BERANDA

Rabu, Januari 14, 2015

pondok sumolangu

Pondok Somalangu Kebumen merupakan Pondok Pesantren yang telah terhitung cukup tua keberadaannya.. Karena Pondok Pesantren ini telah ada semenjak tahun 1475 M. Adapun tahun dan waktu berdirinya dapat kita ketahui diantaranya dari Prasasti Batu Zamrud Siberia (Emerald Fuchsite) berbobot 9 kg yang ada didalam Masjid Pondok Pesantren tersebut. Sebagaimana diketahui menurut keterangan yang dihimpun oleh para ahli sejarah bahwa ciri khas Pondok Pesantren yang didirikan pada awal purmulaan islam masuk di Nusantara adalah bahwa didalam Pondok Pesantren itu dipastikan adanya sebuah Masjid. Dan pendirian Masjid ini sesuai dengan kebiasaan waktu itu adalah merupakan bagian daripada pendirian sebuah Pesantren yang terkait dengannya. Prasasti yang mempunyai kandungan elemen kimia Al, Cr, H, K, O, dan Si ini bertuliskan huruf Jawa & Arab. Huruf Jawa menandai candra sengkalanya tahun. Sedangkan tulisan dalam huruf Arab adalah penjabaran dari candra sengkala tersebut. Terlihat jelas dalam angka tanggal yang tertera dengan huruf Arabic :“25 Sya’ban 879 H” Ini artinya bahwa Pondok Pesantren Al- Kahfi Somalangu resmi berdiri semenjak tanggal 25 Sya’ban 879 H atau bersamaan dengan Rabu, 4 Januari 1475 M. Pendirinya adalah Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani. Beliau semula merupakan seorang tokoh ulama yang berasal dari Hadharamaut, Yaman. Lahir pada tanggal 15 Sya’ban 827 H di kampung Jamhar, Syihr. Datang ke Jawa tahun 852 H/1448 M pada masa pemerintahan Prabu Kertawijaya Majapahit atau Prabu Brawijaya I (1447 – 1451). Jadi setelah 27 tahun pendaratannya di Jawa, Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al- Hasani barulah mendirikan Pondok Pesantren Al_Kahfi Somalangu. Biografi Pendiri Nama aslinya adalah Sayid Muhammad ‘Ishom Al_Hasani. Merupakan anak pertama dari 5 bersaudara. Ayahnya bernama Sayid Abdur_Rasyid bin Abdul Majid Al_Hasani, sedangkan ibunya bernama Syarifah Zulaikha binti Mahmud bin Abdullah bin Syekh Shahibuddin Al Huseini ‘Inath. Ayah dari Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al- Hasani adalah keturunan ke-22 Rasulullah saw dari Sayidina Hasan ra, melalui jalur Syekh As_Sayid Abdul Bar putera Syekh As_Sayid Abdul Qadir Al_Jaelani Al_Baghdadi. Beliau datang dari Bagdad, Irak ke Hadharamaut atas permintaan Syekh As_Sayid Abdullah bin Abu Bakar Sakran (Al_Idrus Al_Akbar) untuk bersama – sama ahlibait nabi yang lain menanggulangi para ahli sihir di Hadharamaut. Setelah para ahli sihir ini dapat dihancurkan, para ahlibait nabi tersebut kemudian bersama – sama membuat suatu perkampungan dibekas basis tinggalnya para ahli sihir itu. Perkampungan ini kemudian diberi nama “Jamhar” sesuai dengan kebiasaan ahlibait waktu itu yang apabila menyebut sesamanya dengan istilah Jamhar sebagaimana sekarang apabila mereka menyebut sesamanya dengan istilah “Jama’ah”. Sedangkan wilayah tempat kampung itu berada kini lebih dikenal dengan nama daerah Syihr, Syihir, Syahar ataupun Syahr. Yaitu diambil dari kata “Sihir” (mengalami pergeseran bunyi dibelakang hari), untuk menandakan bahwa dahulu wilayah tersebut memang sempat menjadi basis dari para ahli sihir Hadharamaut, Yaman. Ayah dari Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al- HAsani ini akhirnya tinggal, menetap dan wafat di