang terkenal keangkerannya.Keadaan alas simpenan yang dipenuhi pohon-pohon besar mengharuskan Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi melakukan penebangan hutan.Seiring dengan penebangan itu seringkali terjadi keanehan-keanehan,diantaranya banyak pohon yang telah ditebang kemudian dikeringkan namun tidak mempan dibakar.Keanehan lain yang membuat para santri heboh adalah adanya pohon beringin yang agung(besar sekali),meski ditebang berulang kali dan batang pohonnya telah putus,akan tetapi sulit untuk di tumbangkan.Dengan adanya peristiwa itu akhirnya para santri yang ikut andil dalam penebangan alas simpenan bermusyawarah untuk mencari jalan keluarnya.Mereka akhirnya sepakat untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi.Salah seorang dari mereka yang bernama Jailani dipercaya untuk menghadap Hadlrotus Syaikh sehubungan dengan kemisteriusan pohon beringin tersebut.Mendengar hal tersebut beliau memutuskan untuk meninjau langsung ketempat kejadian.Terjadinya peristiwa misterius itu tidak membuat hati beliau goyah dalam cita-cita menyiarkan dinul islam ditengah-tengah masyarakat.Beliau tidak pernah putus asa dalam menghadapi segala ujian dan cobaan.Maka Beliau bermunajat pada Allah SWT dan mohon diberi petunjuk.Akhirnya beliau mendapat ilham agar mengamalkan Sholawat Nabi yang berbunyi:
اللهمّ صلّ على محمّد وسلّم
Setelah mendapatkan ilham tersebut,maka Hadlrotus Syaikh mengajak seluruh santrinya untuk membaca membaca sholawat tersebut bersama-sama.Atas izin Allah pohon beringin tersebut akhirnya tumbang seketika.Dan untuk mempermudah berkumpulnya para santri dalam melakukan shalawat berjama'ah Beliau selanjutnya mendirikan sebuah masjid yang akhirnya dikenal dengan masjid Ringinagung.Sejak saat itulah Shalawat tersebut dikenal dimasyarakat dengan"Shalawat Ringinagung" .Dengan keistimewaan shalawat tersebut Hadlrotus Syaikh menganjurkan para sntri senantiasa membacanya.Demi menjalankan amanat tersebut,maka hingga saat ini shalawat tersebut tetap menjadi permata berharga yang senantiasa dikumandangkan oleh penerus beliau dan juga santri-santrinya.Kenyataan tersebut dapat kita lihat dengan adanya rutinitas santri sekarang setiap ba'da maghrib malam jum'at yang berjamaah membaca shalawat Ringinagung di masjid peninggalan Hadlrotus Syakh Imam Nawawi.
Dalam pengetahuan beliau akan ajaran Rosul membuat beliau senantiasa berbuat baik dermawan dan murah hati pada sesama bahkan pada makhluk tak berakal sekalipun tetap arif.semua itu semata-mata sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.Pondok Pesantren yang beliau dirikan semakin hari semakin maju pesat ,hingga jumlah santri saat itu mencapai 7.000 orang.Beliau mencurahkan tenaga dan pikiran untuk meningkatkan kualitas para santri.Saat itu sebagian orang sulit untuk mendapatkan kehidupan yang layak termasuk para santri.Banyak para santri yang berusaha mandiri dengan bekerja diluar pondok sekedar mencukupi kehidupan sehari-hari sebagai penunjang tholabul ilmi mereka.Kemadirian para santri inilah yang mrupakan ciri khas pondok pesantren Ringinagung yang lestari hingga saat ini.Syaikh Imam Nawawi yang mengedepankan sifat welas dan asih selalu memberikan tunjangan kepada para santri yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan di pondok .Setelah beberapa tahun kemudian,yaitu sesudah tahun 1901 M(setelah pembangunan masjid Ringinagung)Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi berpulang kerahmatullah.Para santri dan penduduk merasa kehilangan .Mereka sadar hanya ulama'lah yang menjadi penerus Rosulullah SAW.Dalam memberantas yang bathil dan menegakkan yang haq.Hadlrotus Syaikh telah tiada namun nama dan jasanya akan dikenang sepanjang masa.
Satu abad sudah Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi berpulang keahmatulloh 35 tahun usia beliau,beliau curahkan untuk mengajarkan nilai-nilai luhur islami di pondok pesantren yang beliau dirikan.Beribu rintangan dan cobaan beliau hadapi dengan keteguhan dan kesabaran demi tercapainya cita-cita luhur dalam mencari KeridhoanNya.Kini setelah semua berlalu kita sebagai pemilik jiwa-jiwa yang gersang dan hati rapuh selayaknyalah untuk bercermin dan mewarisi nilai pekerti luhur yang beliau wariskan.Harapan kita bersama semoga kita dapat mengambil segala hikmahnya demi tercapainya kebahagiaan dan keselamatan dengan ridla-Nya.Semoga beliau yang telah berpulang kerahmatulloh senantiasa dipayungi oleh kasih sayang dan curahan ampun dariAllah SWT.Aamiin yaa robbal'aalamiin.
SEJARAH PERKEMBANGAN
Sekitar tahun 1968 M generasi penerus dari keluarga ndalem mendirikan Madrasah Al-Asna ,yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Mahir Arriyadl ,Adapun Madrasah Salafiyah yaitu lembaga pendidikan khusus mendalami ilmu-ilmu agama islam terdiri dari;SP(Sekolah Persiapan)Madrasah Ibtidaiyah,Tsanawiyah,'Aliyah,Musyawirin,yang masing-masing mempunyai sistem,metode,kurikulum,jenjang,kalender pendidikan dan kepengurusan tersendiri.Dalam kegiatan belajar mengajar Madrasah Salafiyah selalu mengikut sertakan santri secara aktif guna mempercepat keberhasilan tujuan pendidikan.
Kegiatan yang selalu exsis yaitu;Pengajian kitab-kitab kuning karena penjabaran dari para Mujtahidin dan para 'ulama' salaf tertuang dalam buku-buku teks yang telah teruji(al kutub al-mu'tabarah).Metode belajar yang digunakan dengan sistem klasikal dalam artian;wetonan,sorogan.dan bandongan.Dan masih ada lagi kegiatan ekstrakurikuler meliputi;Khatabah,Bahsul Masail,Qiroah bit taghonniy dan masih banyak lagi lainnya.
sumber Almanak Pondok Pesantren Salafiyah"Mahir Arriyadl"Ringinagung Keling Kepung Pare Kediri Tahun 2011 M/1432/33 H.
Pada sekitar tahun 1870 M,Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi mendirikan sebuah Pondok Pesantren Salafiyyah yang berasaskan Ahlussunah Wal Jamaah yang kemudian bernama Ponpes"Mahir Arriyadl".Dalam memberi suri tauladan pada masyarakat Syaikh senantiasa mengedepankan sikap dan kpribadihan yang luhur.Dengan berbekal keeguhan hati,niat yang kuat serta tawakkal pada Allah SWT,Beliau memulai mewujudkan cita-cita yang luhurnya mendirikan pondok pesantren dengan membuka lahan di areal alas simpenan yang terkenal keangkerannya.Keadaan alas simpenan yang dipenuhi pohon-pohon besar mengharuskan Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi melakukan penebangan hutan.Seiring dengan penebangan itu seringkali terjadi keanehan-keanehan,diantaranya banyak pohon yang telah ditebang kemudian dikeringkan namun tidak mempan dibakar.Keanehan lain yang membuat para santri heboh adalah adanya pohon beringin yang agung(besar sekali),meski ditebang berulang kali dan batang pohonnya telah putus,akan tetapi sulit untuk di tumbangkan.Dengan adanya peristiwa itu akhirnya para santri yang ikut andil dalam penebangan alas simpenan bermusyawarah untuk mencari jalan keluarnya.Mereka akhirnya sepakat untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi.Salah seorang dari mereka yang bernama Jailani dipercaya untuk menghadap Hadlrotus Syaikh sehubungan dengan kemisteriusan pohon beringin tersebut.Mendengar hal tersebut beliau memutuskan untuk meninjau langsung ketempat kejadian.Terjadinya peristiwa misterius itu tidak membuat hati beliau goyah dalam cita-cita menyiarkan dinul islam ditengah-tengah masyarakat.Beliau tidak pernah putus asa dalam menghadapi segala ujian dan cobaan.Maka Beliau bermunajat pada Allah SWT dan mohon diberi petunjuk.Akhirnya beliau mendapat ilham agar mengamalkan Sholawat Nabi yang berbunyi:
اللهمّ صلّ على محمّد وسلّم
Setelah mendapatkan ilham tersebut,maka Hadlrotus Syaikh mengajak seluruh santrinya untuk membaca membaca sholawat tersebut bersama-sama.Atas izin Allah pohon beringin tersebut akhirnya tumbang seketika.Dan untuk mempermudah berkumpulnya para santri dalam melakukan shalawat berjama'ah Beliau selanjutnya mendirikan sebuah masjid yang akhirnya dikenal dengan masjid Ringinagung.Sejak saat itulah Shalawat tersebut dikenal dimasyarakat dengan"Shalawat Ringinagung" .Dengan keistimewaan shalawat tersebut Hadlrotus Syaikh menganjurkan para sntri senantiasa membacanya.Demi menjalankan amanat tersebut,maka hingga saat ini shalawat tersebut tetap menjadi permata berharga yang senantiasa dikumandangkan oleh penerus beliau dan juga santri-santrinya.Kenyataan tersebut dapat kita lihat dengan adanya rutinitas santri sekarang setiap ba'da maghrib malam jum'at yang berjamaah membaca shalawat Ringinagung di masjid peninggalan Hadlrotus Syakh Imam Nawawi.