Palestina, karena beliau diangkat menjadi Imam di Baitil Maqdis (Masjidil Aqsha). Di Palestina beliau masyhur dengan sebutan Syekh As_Sayid Abdur_Rasyid Al_Jamhari Al_Hasani. Makam beliau berada di komplek pemakaman imam – imam masjid Al_Quds. Sedangkan 4 saudara Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani yang lain tinggal serta menetap di Syihr, ‘Inath serta Ma’rib, Hadharamaut. Sayid Muhammad ‘Ishom Al_Hasani semenjak usia 18 bulan telah dibimbing dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan keagamaan oleh guru beliau yang bernama Sayid Ja’far Al_Huseini, Inath dengan cara hidup didalam goa – goa di Yaman. Oleh sang guru setelah dianggap cukup pembelajarannya, Sayid Muhammad ‘Ishom Al_Hasani kemudian diberi laqob (julukan) dengan Abdul Kahfi. Yang menurut sang guru artinya adalah orang yang pernah menyendiri beribadah kepada Allah swt dengan berdiam diri di goa selama bertahun – tahun lamanya. Nama Abdul Kahfi inilah yang kemudian masyhur dan lebih mengenalkan pada sosok beliau daripada nama aslinya sendiri yaitu Muhammad ‘Ishom. Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani ketika berusia 17 tahun sempat menjadi panglima perang di Yaman selama 3 tahun. Setelah itu beliau tinggal di tanah Haram, Makkah. Kemudian Pada usia 24 tahun, beliau berangkat berdakwah ke Jawa. Mendarat pertama kali di pantai Karang Bolong, kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen. Setelah menaklukan dan mengislamkan Resi Dara Pundi di desa Candi Karanganyar, Kebumen lalu menundukkan Resi Candra Tirto serta Resi Dhanu Tirto di desa Candi Wulan dan desa Candimulyo kecamatan Kebumen, beliau akhirnya masuk ke Somalangu. Ditempat yang waktu itu masih hutan belantara ini, beliau hanya bermujahadah sebentar, mohon kepada Allah swt agar kelak tempat yang sekarang menjadi Pondok Pesantren Al_Kahfi Somalangu dapat dijadikan sebagai basis dakwah islamiyahnya yang penuh barokah dikemudian hari. Selanjutnya beliau meneruskan perjalanannya ke arah Surabaya, Jawa Timur. Di Surabaya, Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani tinggal di Ampel. Ditempat itu beliau diterima oleh Sunan Ampel dan sempat membantu dakwah Sunan Ampel selama 3 tahun. Kemudian atas permintaan Sunan Ampel, beliau diminta untuk membuka pesantren di Sayung, Demak. Setelah pesantren beliau di Sayung, Demak mulai berkembang Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani kemudian diminta oleh muballigh – muballigh islam di Kudus agar berkenan pindah dan mendirikan pesantren di Kudus. Problem ini terjadi karena para muballigh islam yang telah lebih dahulu masuk di Kudus sempat kerepotan dalam mempertahankan dakwah islamiyahnya sehingga mereka merasa amat membutuhkan sekali kehadiran sosok beliau ditengah – tengah mereka agar dapat mempertahankan dakwah islamiyah di wilayah tersebut. Setelah Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al- Hasani tinggal di Kudus dan mendirikan pesantren ditempat itu, Sunan Ampel kemudian mengirim muridnya yang bernama Sayid Ja’far As_Shadiq belajar pada beliau di Kudus. Tempat atsar pesantren Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani di Kudus ini sekarang lebih dikenal orang dengan nama “Masjid Bubrah” Ketika berada di pesantren beliau ini, Sayid Ja’far As_Sahdiq sempat pula diminta oleh beliau untuk menimba ilmu