Dalam pengetahuan beliau akan ajaran Rosul membuat beliau senantiasa berbuat baik dermawan dan murah hati pada sesama bahkan pada makhluk tak berakal sekalipun tetap arif.semua itu semata-mata sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.Pondok Pesantren yang beliau dirikan semakin hari semakin maju pesat ,hingga jumlah santri saat itu mencapai 7.000 orang.Beliau mencurahkan tenaga dan pikiran untuk meningkatkan kualitas para santri.Saat itu sebagian orang sulit untuk mendapatkan kehidupan yang layak termasuk para santri.Banyak para santri yang berusaha mandiri dengan bekerja diluar pondok sekedar mencukupi kehidupan sehari-hari sebagai penunjang tholabul ilmi mereka.Kemadirian para santri inilah yang mrupakan ciri khas pondok pesantren Ringinagung yang lestari hingga saat ini.Syaikh Imam Nawawi yang mengedepankan sifat welas dan asih selalu memberikan tunjangan kepada para santri yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan di pondok .Setelah beberapa tahun kemudian,yaitu sesudah tahun 1901 M(setelah pembangunan masjid Ringinagung)Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi berpulang kerahmatullah.Para santri dan penduduk merasa kehilangan .Mereka sadar hanya ulama'lah yang menjadi penerus Rosulullah SAW.Dalam memberantas yang bathil dan menegakkan yang haq.Hadlrotus Syaikh telah tiada namun nama dan jasanya akan dikenang sepanjang masa.
Satu abad sudah Hadlrotus Syaikh Imam Nawawi berpulang keahmatulloh 35 tahun usia beliau,beliau curahkan untuk mengajarkan nilai-nilai luhur islami di pondok pesantren yang beliau dirikan.Beribu rintangan dan cobaan beliau hadapi dengan keteguhan dan kesabaran demi tercapainya cita-cita luhur dalam mencari KeridhoanNya.Kini setelah semua berlalu kita sebagai pemilik jiwa-jiwa yang gersang dan hati rapuh selayaknyalah untuk bercermin dan mewarisi nilai pekerti luhur yang beliau wariskan.Harapan kita bersama semoga kita dapat mengambil segala hikmahnya demi tercapainya kebahagiaan dan keselamatan dengan ridla-Nya.Semoga beliau yang telah berpulang kerahmatulloh senantiasa dipayungi oleh kasih sayang dan curahan ampun dariAllah SWT.Aamiin yaa robbal'aalamiin.
SEJARAH PERKEMBANGAN
Sekitar tahun 1968 M generasi penerus dari keluarga ndalem mendirikan Madrasah Al-Asna ,yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Mahir Arriyadl ,Adapun Madrasah Salafiyah yaitu lembaga pendidikan khusus mendalami ilmu-ilmu agama islam terdiri dari;SP(Sekolah Persiapan)Madrasah Ibtidaiyah,Tsanawiyah,'Aliyah,Musyawirin,yang masing-masing mempunyai sistem,metode,kurikulum,jenjang,kalender pendidikan dan kepengurusan tersendiri.Dalam kegiatan belajar mengajar Madrasah Salafiyah selalu mengikut sertakan santri secara aktif guna mempercepat keberhasilan tujuan pendidikan.
Kegiatan yang selalu exsis yaitu;Pengajian kitab-kitab kuning karena penjabaran dari para Mujtahidin dan para 'ulama' salaf tertuang dalam buku-buku teks yang telah teruji(al kutub al-mu'tabarah).Metode belajar yang digunakan dengan sistem klasikal dalam artian;wetonan,sorogan.dan bandongan.Dan masih ada lagi kegiatan ekstrakurikuler meliputi;Khatabah,Bahsul Masail,Qiroah bit taghonniy dan masih banyak lagi lainnya.
sumber Almanak Pondok Pesantren Salafiyah"Mahir Arriyadl"Ringinagung Keling Kepung Pare Kediri Tahun 2011 M/1432/33 H.
Rabu, Agustus 25, 2010
Siapakah Imam Mahdi as Itu?
Menurut pendapat para ahli sejarah dan hadis, Imam Mahdi as dilahirkan pada malam Jumat, 15 Sya'ban 255 atau 256 H. Ayahanda beliau adalah Imam Hasan al-'Askari dan ibunda beliau—menurut beberapa riwayat—bernama Narjis, Shaqil, Raihanah, atau Susan. Akan tetapi, beragamnya nama yang dimiliki oleh ibunda beliau ini tidak mengindikasikan keberagaman diri sebagai seorang wanita. Karena, tidak menutup kemungkinan beliau memiliki nama-nama yang beragam sebagaimana layaknya orang-orang besar lainnya. [1] Tempat kelahiran beliau adalah Samirra`, sebuah kota besar di Irak dan pada masa kekhilafahan Bani Abbasiah pernah menjadi ibu kota kerajaan.
Silsilah nasab beliau secara terperinci adalah Muhammad al-Mahdi bin Hasan al-‘Askari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali as-Sajjad bin Husain as-Syahid bin Ali bin Abi Thalib as.
Kelahiran beliau adalah sebuah realita yang tidak dapat dipungkiri. Banyak sekali bukti historis dan tekstual yang menegaskan hal itu.
Imam Ja'far ash-Shadiq as berkata: “Tidak akan meninggal dunia salah seorang dari kami kecuali ia akan meninggalkan seseorang yang akan meneruskan missinya, berjalan di atas sunnahnya dan melanjutkan dakwahnya.” [2]
Hakimah, bibi Imam Hasan al-‘Askari as pernah menggendong beliau dan melihat di bahu sebelah kanannya tertulis “Kebenaran telah datang dan kebatilan telah sirna”. (QS. Al-Isrâ`: 81).
Kurang lebih enam puluh lima ulama Ahlussunnah dalam buku-buku mereka juga menegaskan hal itu. Syeikh Najmuddin al-‘Askari dalam bukunya al-Mahdi al-Mau’ûd al-Muntazhar menyebutkan empat puluh nama mereka dan Syeikh Luthfullah ash-Shafi dalam bukunya Muntakhab al-Atsar menyebtukan dua puluh enam nama. [3] Di antara mereka adalah:
a. Ali bin Husain al-Mas’udi. Ia menulis: “Pada tahun 260, Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as meninggal dunia pada masa kekhilafahan al-Mu’tamid al-Abbasi. Ketika meninggal dunia, ia baru berusia dua puluh sembilan tahun. Ia adalah ayah Mahdi al-Muntazhar.” [4]
b. Syamsuddin bin Khalakan. Ia menulis: “Abul Qasim Muhammad bin Hasan al-‘Askari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad adalah imam Syi’ah yang kedua belas. Julukannya yang terkenal adalah al-Hujjah. Syi’ah menjulukinya dengan al-Muntazhar, al-Qâ`im dan al-Mahdi. Ia dilahirkan pada hari Jumat, 15 Sya’ban 255. Ketika ayahnya meninggal dunia, usianya baru lima tahun. Nama ibunya adalah Khamth, dan menurut pendapat sebagian ulama, Narjis.” [5]
c. Syeikh Abdullah asy-Syabrawi. Ia menulis: “Imam kesebelas adalah Hasan al-‘Askari. Ia lahir di Madinah pada tanggal 8 Rabi’ul Awal 232, dan pada tanggal 8 Rabi’ul Awal 260 meninggal dunia pada usia dua puluh delapan tahun. Cukuplah menjadi sebuah kebanggaan baginya bahwa ia adalah ayah Imam Mahdi al-Muntazhar ... Mahdi dilahirkan di Samirra` pada malam nishfu Sya’ban 255, lima tahun sebelum kewafatan ayahnya. Dari sejak dilahirkan, ayahnya selalu menyembunyikannya dari pandangan umum karena beberapa problem (yang menuntut) dan kekhawatiran terhadap ulah para khalifah Abbasiah. Karena Bani Abbas selalu mencari-cari keluarga Rasulullah dan menjatuhkan hukuman terhadap mereka, membunuh atau menggantung mereka. Hal itu dikarenakan mereka berkeyakinan bahwa dinasti kerajaan mereka akan musnah di tangan keluarga Muhammad. Yaitu, di tangan Imam Mahdi as. Dan mereka mengetahui realita ini dari hadis-hadis yang mereka dengar dari Rasulullah SAWW.” [6]
d. Syeikh Abd. Wahhab asy-Sya’rani. Ia menegaskan: “Mahdi adalah salah seorang dari putra-putra Imam Hasan al-‘Askari as. Ia dilahirkan pada malam nishfu Sya’ban 255. Ia hidup (hingga sekarang) sehingga ia berjumpa dengan Nabi Isa as (kelak).” [7]
e. Syeikh Sulaiman al-Qunduzi al-Hanafi. Ia menulis: “Satu berita yang pasti dan paten di kalangan orang-orang yang dapat dipercaya adalah, bahwa kelahiran al-Qâ`im terjadi pada malam nishfu Sya’ban 255 di kota Samirra`.” [8]
Manipulasi Hadis
Ketika kita merujuk kepada buku-buku referensi hadis dan sejarah, yang kita dapati adalah, bahwa Imam Mahdi as adalah putra Imam Hasan al-‘Askari, sebagaimana hal itu dapat kita simak pada sekilas pembahasan di atas. Akan tetapi, kita akan menemukan satu hadis dalam buku-buku referensi Ahlussunnah yang berlainan dengan hadis-hadis tersebut. Di dalam hadis ini terdapat penambahan sebuah frase yang—mungkin—memang disengaja untuk memanipulasi dan menciptakan keraguan dalam menilai hadis-hadis tersebut.
Anehnya, sebagian orang memegang teguh satu hadis ini dan meninggalkan hadis-hadis lain yang lebih dapat dipercaya, mungkin karena hadis itu sejalan dengan ide dan kiprah politik-sosialnya.
Hadis itu adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ دَاوُدَ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زُرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، عَنِ النَّبِيِّ (ص) أَنَّهُ قَالَ: "لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ وَاحِدٌ، لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ اللهُ رَجُلاً مِنِّيْ (أَوْ: مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ) يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِيْ وَ اسْمُ أَبِيْهِ اسْمَ أَبِيْ ، يَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَ جَوْرًا."
Diriwayatkan dari Abu Daud, dari Zaidah, dari ‘Ashim, dari Zurr, dari Abdullah, dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, “Seandainya tidak tersisa dari (usia) dunia ini kecuali hanya sehari, niscaya Allah akan memanjangkan hari itu hingga Ia membangkitkan seseorang dariku (dari Ahlulbaitku) yang namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku . Ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman.”
Hadis di atas tidak dapat kita jadikan pijakan, baik dari sisi sanad maupun dari sisi kandungan.
Dari sisi sanad, hadis ini diriwayatkan dari Zaidah. Jika kita merujuk kepada buku-buku ilmu Rijal, akan kita dapatkan bahwa semua nama Zaidah memiliki catatan negatif dalam sejarah hidupnya; Zaidah bin Sulaim adalah seorang yang tidak diketahui juntrungannya (majhûl), Zaidah bin Abi ar-Ruqad adalah seorang yang lemah (dha’îf), menurut Ziyad an-Numairi dan hadisnya harus ditinggalkan, menurut Bukhari, dan Zaidah bin Nasyid tidak dikenal kecuali melalui riwayat putranya darinya, menurut Ibnu al-Qatthan. Sementara Zaidah (dengan tidak disebutkan nama ayahnya), hadisnya harus ditinggalkan, menurut Abu Hatim dan hadisnya tidak bisa diikuti, menurut Bukhari, atau ia ahli dalam menyisipkan kata-kata baru ke dalam hadis, menurut sebagian ulama Rijal. [9]
Dari sisi kandungan, tidak hanya Zaidah yang meriwayatkannya dari jalur Zurr. Bahkan, ada beberapa jalur lain selaian Zaidah, dan hadis-hadis itu tidak memiliki tambahan “dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku”. Dari sini dapat diketahui bahwa tambahan frase tersebut adalah ulah tangan Zaidah. Di samping itu, hadis-hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw mengenai Imam Mahdi as tidak memiliki tambahan frase tersebut. Ditambah lagi ijmâ’ Muslimin yang menegaskan bahwa Imam Mahdi adalah putra Imam Hasan al-‘Askari as.
Al-Hâfizh al-Kunji as-Syafi’i menulis, “Semua hadis yang datang dari saw tidak memiliki tambahan frase ‘dan nama ayahnya sama dengan nama ayahu’. ... Tirmidzi telah menyebutkan hadis tersebut dan tidak menyebutkan frase ‘dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku’, dan di dalam kebanyakan hadis-hadis para perawi hadis yang dapat dipercaya hanya terdapat frase ‘namanya sama dengan namaku’. Pendapat penentu dalam hal ini adalah, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal dengan ketelitiannya telah meriwayatkan hadis tersebut di dalam Musnadnya di beberapa kesempatan, dan ia hanya menyebutkan frase ‘namanya sama dengan namaku’.” [10]
Yang perlu kita simak di sini adalah mengapa penambahan frase itu harus terjadi? Adakah tujuan tertentu di balik itu?
Minimal ada dua kemungkinan di balik penambahan frase tersebut:
Pertama , ada usaha untuk melegitimasi salah satu penguasa dinasti Abbasiah yang bernama Muhammad bin Abdullah. Ia memiliki julukan al-Mahdi, dan dengan hadis picisan tersebut mereka ingin mengaburkan opini umum tentang al-Mahdi yang sebenarnya.
Kedua , ada usaha untuk melegitimasi Muhammad bin Abdullah bin Hasan yang memiliki julukan an-Nafs az-Zakiyah (jiwa yang suci). Karena ia memberontak kepada penguasa Bani Abbasiah waktu itu, para pembuat hadis itu ingin memperkenalkannya—sesuai dengan kepentingan politis-sosialnya—kepada khalayak bahwa ia adalah al-Mahdi yang sedang ditunggu-tunggu. [11]
Kisah Kelahiran
Kisah kelahiran orang-orang besar selalu menyimpan rahasia dan misteri tersendiri. Betapa banyak peristiwa yang terjadi pada saat seorang agung lahir yang sungguh di luar kemampuan akal kepala kita untuk memahami dan “mempercayaninya”. Tapi, hal itu bukanlah seuatu hal yang aneh jika dikaitkan dengan kehendak Ilahi. Karena selama suatu peristiwa masih bersifat mungkin, bukan mustahil, hal itu masih berada di bawah ruang lingkup kehendak Ilahi meskipun termasuk kategori sesuatu yang aneh menurut akal kita.
Kisah kelahiran Imam Mahdi as adalah salah atu dari sekian kisah aneh (baca: ajaib) yang pernah terjadi di sepanjang sejarah manusia. Mari kita simak bersama.
Sayidah Hakimah binti Imam Muhammad al-Jawad as bercerita:
Abu Muhammad Hasan bin Ali (al-‘Askari) datang ke rumahku seraya berkata: “Wahai bibiku, berbuka puasalah di rumah kami malam ini. Malam ini adalah malam nishfu Sya’ban. Allah Ta’ala akan menampakkan hujjah-Nya di atas bumi pada malam ini.” “Siapakah ibunya?”, tanyaku “Narjis”, jawabnya singkat. “Sepertinya ia tidak memiliki tanda-tanda kehamilan?”, tanyaku lagi. “Hal itu akan terjadi seperti yang telah kukatakan”, katanya menimpali.
Setelah sampai di rumahnya, kuucapkan salam dan duduk. Tidak lama Narjis datang menemuiku untuk melepaskan sandalku seraya berkata: “Wahai junjunganku, izinkanlah kulepaskan sandal Anda.” “Tidak! Engkaulah junjunganku. Demi Allah, aku tidak akan mengizinkan engkau melepaskan sandalku dan berkhidmat kepadaku. Seharusnya akulah yang harus berkhidmat kepadamu”, tegasku. Abu Muhammad mendengar ucapanku itu. Ia berkata: “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan wahai bibiku.”
Kukatakan kepada Narjis: “Pada malam ini Allah akan menganugrahkan kepadamu seorang putra yang akan menjadikan junjungan di dunia dan akhirat.” Ia duduk sambil menahan malu.
Setelah selesai mengerjakan shalat Isya`, aku berbuka puasa dan setelah itu, pergi ke tempat tidur. Ketika pertengahan malam tiba, aku bangun untuk mengerjakan shalat. Setelah aku selesai mengerjakan shalat, Narjis masih tertidur pulas dan tidak ada kejadian khusus terhadap dirinya. Akhirnya aku duduk-duduk sambil membaca wirid. Setelah itu, aku terbaring hingga tertidur pulas. Tidak lama kemudian, aku terbangun dalam keadaan tertegun, sedangkan ia masih tertidur pulas. Tidak lama berselang, ia terbangun dari tidurnya dalam keadaan ketakutan. Ia keluar untuk berwudhu. Ia kembali ke kamar dan mengerjakan shalat. Ketika ia sedang mengerjakan rakaat witir, aku merasa bahwa fajar sudah mulai menyingsing. Aku keluar untuk melihat fajar. Ya, fajar pertama telah menyingsing. (Melihat tidak ada tanda-tanda ia akan melahirkan), keraguan terhadap janji Abu Muhammad mulai merasuki kalbuku. Tiba-tiba Abu Muhammad menegorku dari kamarnya: “Janganlah terburu-buru wahai bibiku. Karena janji itu telah dekat.” Aku merasa malu kepadanya atas keraguan yang telah menghantuiku. Di saat aku sedang kembali ke kamar, Narjis telah selesai mengerjakan shalat. Ia keluar dari kamar dalam keadaan ketakutan, dan aku menjumpainya di ambang pintu. “Apakah engkau merasakan sesuatu?”, tanyaku. “Ya, bibiku. Aku merasakan berat sekali”, jawabnya. “Ingatlah Allah selalu. Konsentrasikan pikiranmu. Hal itu seperti yang telah kukatakan padamu. Engkau tidak perlu takut”, kataku menguatkannya.
Lalu, aku mengambil sebuah bantal dan kuletakkannya di tengah-tengah kamar. Kududukkannya di atasnya dan aku duduk di hadapannya layaknya seorang wanita yang sedang menangani seseorang yang ingin melahirkan. Ia memegang telapak tanganku dan menekannya sekuat tenaga. Ia menjerit karena kesakitan dan membaca dua kalimat syahadah. Abu Muhammad berkata dari balik kamar: “Bacalah surah al-Qadr untuknya.” Aku mulai membacanya dan bayi yang masih berada di dalam perut itu menirukan bacaanku. Aku ketakutan terhadap apa yang kudengar. Abu Muhammad berkata lagi: “Janganlah merasa heran terhadap urusan Allah. Sesungguhnya Allah membuat kami berbicara dengan hikmah pada waktu kami masih kecil dan menjadikan kami hujjah di atas bumi-Nya ketika kami sudah besar.”
Belum selesai ucapannya, tirai cahaya menutupiku untuk dapat melihatnya. Aku berlari menuju Abu Muhammad sambil menjerit. “Kembalilah wahai bibiku. Engkau akan mendapatkannya masih di tempatnya”, katanya padaku.
Aku kembali. Tidak lama kemudian, tirai cahaya itu tersingkap. Tiba-tiba aku melihatnya dengan seunggun cahaya yang menyilaukan mataku. Kulihat wali Allah dalam kondisi sujud. Di lengan kanannya tertulis: “Telah datang kebenaran dan sirna kebatilan. Sesungguhnya kebatilan telah sirna”. Ia berkata dalam keadaan sujud: “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, kakekku Muhammad adalah Rasulullah, dan ayahku Amirul Mukminin wali Allah.” Selanjutnya ia menyebutkan nama para imam satu-persatu hingga sampai pada dirinya. Kemudian, ia berdoa: “Ya Allah, wujudkanlah untukku apa yang telah Kau janjikan padaku, sempurnakanlah urusanku, kokohkanlah langkahku, dan penuhilah bumi ini karenaku dengan keadilan.” Setelah itu, ia mengangkat kepalanya seraya membaca ayat, “Allah bersaksi dalam keadaan menegakkan keadilan bahwa tiada tuhan selain Ia, dan begitu juga para malaikat dan orag-orang yang diberi ilmu. Tiada tuhan selian Ia yang Maha Perkasa nan Bijaksana. Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam”. (QS. Ali ‘Imran : 18-19) Kemudian, ia bersin. Ia berkata: “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga Allah mencurahkan shalawat atas Muhammad dan keluarganya. Orang-orang zalim menyangka bahwa hujjah Allah telah sirna.”