pada ayah beliau yang berada di Al-Quds, Palestina yaitu Syekh As_Sayid Abdur Rasyid Al- Hasani. Oleh karena itu setelah selesai belajar di Al-Quds, Palestina atas suka citanya sebagai rasa syukur kepada Allah Swt bersama Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al- Hasani, Sayid Ja’far As_Shadiq kemudian mendirikan sebuah masjid yang ia berinama “Al-Aqsha”. Oleh Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani, Sayid Ja’far As_Sahadiq kemudian ditetapkan sebagai imam masjid tersebut dan Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani kemudian pindah ke Demak guna membantu perjuangan Sultan Hasan Al-Fatah Pangeran Jimbun Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panatagama di Kerajaan Islam Demak Adapun nama Somalangu sendiri ada kisah Kata Somalangu muncul dari suatu ungkapan kalimat dalam bahasa Arab, yang diakhiri dengan kata “Tsumma Dha’u”. Yang berarti “Silahkan anda menempati”. Adapun awal muasalnya kata tersebut yaitu bermula dari titah R. Hasan Al-Fatah Sultan Demak pada waktu memberikan tanah perdikan kepada Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani yang sekarang ditempati sebagai Pondok Pesantren Al- Kahfi Somalangu. Adapun pemberian ini merupakan suatu bentuk hadiah dari Sultan atas jasa Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani dalam membantu menemukan solusi pemecahan hukum yang timbul bagi para pengikut Syekh Siti Jenar dari akibat dikenai hukuman matinya sang pemimpin mereka. Lengkap kisahnya begini ; Syekh Siti Jenar adalah seorang tokoh pembawa ajaran tasawuf faham hulul atau wahdatul wujud pada masa pemerintahan Sultan Al-Fatah, Demak. Faham hulul ini dalam istilah Jawa dikenal sebagai faham “Manunggaling Kawulo Gusti”. Yaitu suatu faham tasawuf yang mengajarkan dapat terjadinya suatu keadaan penyatuan sifat - sifat ketuhanan pada diri seorang Salik (pengamal). Aliran ini (Syekh Siti Jenar) ditentang oleh kebanyakan para tokoh ulama tasawuf yang menganut faham ‘wahdatus syuhud’. Yaitu faham yang menyatakan bahwa tingkat tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang Salik hanyalah berupa kemampuan mengetahui hal - hal yang dikehendaki oleh Allah Swt. Jadi Si Salik hanya mampu menjalankan apa yang dikehendaki oleh Allah Swt bukan bertindak sebagai “Tuhan”. Karena faham mayoritas tasawuf kesultanan Demak waktu itu adalah faham wahdatus syuhud maka Syekh Siti Jenar ahirnya diadili oleh Majlis Ulama Kesultanan. Vonis hukuman mati dijatuhkan pada Syekh Siti Jenar karena beliau tidak mau merubah faham atau setidak - tidaknya menghentikan faham yang diajarkannya itu pada ummat. Pendek kisah, setelah Syekh Siti Jenar dikenai hukuman mati ahirnya muncul masalah sosial ditingkat lapis bawah masyarakat Kesultanan Demak. Mereka yang selama ini menjadi pengikut Syekh Siti jenar tetap beranggapan bahwa faham tasawuf yang mereka anut itu adalah benar dan mereka tetap bersikap tidak mau mengikuti faham mayoritas ummat islam. Para ulama menjadi jengah dengan sikap mereka itu. Fatwa - fatwa liar pun bermunculan. Ada yang memfatwakan bahwa para pengikut Syekh Siti Jenar ini juga harus dihukum mati sebagaimana pemimpin mereka jika tidak bertaubat. Namun ada pula yang berfatwa bahwa para pengikut Syekh Siti Jenar itu cukup dibina saja. Keadaan sosial keagamaan yang runyam ini berlangsung sampai