Aku menggendongnya dan mendudukknnya di pangkuanku. Sungguh anak yang bersih dan suci. Abu Muhammad berkata: “Bawalah putraku kemari wahai bibiku.” Aku membawanya kepadanya. Ia menggendongnya seraya memasukkan lidahnya ke dalam mulutnya dan mengelus-elus kepala, kedua mata, telinga dan seluruh sikunya. Lalu, ia berkata kepadanya: “Berbicaralah wahai putraku.” Ia membaca dua kalimat syahadah dan mengucapkan shalawat untuk Rasulullah dan para imam satu-persatu. Setelah sampai di nama ayahnya ia diam sejenak. Ia memohon perlindungan dari setan yang terkutuk seraya membaca ayat: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan Kami akan memberikan anugrah kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi, menjadikan mereka para pemimpin dan para pewaris. Dan Kami akan menjayakan mereka di muka bumi dan memperlihatkan kepada Fir’aun, Haman dan bala tentara mereka apa yang mereka takutkan.”
Setelah itu, Abu Muhammad memberikannya kepadaku kembali seraya berkata: “Wahai bibiku, kembalikanlah kepada ibundanya supaya ia berbahagia dan tidak susah. Sesungguhnya janji Allah adalah benar. Akan tetapi, mayoritas umat manusia tidak mengetahui.”
Kukembalikan ia kepada ibunya dan fajar telang menyingsing waktu itu. Setelah mengerjakan shalat Shubuh, aku mohon pamit kepadanya. [12]
Kelahiran Yang Tersembunyi
Meskipun bukti-bukti tekstual dan historis di atas sangat gamblang dan jelas, kelahiran beliau masih menjadi misteri bagi sebagian orang. Mereka malah mengingkari bahwa beliau telah lahir dan menganggapnya masih belum lahir. Mungkin faktor utama atas klaim mereka itu adalah kelahiran beliau yang terjadi secara tersembunyi dan tidak pernah melihat beliau kecuali sahabat-sahabat dekat Imam Hasan al-‘Askari as. Tapi, ketika kita memperhatikan situasi dan kondisi politik yang dominan dan sangat genting di masa-masa terakhir kehidupan Imam Hasan al-‘Askari, kita akan memaklumi kelahiran beliau yang terjadi secara tersembunyi itu. Karena hal itu memang terjadi karena tuntutan sikon yang ada waktu itu mengingat Imam Mahdi as adalah hujjah Ilahi yang terakhir, dan seandainya penguasa waktu itu berhasil membunuh beliau, niscaya dunia ini sudah tutup usia.
Mungkin pendapat seorang penulis kenamaan berikut ini layak kita renungkan bersama, paling tidak hal itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Ia menulis, “Rahasia di balik kelahiran beliau yang terjadi secara tersembunyi itu adalah, bahwa ketika dinasti Abbasiah mengetahui melalui hadis-hadis Nabi dan para imam Ahlulbait as bahwa Imam Mahdi adalah imam kedua belas yang akan meratakan keadilan di atas bumi ini, menghancurkan benteng-benteng kesesatan, membasmi pemerintahan thaghut dan menguasai Barat dan Timur, mereka ingin untuk memadamkan cahaya Allah itu dengan cara membunuhnya. Oleh karena itu, mereka mengirim mata-mata dan para dukun bayi untuk menggeledah dan memeriksa rumah Imam Hasan al-‘Askari as. Akan tetapi, Allah masih berkehendak untuk menyempurnakan cahaya-Nya dan menyembunyikan kehamilan ibunda beliau, Narjis.
Disebutkan dalam beberapa referensi bahwa al-Mu’tamid al-Abbasi memerintahkan para dukun bayi untuk memasuki rumah-rumah Bani Hasyim, khususnya Imam Hasan al-‘Askari tanpa harus meminta izin sebelumnya barangkali mereka dapat menemukan beliau telah lahir. Akan tetapi, Allah masih menghendaki untuk memberlakukan apa yang pernah terjadi pada kisah kelahiran Nabi Musa as. Pihak penguasa mengetahui bahwa kerajaan mereka akan musnah di tangan salah seorang dari keturunan Bani Israil. Oleh karena itu, mereka selalu mengawasi setiap wanita keturunan Bani Israil yang sedang hamil. Ketika melihat anak yang lahir dari mereka adalah lelaki, mereka langsung membunuhnya. Tapi, dengan kehendak Allah Musa tetapi lahir dengan selamat dan Ia menyembunyikan kelahirannya.
Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa kelahiran Imam Mahdi as memiliki keserupaan dengan kelahiran Nabi Musa dan Ibrahim as.” [13]
Dari sekilas pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Imam Mahdi as sudah lahir. Karenan jika tidak demikian, mengapa para penguasa Abbasiah memberlakukan pengontrolan ketat terhadap keturunan Bani Hasyim, khususnya istri Imam Hasan al-‘Askari? Mengapa mereka memerintahkan para dukun-dukun bayi untuk memasuki rumah beliau tanpa harus meminta izin terlebih dahulu? Pada peristiwa syahadah Imam Hasan al-‘Askari pada tanggal 8 Rabi’ul Awal 260, Ja’far al-Kadzzâb, saudara beliau ingin menjadi imam di saat shalat janazah hendak dilaksanakan. Karena sunnah Ilahi bahwa seorang imam tidak dapat dishalati kecuali oleh imam setelahnya, Imam Mahdi menampakkan dirinya dan menyingkirkan Ja’far dari tempat imam shalat jenazah. Tidak lama, berita kemunculan beliau di hadapan khalayak tersebar dan hal itu pun sampai ke telinga al-Mu’tamid, penguasa dinasti Abbasiah kala itu. Akhirnya, ia memerintahkan bala tentaranya untuk menggeledah rumah Imam Hasan al-‘Askari demi menangkap Imam Mahdi dan menyerahkannya kepada Khalifah [14] .
Meskipun kelahiran terjadi secara tersembunyi, tapi hal itu tidak menutup kemungkinan adanya sebagian orang yang pernah melihat beliau. Berikut ini nama-nama orang yang pernah melihat beliau dengan mata kepala mereka sendiri: [15]
a. Sayidah Hakimah binti Ali al-Hadi, bibi Imam Hasan al-‘Askari. Beliaulah yang menemani Narjis saat melahirkan Imam Mahdi as.
b. Abu Ghanim, pembantu setia Imam Hasan al-‘Askari as
c. Nasim, seorang pembantu di rumah Imam Hasan al-‘Askari as.
d. Kamil bin Ibrahim al-Madani, seorang agung yang pernah menganut mazhab al-Mufawwidhah dan kemudian meninggalkannya. Ia bercerita, “Para sahabat Imam al-‘Askari pernah mengutusku untuk menanyakan beberapa masalah dan supaya aku mengetahui tentang anak beliau yang baru lahir. Aku masuk ke rumah beliau. Setelah mengucapkan salam, aku duduk di pinggir sebuah pintu yang ditutupi oleh kain. Tiba-tiba angin bertiup dan menyingkap ujung kain itu. Kulihat seorang anak kecil (di balik pintu itu) yang sangat tampan bagaikan rembulan. Ia kira-kira masih berusia empat tahun. Ia berkata kepadaku, ‘Hai Kamil bin Ibrahim!’ Buluku merinding mendengar suara itu dan aku diberi ilham untuk mengucapkan, ‘Ya junjunganku!’ Ia melanjutkan, ‘Engkau datang kepada wali Allah untuk menanyakan kepadanya tentang statemen bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang yang berkeyakinan seperti keyakinanmu?’ ‘Betul, demi Allah’, jawabku. ‘Jika begitu, amat sedikit orang yang akan memasukinya. Demi Allah! Pasti akan masuk surga kaum yang dikenal dengan sebutan al-Haqqiyah’, tandasnya. ‘Wahai junjunganku! Siapakah mereka itu?’, tanyaku. ‘Mereka adalah sekelompok kaum yang karena kecintaan mereka kepada Ali, mereka siap untuk bersumpah demi haknya, meskipin mereka tidak mengetahui hak dan keutamannya’, tandasnya. Kemudian, ia melanjutkan, ‘Engkau datang juga ingin menanyakan tentang keyakinan mazhab al-Mufawwidhah. Mereka telah berbohong. Sebenarnya hati kami adalah wadah bagi kehendak Allah. Ketika Allah berkehendak, kami pun berkehendak. Allah berfirman, ‘Dan kalian tidak mungkin berkehendak kecuali jika Allah berkehendak’.’ Kain itu pun tertutup kembali dan aku tidak dapat untuk menyingkapnya kembali. Ayahnya melihatku sembari tersenyum. Ia berkata kepadaku, ‘Kenapa engkau masih duduk di sini sedangkan hujjah setelahku telah menjawab pertanyaanmu?’”
e. Abul Fadhl Hasan bin Husain al-‘Askari.
f. Ahmad bin Ishaq al-Asy’ari al-Qomi, wakil Imam Hasan al-‘Askari di Qom.
g. Ya’qub bin Manqusy.
h. Isa bin Mahdi al-Jawahiri.
i. Ibrahim bin Muhammad at-Tabrizi.
j. Utusan kota Qom.
k. Ibrahim bin Idris.
Nama dan Julukan
Orang-orang besar biasanya memiliki nama dan julukan lebih dari satu. Rasulullah SAWW memiliki nama dan julukan Muhammad, Ahmad, Thaha, Yasin, al-Basyir, an-Nadzir, dan lain sebagainya. Imam Ali dan seluruh imam dari keturunan beliau juga demikian. Hal itu bukanlah suatu hal yang kebetulan. Akan tetapi, menyingkap satu sisi dari sekian sisi kepribadian dan spiritual yang mereka miliki.
Imam Mahdi pun tak luput dari kaidah di atas. Beliau pun memiliki nama dan julukan lebih dari satu, seperti al-Mahdi, al-Hujjah, al-Qâ`im, al-Muntazhar, al-Khalaf as-Shâlih, Shâhib al-Amr, dan As-Sayid. Pada kesempatan ini, kami akan menyebutkan sebagiannya saja beserta alasan yang ditegaskan oleh hadis-hadis mengapa beliau memiliki nama dan julukan tersebut.
a. Al-Mahdi.
Dalam beberapa hadis, beliau dijuluki dengan al-Mahdi. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda, “Nama al-Mahdi adalah namaku.” Hadis serupa juga pernah diucapkan oleh Amirul Mukminin as.
Mengapa beliau diujuluki demikian? Hal itu dikarenakan Allah selalu menunjukkannya kepada hal-hal ghaib yang tidak diketahui oleh siapa pun. Berkenaan dengan hal ini Imam Muhammad al-Baqir as berkata, “Jika al-Mahdi kami telah bangkit, ia akan membagi-bagikan (harta) dengan sama rata dan berbuat adil terhadap rakyat jelata. Barangsiapa menaatinya, maka ia telah menaati Allah dan barangsiapa menentangnya, maka ia telah menentang Allah. Ia diberi nama al-Mahdi, karena Ia selalu menunjukkannya kepada sesuatu yang rahasia.” [16]
b. Al-Qâ`im
Julukan beliau ini mengungkap sebuah makna yang sangat signifikan. Al-Qâ`im adalah orang yang berdiri atau bangkit. Kebangkitan beliau kelak di akhir zaman berbeda sekali dengan seluruh kebangkitan yang pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Bisa diasumsikan bahwa kebangkitan beliau adalah satu-satunya kebangkitan yang belum pernah disaksikan oleh makhluk Allah. Jika kebangkitan-kebangkitan yang pernah terjadi sepanjang sejarah hanya bersifat parsial dan teritorial, kebangkitan beliau ini bersifat universal dan mendunia. Beliau akan menebarkan semerbak wangi kebenaran ke seluruh penjuru dunia sehingga setiap orang pasti dapat menikmatinya dengan penuh keleluasaan.
Dalam sebuah hadis Imam Ja’far as-Shadiq as pernah berkata, “Ia dinamai al-Qâ`im karena ia akan menegakkan kebenaran (dengan kebangkitannya).” [17]
Abu Hamzah ats-Tsumali pernah bertanya kepada Imam al-Baqir as: “Wahai putra Rasulullah, bukankah kalian semua adalah orang-orang yang menegakkan kebenaran (qâ`imîn bil-haq)?”
“Ya”, jawab beliau.
“Mengapa hanya Imam Mahdi yang dijuluki al-Qâ`im?”, tanyanya lagi.
Beliau menjawab: “Ketika kakekku Husain as terbunuh, para malaikat menangis meraung-raung di hadapan Allah ‘azza wa jalla ... Setelah itu, Allah menunjukkan para imam dari keturunan Husain as (kepada mereka). Mereka menjadi gembira dengan hal itu. (Pada waktu itu), salah seorang dari mereka sedang berdiri (qâ`im) mengerjakan shalat. Lantas Ia berfirman: ‘Dengan (perantara) orang yang sedang berdiri itu Aku akan membalas dendam kepada mereka (para pembunuhnya)’.” [18]
c. Al-Muntazhar
Jika dalam keyakinan masyarakat dunia pekerjaan menunggu dan menanti adalah sebuah kegiatan yang menjemukan, menunggu kedatangan seorang juru penyelamat dari segala penderitaan adalah sebuah harapan yang dapat memberikan energi baru bagi kegiatan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam konteks ini beliau diberi julukan al-Muntazhar, orang yang selalu dinantikan kedatangannya.
Imam al-Jawad as pernah ditanya: “Wahai putra Rasulullah, mengapa ia dijuluki al-Qâ`im?” “Karena ia akan bangkit setelah dilupakan dan mayoritas orang yang meyakini imâmahnya murtad”, jawab beliau. “Mengapa diberi julukan al-Muntazhar?”, beliau ditanya kembali. “Karena ia memiliki sebuah ghaibah yang sangat panjang. Orang-orang yang tulus akan selalu meunggu kehadirannya dan orang-orang yang kotor akan mengingkarinya”, jawab beliau tegas.
d. Al-Hujjah
Dalam keyakinan Islam, hujjah Allah pasti selalu ada pada setiap masa. Tidak pernah berlalu sebuah masa yang hujjah Allah absen di situ. Karena ia adalah satu-satunya perantara faidh (anugrah dan karunia) Ilahi untuk seluruh makhluknya. Tanpa hujjah, faidh Ilahi akan terputus dan seluruh alam semesta akan luluh-lantak.
[1] Muhammad Kazhim al-Qazwini, al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 22-23.
[2] Ushûl al-Kâfî, jilid 1, hal. 397.
[3] Untuk telaah lebih luas mengenai hal ini,silakan merujuk ke buku al-Imam al-Mahdi min al-Mahdi ilâ azh-Zhuhûr, karya Allamah Muhammad Kazhim al-Qazwini, hal. 97-100, cetakan pertama, penerbitan an-Nur, Beirut.
[4] Murûj adz-Dzahab, jilid 4, hal. 199, cetakan Mesir 1377 M.
[5] Tarikh Ibnu Khalakan (Wafayât al-A’yân), jilid 3, hal. 316, cetakan Mesir, Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah.
[6] Al-Ittihâf bi Hubb al-Asyrâf, hal. 178, cetakan Mesir 1316 H. menukil dari al-Mahdi al-Mau’ûd al-Muntazhar, karya Syeikh Najmuddin Ja’far al-‘Askari, jilid 1, hal. 200-201, cetakan Beirut 1397 H.
[7] Al-Yawâqît wa al-Jawâhir, hal. 145, cetakan Mesir 1307 M.
[8] Yanâbî’ al-Mawaddah, hal. 452, menukil dari al-Mahdi al-Mau’ûd, jilid 1, hal. 212-213.
[9] Syamsuddin Ahmad bin Muhammad adz-Dzahabi, Mîzân al-I’tidâl, jilid 2, hal. 52; al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 24.
[10] Al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 24 menukil dari al-Bayân fî Akhbâr Shâhib az-Zamân, hal. 93-94.
[11] Ibid. hal. 25.
[12] Al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 114-118; Kamil Sulaiman, Yaum al-Khalâsh, hal. 67-86.
[13] Luthfullah ash-Shafi al-Gulpaigani, Muntakhab al-Atsar fî al-Imam ats-Tsânî ‘Asyar, hal. 286, cetakan ketiga, penerbitan ash-Shadr, Tehran.
[14] Muhammad Reza Hakimi, Khoshîd-e Maghreb, hal, 24-26.
[15] Untuk menelaah lebih lanjut tentang hal ini, silakan merujuk ke buku Yaum al-Khalâsh, hal. 67-86.
[16] Muttaqi al-Hindi al-Hanafi, al-Burhân ‘Alamât Mahdi Âkhir az-Zamân, bab 3, hadis ke-8 dan 9.
[17] Allamah al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal. 30, cetakan Tehran 1393 H.
[18] Ibid. jilid 51, hal. 28-29.
kutipan dari:http://www.imamalmahdi.com/html/ind/html/imam%20mahdi/biografi-ringkas.htm#_edn10
Silsilah nasab beliau secara terperinci adalah Muhammad al-Mahdi bin Hasan al-‘Askari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja’far as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali as-Sajjad bin Husain as-Syahid bin Ali bin Abi Thalib as.
Kelahiran beliau adalah sebuah realita yang tidak dapat dipungkiri. Banyak sekali bukti historis dan tekstual yang menegaskan hal itu.
Imam Ja'far ash-Shadiq as berkata: “Tidak akan meninggal dunia salah seorang dari kami kecuali ia akan meninggalkan seseorang yang akan meneruskan missinya, berjalan di atas sunnahnya dan melanjutkan dakwahnya.” [2]
Hakimah, bibi Imam Hasan al-‘Askari as pernah menggendong beliau dan melihat di bahu sebelah kanannya tertulis “Kebenaran telah datang dan kebatilan telah sirna”. (QS. Al-Isrâ`: 81).
Kurang lebih enam puluh lima ulama Ahlussunnah dalam buku-buku mereka juga menegaskan hal itu. Syeikh Najmuddin al-‘Askari dalam bukunya al-Mahdi al-Mau’ûd al-Muntazhar menyebutkan empat puluh nama mereka dan Syeikh Luthfullah ash-Shafi dalam bukunya Muntakhab al-Atsar menyebtukan dua puluh enam nama. [3] Di antara mereka adalah:
a. Ali bin Husain al-Mas’udi. Ia menulis: “Pada tahun 260, Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as meninggal dunia pada masa kekhilafahan al-Mu’tamid al-Abbasi. Ketika meninggal dunia, ia baru berusia dua puluh sembilan tahun. Ia adalah ayah Mahdi al-Muntazhar.” [4]
b. Syamsuddin bin Khalakan. Ia menulis: “Abul Qasim Muhammad bin Hasan al-‘Askari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad adalah imam Syi’ah yang kedua belas. Julukannya yang terkenal adalah al-Hujjah. Syi’ah menjulukinya dengan al-Muntazhar, al-Qâ`im dan al-Mahdi. Ia dilahirkan pada hari Jumat, 15 Sya’ban 255. Ketika ayahnya meninggal dunia, usianya baru lima tahun. Nama ibunya adalah Khamth, dan menurut pendapat sebagian ulama, Narjis.” [5]
c. Syeikh Abdullah asy-Syabrawi. Ia menulis: “Imam kesebelas adalah Hasan al-‘Askari. Ia lahir di Madinah pada tanggal 8 Rabi’ul Awal 232, dan pada tanggal 8 Rabi’ul Awal 260 meninggal dunia pada usia dua puluh delapan tahun. Cukuplah menjadi sebuah kebanggaan baginya bahwa ia adalah ayah Imam Mahdi al-Muntazhar ... Mahdi dilahirkan di Samirra` pada malam nishfu Sya’ban 255, lima tahun sebelum kewafatan ayahnya. Dari sejak dilahirkan, ayahnya selalu menyembunyikannya dari pandangan umum karena beberapa problem (yang menuntut) dan kekhawatiran terhadap ulah para khalifah Abbasiah. Karena Bani Abbas selalu mencari-cari keluarga Rasulullah dan menjatuhkan hukuman terhadap mereka, membunuh atau menggantung mereka. Hal itu dikarenakan mereka berkeyakinan bahwa dinasti kerajaan mereka akan musnah di tangan keluarga Muhammad. Yaitu, di tangan Imam Mahdi as. Dan mereka mengetahui realita ini dari hadis-hadis yang mereka dengar dari Rasulullah SAWW.” [6]
d. Syeikh Abd. Wahhab asy-Sya’rani. Ia menegaskan: “Mahdi adalah salah seorang dari putra-putra Imam Hasan al-‘Askari as. Ia dilahirkan pada malam nishfu Sya’ban 255. Ia hidup (hingga sekarang) sehingga ia berjumpa dengan Nabi Isa as (kelak).” [7]
e. Syeikh Sulaiman al-Qunduzi al-Hanafi. Ia menulis: “Satu berita yang pasti dan paten di kalangan orang-orang yang dapat dipercaya adalah, bahwa kelahiran al-Qâ`im terjadi pada malam nishfu Sya’ban 255 di kota Samirra`.” [8]
Manipulasi Hadis
Ketika kita merujuk kepada buku-buku referensi hadis dan sejarah, yang kita dapati adalah, bahwa Imam Mahdi as adalah putra Imam Hasan al-‘Askari, sebagaimana hal itu dapat kita simak pada sekilas pembahasan di atas. Akan tetapi, kita akan menemukan satu hadis dalam buku-buku referensi Ahlussunnah yang berlainan dengan hadis-hadis tersebut. Di dalam hadis ini terdapat penambahan sebuah frase yang—mungkin—memang disengaja untuk memanipulasi dan menciptakan keraguan dalam menilai hadis-hadis tersebut.
Anehnya, sebagian orang memegang teguh satu hadis ini dan meninggalkan hadis-hadis lain yang lebih dapat dipercaya, mungkin karena hadis itu sejalan dengan ide dan kiprah politik-sosialnya.
Hadis itu adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ دَاوُدَ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زُرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، عَنِ النَّبِيِّ (ص) أَنَّهُ قَالَ: "لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ وَاحِدٌ، لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ اللهُ رَجُلاً مِنِّيْ (أَوْ: مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ) يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِيْ وَ اسْمُ أَبِيْهِ اسْمَ أَبِيْ ، يَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَ جَوْرًا."
Diriwayatkan dari Abu Daud, dari Zaidah, dari ‘Ashim, dari Zurr, dari Abdullah, dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, “Seandainya tidak tersisa dari (usia) dunia ini kecuali hanya sehari, niscaya Allah akan memanjangkan hari itu hingga Ia membangkitkan seseorang dariku (dari Ahlulbaitku) yang namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku . Ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman.”
Hadis di atas tidak dapat kita jadikan pijakan, baik dari sisi sanad maupun dari sisi kandungan.
Dari sisi sanad, hadis ini diriwayatkan dari Zaidah. Jika kita merujuk kepada buku-buku ilmu Rijal, akan kita dapatkan bahwa semua nama Zaidah memiliki catatan negatif dalam sejarah hidupnya; Zaidah bin Sulaim adalah seorang yang tidak diketahui juntrungannya (majhûl), Zaidah bin Abi ar-Ruqad adalah seorang yang lemah (dha’îf), menurut Ziyad an-Numairi dan hadisnya harus ditinggalkan, menurut Bukhari, dan Zaidah bin Nasyid tidak dikenal kecuali melalui riwayat putranya darinya, menurut Ibnu al-Qatthan. Sementara Zaidah (dengan tidak disebutkan nama ayahnya), hadisnya harus ditinggalkan, menurut Abu Hatim dan hadisnya tidak bisa diikuti, menurut Bukhari, atau ia ahli dalam menyisipkan kata-kata baru ke dalam hadis, menurut sebagian ulama Rijal. [9]
Dari sisi kandungan, tidak hanya Zaidah yang meriwayatkannya dari jalur Zurr. Bahkan, ada beberapa jalur lain selaian Zaidah, dan hadis-hadis itu tidak memiliki tambahan “dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku”. Dari sini dapat diketahui bahwa tambahan frase tersebut adalah ulah tangan Zaidah. Di samping itu, hadis-hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw mengenai Imam Mahdi as tidak memiliki tambahan frase tersebut. Ditambah lagi ijmâ’ Muslimin yang menegaskan bahwa Imam Mahdi adalah putra Imam Hasan al-‘Askari as.
Al-Hâfizh al-Kunji as-Syafi’i menulis, “Semua hadis yang datang dari saw tidak memiliki tambahan frase ‘dan nama ayahnya sama dengan nama ayahu’. ... Tirmidzi telah menyebutkan hadis tersebut dan tidak menyebutkan frase ‘dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku’, dan di dalam kebanyakan hadis-hadis para perawi hadis yang dapat dipercaya hanya terdapat frase ‘namanya sama dengan namaku’. Pendapat penentu dalam hal ini adalah, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal dengan ketelitiannya telah meriwayatkan hadis tersebut di dalam Musnadnya di beberapa kesempatan, dan ia hanya menyebutkan frase ‘namanya sama dengan namaku’.” [10]
Yang perlu kita simak di sini adalah mengapa penambahan frase itu harus terjadi? Adakah tujuan tertentu di balik itu?
Minimal ada dua kemungkinan di balik penambahan frase tersebut:
Pertama , ada usaha untuk melegitimasi salah satu penguasa dinasti Abbasiah yang bernama Muhammad bin Abdullah. Ia memiliki julukan al-Mahdi, dan dengan hadis picisan tersebut mereka ingin mengaburkan opini umum tentang al-Mahdi yang sebenarnya.
Kedua , ada usaha untuk melegitimasi Muhammad bin Abdullah bin Hasan yang memiliki julukan an-Nafs az-Zakiyah (jiwa yang suci). Karena ia memberontak kepada penguasa Bani Abbasiah waktu itu, para pembuat hadis itu ingin memperkenalkannya—sesuai dengan kepentingan politis-sosialnya—kepada khalayak bahwa ia adalah al-Mahdi yang sedang ditunggu-tunggu. [11]
Kisah Kelahiran
Kisah kelahiran orang-orang besar selalu menyimpan rahasia dan misteri tersendiri. Betapa banyak peristiwa yang terjadi pada saat seorang agung lahir yang sungguh di luar kemampuan akal kepala kita untuk memahami dan “mempercayaninya”. Tapi, hal itu bukanlah seuatu hal yang aneh jika dikaitkan dengan kehendak Ilahi. Karena selama suatu peristiwa masih bersifat mungkin, bukan mustahil, hal itu masih berada di bawah ruang lingkup kehendak Ilahi meskipun termasuk kategori sesuatu yang aneh menurut akal kita.
Kisah kelahiran Imam Mahdi as adalah salah atu dari sekian kisah aneh (baca: ajaib) yang pernah terjadi di sepanjang sejarah manusia. Mari kita simak bersama.
Sayidah Hakimah binti Imam Muhammad al-Jawad as bercerita:
Abu Muhammad Hasan bin Ali (al-‘Askari) datang ke rumahku seraya berkata: “Wahai bibiku, berbuka puasalah di rumah kami malam ini. Malam ini adalah malam nishfu Sya’ban. Allah Ta’ala akan menampakkan hujjah-Nya di atas bumi pada malam ini.” “Siapakah ibunya?”, tanyaku “Narjis”, jawabnya singkat. “Sepertinya ia tidak memiliki tanda-tanda kehamilan?”, tanyaku lagi. “Hal itu akan terjadi seperti yang telah kukatakan”, katanya menimpali.
Setelah sampai di rumahnya, kuucapkan salam dan duduk. Tidak lama Narjis datang menemuiku untuk melepaskan sandalku seraya berkata: “Wahai junjunganku, izinkanlah kulepaskan sandal Anda.” “Tidak! Engkaulah junjunganku. Demi Allah, aku tidak akan mengizinkan engkau melepaskan sandalku dan berkhidmat kepadaku. Seharusnya akulah yang harus berkhidmat kepadamu”, tegasku. Abu Muhammad mendengar ucapanku itu. Ia berkata: “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan wahai bibiku.”
Kukatakan kepada Narjis: “Pada malam ini Allah akan menganugrahkan kepadamu seorang putra yang akan menjadikan junjungan di dunia dan akhirat.” Ia duduk sambil menahan malu.
Setelah selesai mengerjakan shalat Isya`, aku berbuka puasa dan setelah itu, pergi ke tempat tidur. Ketika pertengahan malam tiba, aku bangun untuk mengerjakan shalat. Setelah aku selesai mengerjakan shalat, Narjis masih tertidur pulas dan tidak ada kejadian khusus terhadap dirinya. Akhirnya aku duduk-duduk sambil membaca wirid. Setelah itu, aku terbaring hingga tertidur pulas. Tidak lama kemudian, aku terbangun dalam keadaan tertegun, sedangkan ia masih tertidur pulas. Tidak lama berselang, ia terbangun dari tidurnya dalam keadaan ketakutan. Ia keluar untuk berwudhu. Ia kembali ke kamar dan mengerjakan shalat. Ketika ia sedang mengerjakan rakaat witir, aku merasa bahwa fajar sudah mulai menyingsing. Aku keluar untuk melihat fajar. Ya, fajar pertama telah menyingsing. (Melihat tidak ada tanda-tanda ia akan melahirkan), keraguan terhadap janji Abu Muhammad mulai merasuki kalbuku. Tiba-tiba Abu Muhammad menegorku dari kamarnya: “Janganlah terburu-buru wahai bibiku. Karena janji itu telah dekat.” Aku merasa malu kepadanya atas keraguan yang telah menghantuiku. Di saat aku sedang kembali ke kamar, Narjis telah selesai mengerjakan shalat. Ia keluar dari kamar dalam keadaan ketakutan, dan aku menjumpainya di ambang pintu. “Apakah engkau merasakan sesuatu?”, tanyaku. “Ya, bibiku. Aku merasakan berat sekali”, jawabnya. “Ingatlah Allah selalu. Konsentrasikan pikiranmu. Hal itu seperti yang telah kukatakan padamu. Engkau tidak perlu takut”, kataku menguatkannya.
Lalu, aku mengambil sebuah bantal dan kuletakkannya di tengah-tengah kamar. Kududukkannya di atasnya dan aku duduk di hadapannya layaknya seorang wanita yang sedang menangani seseorang yang ingin melahirkan. Ia memegang telapak tanganku dan menekannya sekuat tenaga. Ia menjerit karena kesakitan dan membaca dua kalimat syahadah. Abu Muhammad berkata dari balik kamar: “Bacalah surah al-Qadr untuknya.” Aku mulai membacanya dan bayi yang masih berada di dalam perut itu menirukan bacaanku. Aku ketakutan terhadap apa yang kudengar. Abu Muhammad berkata lagi: “Janganlah merasa heran terhadap urusan Allah. Sesungguhnya Allah membuat kami berbicara dengan hikmah pada waktu kami masih kecil dan menjadikan kami hujjah di atas bumi-Nya ketika kami sudah besar.”
Belum selesai ucapannya, tirai cahaya menutupiku untuk dapat melihatnya. Aku berlari menuju Abu Muhammad sambil menjerit. “Kembalilah wahai bibiku. Engkau akan mendapatkannya masih di tempatnya”, katanya padaku.
Aku kembali. Tidak lama kemudian, tirai cahaya itu tersingkap. Tiba-tiba aku melihatnya dengan seunggun cahaya yang menyilaukan mataku. Kulihat wali Allah dalam kondisi sujud. Di lengan kanannya tertulis: “Telah datang kebenaran dan sirna kebatilan. Sesungguhnya kebatilan telah sirna”. Ia berkata dalam keadaan sujud: “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, kakekku Muhammad adalah Rasulullah, dan ayahku Amirul Mukminin wali Allah.” Selanjutnya ia menyebutkan nama para imam satu-persatu hingga sampai pada dirinya. Kemudian, ia berdoa: “Ya Allah, wujudkanlah untukku apa yang telah Kau janjikan padaku, sempurnakanlah urusanku, kokohkanlah langkahku, dan penuhilah bumi ini karenaku dengan keadilan.” Setelah itu, ia mengangkat kepalanya seraya membaca ayat, “Allah bersaksi dalam keadaan menegakkan keadilan bahwa tiada tuhan selain Ia, dan begitu juga para malaikat dan orag-orang yang diberi ilmu. Tiada tuhan selian Ia yang Maha Perkasa nan Bijaksana. Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam”. (QS. Ali ‘Imran : 18-19) Kemudian, ia bersin. Ia berkata: “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga Allah mencurahkan shalawat atas Muhammad dan keluarganya. Orang-orang zalim menyangka bahwa hujjah Allah telah sirna.”
Aku menggendongnya dan mendudukknnya di pangkuanku. Sungguh anak yang bersih dan suci. Abu Muhammad berkata: “Bawalah putraku kemari wahai bibiku.” Aku membawanya kepadanya. Ia menggendongnya seraya memasukkan lidahnya ke dalam mulutnya dan mengelus-elus kepala, kedua mata, telinga dan seluruh sikunya. Lalu, ia berkata kepadanya: “Berbicaralah wahai putraku.” Ia membaca dua kalimat syahadah dan mengucapkan shalawat untuk Rasulullah dan para imam satu-persatu. Setelah sampai di nama ayahnya ia diam sejenak. Ia memohon perlindungan dari setan yang terkutuk seraya membaca ayat: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan Kami akan memberikan anugrah kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi, menjadikan mereka para pemimpin dan para pewaris. Dan Kami akan menjayakan mereka di muka bumi dan memperlihatkan kepada Fir’aun, Haman dan bala tentara mereka apa yang mereka takutkan.”
Setelah itu, Abu Muhammad memberikannya kepadaku kembali seraya berkata: “Wahai bibiku, kembalikanlah kepada ibundanya supaya ia berbahagia dan tidak susah. Sesungguhnya janji Allah adalah benar. Akan tetapi, mayoritas umat manusia tidak mengetahui.”
Kukembalikan ia kepada ibunya dan fajar telang menyingsing waktu itu. Setelah mengerjakan shalat Shubuh, aku mohon pamit kepadanya. [12]
Kelahiran Yang Tersembunyi
Meskipun bukti-bukti tekstual dan historis di atas sangat gamblang dan jelas, kelahiran beliau masih menjadi misteri bagi sebagian orang. Mereka malah mengingkari bahwa beliau telah lahir dan menganggapnya masih belum lahir. Mungkin faktor utama atas klaim mereka itu adalah kelahiran beliau yang terjadi secara tersembunyi dan tidak pernah melihat beliau kecuali sahabat-sahabat dekat Imam Hasan al-‘Askari as. Tapi, ketika kita memperhatikan situasi dan kondisi politik yang dominan dan sangat genting di masa-masa terakhir kehidupan Imam Hasan al-‘Askari, kita akan memaklumi kelahiran beliau yang terjadi secara tersembunyi itu. Karena hal itu memang terjadi karena tuntutan sikon yang ada waktu itu mengingat Imam Mahdi as adalah hujjah Ilahi yang terakhir, dan seandainya penguasa waktu itu berhasil membunuh beliau, niscaya dunia ini sudah tutup usia.
Mungkin pendapat seorang penulis kenamaan berikut ini layak kita renungkan bersama, paling tidak hal itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Ia menulis, “Rahasia di balik kelahiran beliau yang terjadi secara tersembunyi itu adalah, bahwa ketika dinasti Abbasiah mengetahui melalui hadis-hadis Nabi dan para imam Ahlulbait as bahwa Imam Mahdi adalah imam kedua belas yang akan meratakan keadilan di atas bumi ini, menghancurkan benteng-benteng kesesatan, membasmi pemerintahan thaghut dan menguasai Barat dan Timur, mereka ingin untuk memadamkan cahaya Allah itu dengan cara membunuhnya. Oleh karena itu, mereka mengirim mata-mata dan para dukun bayi untuk menggeledah dan memeriksa rumah Imam Hasan al-‘Askari as. Akan tetapi, Allah masih berkehendak untuk menyempurnakan cahaya-Nya dan menyembunyikan kehamilan ibunda beliau, Narjis.
Disebutkan dalam beberapa referensi bahwa al-Mu’tamid al-Abbasi memerintahkan para dukun bayi untuk memasuki rumah-rumah Bani Hasyim, khususnya Imam Hasan al-‘Askari tanpa harus meminta izin sebelumnya barangkali mereka dapat menemukan beliau telah lahir. Akan tetapi, Allah masih menghendaki untuk memberlakukan apa yang pernah terjadi pada kisah kelahiran Nabi Musa as. Pihak penguasa mengetahui bahwa kerajaan mereka akan musnah di tangan salah seorang dari keturunan Bani Israil. Oleh karena itu, mereka selalu mengawasi setiap wanita keturunan Bani Israil yang sedang hamil. Ketika melihat anak yang lahir dari mereka adalah lelaki, mereka langsung membunuhnya. Tapi, dengan kehendak Allah Musa tetapi lahir dengan selamat dan Ia menyembunyikan kelahirannya.
Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa kelahiran Imam Mahdi as memiliki keserupaan dengan kelahiran Nabi Musa dan Ibrahim as.” [13]
Dari sekilas pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Imam Mahdi as sudah lahir. Karenan jika tidak demikian, mengapa para penguasa Abbasiah memberlakukan pengontrolan ketat terhadap keturunan Bani Hasyim, khususnya istri Imam Hasan al-‘Askari? Mengapa mereka memerintahkan para dukun-dukun bayi untuk memasuki rumah beliau tanpa harus meminta izin terlebih dahulu? Pada peristiwa syahadah Imam Hasan al-‘Askari pada tanggal 8 Rabi’ul Awal 260, Ja’far al-Kadzzâb, saudara beliau ingin menjadi imam di saat shalat janazah hendak dilaksanakan. Karena sunnah Ilahi bahwa seorang imam tidak dapat dishalati kecuali oleh imam setelahnya, Imam Mahdi menampakkan dirinya dan menyingkirkan Ja’far dari tempat imam shalat jenazah. Tidak lama, berita kemunculan beliau di hadapan khalayak tersebar dan hal itu pun sampai ke telinga al-Mu’tamid, penguasa dinasti Abbasiah kala itu. Akhirnya, ia memerintahkan bala tentaranya untuk menggeledah rumah Imam Hasan al-‘Askari demi menangkap Imam Mahdi dan menyerahkannya kepada Khalifah [14] .
Meskipun kelahiran terjadi secara tersembunyi, tapi hal itu tidak menutup kemungkinan adanya sebagian orang yang pernah melihat beliau. Berikut ini nama-nama orang yang pernah melihat beliau dengan mata kepala mereka sendiri: [15]
a. Sayidah Hakimah binti Ali al-Hadi, bibi Imam Hasan al-‘Askari. Beliaulah yang menemani Narjis saat melahirkan Imam Mahdi as.
b. Abu Ghanim, pembantu setia Imam Hasan al-‘Askari as
c. Nasim, seorang pembantu di rumah Imam Hasan al-‘Askari as.
d. Kamil bin Ibrahim al-Madani, seorang agung yang pernah menganut mazhab al-Mufawwidhah dan kemudian meninggalkannya. Ia bercerita, “Para sahabat Imam al-‘Askari pernah mengutusku untuk menanyakan beberapa masalah dan supaya aku mengetahui tentang anak beliau yang baru lahir. Aku masuk ke rumah beliau. Setelah mengucapkan salam, aku duduk di pinggir sebuah pintu yang ditutupi oleh kain. Tiba-tiba angin bertiup dan menyingkap ujung kain itu. Kulihat seorang anak kecil (di balik pintu itu) yang sangat tampan bagaikan rembulan. Ia kira-kira masih berusia empat tahun. Ia berkata kepadaku, ‘Hai Kamil bin Ibrahim!’ Buluku merinding mendengar suara itu dan aku diberi ilham untuk mengucapkan, ‘Ya junjunganku!’ Ia melanjutkan, ‘Engkau datang kepada wali Allah untuk menanyakan kepadanya tentang statemen bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang yang berkeyakinan seperti keyakinanmu?’ ‘Betul, demi Allah’, jawabku. ‘Jika begitu, amat sedikit orang yang akan memasukinya. Demi Allah! Pasti akan masuk surga kaum yang dikenal dengan sebutan al-Haqqiyah’, tandasnya. ‘Wahai junjunganku! Siapakah mereka itu?’, tanyaku. ‘Mereka adalah sekelompok kaum yang karena kecintaan mereka kepada Ali, mereka siap untuk bersumpah demi haknya, meskipin mereka tidak mengetahui hak dan keutamannya’, tandasnya. Kemudian, ia melanjutkan, ‘Engkau datang juga ingin menanyakan tentang keyakinan mazhab al-Mufawwidhah. Mereka telah berbohong. Sebenarnya hati kami adalah wadah bagi kehendak Allah. Ketika Allah berkehendak, kami pun berkehendak. Allah berfirman, ‘Dan kalian tidak mungkin berkehendak kecuali jika Allah berkehendak’.’ Kain itu pun tertutup kembali dan aku tidak dapat untuk menyingkapnya kembali. Ayahnya melihatku sembari tersenyum. Ia berkata kepadaku, ‘Kenapa engkau masih duduk di sini sedangkan hujjah setelahku telah menjawab pertanyaanmu?’”
e. Abul Fadhl Hasan bin Husain al-‘Askari.
f. Ahmad bin Ishaq al-Asy’ari al-Qomi, wakil Imam Hasan al-‘Askari di Qom.
g. Ya’qub bin Manqusy.
h. Isa bin Mahdi al-Jawahiri.
i. Ibrahim bin Muhammad at-Tabrizi.
j. Utusan kota Qom.
k. Ibrahim bin Idris.
Nama dan Julukan
Orang-orang besar biasanya memiliki nama dan julukan lebih dari satu. Rasulullah SAWW memiliki nama dan julukan Muhammad, Ahmad, Thaha, Yasin, al-Basyir, an-Nadzir, dan lain sebagainya. Imam Ali dan seluruh imam dari keturunan beliau juga demikian. Hal itu bukanlah suatu hal yang kebetulan. Akan tetapi, menyingkap satu sisi dari sekian sisi kepribadian dan spiritual yang mereka miliki.
Imam Mahdi pun tak luput dari kaidah di atas. Beliau pun memiliki nama dan julukan lebih dari satu, seperti al-Mahdi, al-Hujjah, al-Qâ`im, al-Muntazhar, al-Khalaf as-Shâlih, Shâhib al-Amr, dan As-Sayid. Pada kesempatan ini, kami akan menyebutkan sebagiannya saja beserta alasan yang ditegaskan oleh hadis-hadis mengapa beliau memiliki nama dan julukan tersebut.
a. Al-Mahdi.
Dalam beberapa hadis, beliau dijuluki dengan al-Mahdi. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda, “Nama al-Mahdi adalah namaku.” Hadis serupa juga pernah diucapkan oleh Amirul Mukminin as.
Mengapa beliau diujuluki demikian? Hal itu dikarenakan Allah selalu menunjukkannya kepada hal-hal ghaib yang tidak diketahui oleh siapa pun. Berkenaan dengan hal ini Imam Muhammad al-Baqir as berkata, “Jika al-Mahdi kami telah bangkit, ia akan membagi-bagikan (harta) dengan sama rata dan berbuat adil terhadap rakyat jelata. Barangsiapa menaatinya, maka ia telah menaati Allah dan barangsiapa menentangnya, maka ia telah menentang Allah. Ia diberi nama al-Mahdi, karena Ia selalu menunjukkannya kepada sesuatu yang rahasia.” [16]
b. Al-Qâ`im
Julukan beliau ini mengungkap sebuah makna yang sangat signifikan. Al-Qâ`im adalah orang yang berdiri atau bangkit. Kebangkitan beliau kelak di akhir zaman berbeda sekali dengan seluruh kebangkitan yang pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Bisa diasumsikan bahwa kebangkitan beliau adalah satu-satunya kebangkitan yang belum pernah disaksikan oleh makhluk Allah. Jika kebangkitan-kebangkitan yang pernah terjadi sepanjang sejarah hanya bersifat parsial dan teritorial, kebangkitan beliau ini bersifat universal dan mendunia. Beliau akan menebarkan semerbak wangi kebenaran ke seluruh penjuru dunia sehingga setiap orang pasti dapat menikmatinya dengan penuh keleluasaan.
Dalam sebuah hadis Imam Ja’far as-Shadiq as pernah berkata, “Ia dinamai al-Qâ`im karena ia akan menegakkan kebenaran (dengan kebangkitannya).” [17]
Abu Hamzah ats-Tsumali pernah bertanya kepada Imam al-Baqir as: “Wahai putra Rasulullah, bukankah kalian semua adalah orang-orang yang menegakkan kebenaran (qâ`imîn bil-haq)?”
“Ya”, jawab beliau.
“Mengapa hanya Imam Mahdi yang dijuluki al-Qâ`im?”, tanyanya lagi.
Beliau menjawab: “Ketika kakekku Husain as terbunuh, para malaikat menangis meraung-raung di hadapan Allah ‘azza wa jalla ... Setelah itu, Allah menunjukkan para imam dari keturunan Husain as (kepada mereka). Mereka menjadi gembira dengan hal itu. (Pada waktu itu), salah seorang dari mereka sedang berdiri (qâ`im) mengerjakan shalat. Lantas Ia berfirman: ‘Dengan (perantara) orang yang sedang berdiri itu Aku akan membalas dendam kepada mereka (para pembunuhnya)’.” [18]
c. Al-Muntazhar
Jika dalam keyakinan masyarakat dunia pekerjaan menunggu dan menanti adalah sebuah kegiatan yang menjemukan, menunggu kedatangan seorang juru penyelamat dari segala penderitaan adalah sebuah harapan yang dapat memberikan energi baru bagi kegiatan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam konteks ini beliau diberi julukan al-Muntazhar, orang yang selalu dinantikan kedatangannya.
Imam al-Jawad as pernah ditanya: “Wahai putra Rasulullah, mengapa ia dijuluki al-Qâ`im?” “Karena ia akan bangkit setelah dilupakan dan mayoritas orang yang meyakini imâmahnya murtad”, jawab beliau. “Mengapa diberi julukan al-Muntazhar?”, beliau ditanya kembali. “Karena ia memiliki sebuah ghaibah yang sangat panjang. Orang-orang yang tulus akan selalu meunggu kehadirannya dan orang-orang yang kotor akan mengingkarinya”, jawab beliau tegas.
d. Al-Hujjah
Dalam keyakinan Islam, hujjah Allah pasti selalu ada pada setiap masa. Tidak pernah berlalu sebuah masa yang hujjah Allah absen di situ. Karena ia adalah satu-satunya perantara faidh (anugrah dan karunia) Ilahi untuk seluruh makhluknya. Tanpa hujjah, faidh Ilahi akan terputus dan seluruh alam semesta akan luluh-lantak.
[1] Muhammad Kazhim al-Qazwini, al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 22-23.
[2] Ushûl al-Kâfî, jilid 1, hal. 397.
[3] Untuk telaah lebih luas mengenai hal ini,silakan merujuk ke buku al-Imam al-Mahdi min al-Mahdi ilâ azh-Zhuhûr, karya Allamah Muhammad Kazhim al-Qazwini, hal. 97-100, cetakan pertama, penerbitan an-Nur, Beirut.
[4] Murûj adz-Dzahab, jilid 4, hal. 199, cetakan Mesir 1377 M.
[5] Tarikh Ibnu Khalakan (Wafayât al-A’yân), jilid 3, hal. 316, cetakan Mesir, Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah.
[6] Al-Ittihâf bi Hubb al-Asyrâf, hal. 178, cetakan Mesir 1316 H. menukil dari al-Mahdi al-Mau’ûd al-Muntazhar, karya Syeikh Najmuddin Ja’far al-‘Askari, jilid 1, hal. 200-201, cetakan Beirut 1397 H.
[7] Al-Yawâqît wa al-Jawâhir, hal. 145, cetakan Mesir 1307 M.
[8] Yanâbî’ al-Mawaddah, hal. 452, menukil dari al-Mahdi al-Mau’ûd, jilid 1, hal. 212-213.
[9] Syamsuddin Ahmad bin Muhammad adz-Dzahabi, Mîzân al-I’tidâl, jilid 2, hal. 52; al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 24.
[10] Al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 24 menukil dari al-Bayân fî Akhbâr Shâhib az-Zamân, hal. 93-94.
[11] Ibid. hal. 25.
[12] Al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 114-118; Kamil Sulaiman, Yaum al-Khalâsh, hal. 67-86.
[13] Luthfullah ash-Shafi al-Gulpaigani, Muntakhab al-Atsar fî al-Imam ats-Tsânî ‘Asyar, hal. 286, cetakan ketiga, penerbitan ash-Shadr, Tehran.
[14] Muhammad Reza Hakimi, Khoshîd-e Maghreb, hal, 24-26.
[15] Untuk menelaah lebih lanjut tentang hal ini, silakan merujuk ke buku Yaum al-Khalâsh, hal. 67-86.
[16] Muttaqi al-Hindi al-Hanafi, al-Burhân ‘Alamât Mahdi Âkhir az-Zamân, bab 3, hadis ke-8 dan 9.
[17] Allamah al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal. 30, cetakan Tehran 1393 H.
[18] Ibid. jilid 51, hal. 28-29.
kutipan dari:http://www.imamalmahdi.com/html/ind/html/imam%20mahdi/biografi-ringkas.htm#_edn10
Langganan:
Postingan (Atom)