beberapa saat, sehingga Kesultanan sampai mengkhawatirkan terjadinya instabilitas politik kenegaraan. Sebagai sebuah kesultanan Islam pertama di Jawa yang merasa bertanggung jawab pada keadaan warga serta stabilitas politik maka Sultan Demak R. Hasan Al-Fatah ahirnya memprakarsai perlunya pertemuan tokoh - tokoh ulama (Walisongo dan Ulama lainnya) dari seluruh seantero kesultanan Demak untuk memtuskan hukum persoalan faham “Manunggaling Kawulo Gusti” ini. Muktamar Ulama itu ahirnya dilaksanakan dengan mengambil tempat di pusat Kesultanan Islam Demak yaitu di komplek Masjid Demak. Pada saat muktamar ini, hadir pula tokoh Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani. Dalam Muktamar Ulama untuk “Bahsul Masail” soal faham “Manunggaling Kawulo Gusti” itu muncullah perdebatan yang cukup sengit antara mereka yang berpendapat bahwa pengikut Syekh Siti Jenar juga harus dikenai hukuman mati dengan kelompok ulama yang berargumen jika pengikut Syekh Sidi Jenar itu cukup dibina saja dan tidak perlu untuk sampai dihukum mati. Alasan serta dalil yang mereka ajukan sama - sama kuat. Kelompok pertama berargumen para pengikut Syekh Siti Jenar itu harus dihukum mati pula sebagaimana pemimpinnya karena sang pemimpin dihukum mati juga sebab mengikuti dan mengajarkan faham “Manunggaling Kawulo Gusti” itu pada orang lain. Oleh karenanya siapa saja yang mengikuti dan mengajarkan ajaran tersebut pada orang lain juga harus dikenai hukuman mati. Sementara itu kelompok yang kedua mengajukan dasar jika pengikut Syekh Siti Jenar cukup dibina saja dan tidak perlu dihukum mati karena tingkat berfikir mereka yang belum sampai serta terbatas. Sehingga mereka dalam mengikuti faham “Manunggaling Kawulo Gusti” itu tidak sama derajatnya dengan sang pemimpin. Oleh karenanya hukumannya-pun juga berbeda dengan yang memimpin. Beda pendapat ini hampir - hampir saja menimbulkan persoalan baru dikalangan para tokoh ulama. Karenanya Sultan R. Hasan Al-Fatah segera meminta pendapat Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani tentang cara mengatasi persoalan pelik ini menurut beliau. Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani yang semula hanya mendengarkan saja argumen masing - masing tokoh ulama dua kelompok tersebut ahirnya angkat bicara. “Begini Sultan” “Menurut pendapat saya, jika para tokoh ulama ini setuju mari kita kembalikan saja persoalan ini pada asal akar adanya persoalan” Para hadirin diam dan seksama mendengarkan uraian beliau. “Akar masalah faham hulul ini adalah masalah hakekat. Bukan masalah Syariat.” “Sehingga menurut pendapat saya jika langsung diputusi dengan cara syariat tetapi mengabaikan unsur hakekatnya maka hasilnya akan selalu menimbulkan perselisihan” “Yang terbaik menurut saya adalah mengembalikan hakekat masalah ini kepada Allah Swt dengan cara Syariat. Biarlah Allah Swt yang memutuskan langsung hukum seperti apa yang terbaik bagi para pengikut Syekh Siti Jenar.” Sultan-pun bertanya, “Maksud Syaikh bagaimana?” “Jika Sultan setuju dan hadirin juga sepakat, saya usul marilah kita semua menulis pendapat kita masing - masing tentang hukuman apa yang perlu dijatuhkan pada para pengikut Syekh Siti Jenar pada sebuah deluwang dengan disertai dalil - dalilnya sesuai dengan keyakinan serta pengetahuan masing - masing” “Agar hati kita terjaga keikhlasannya dalam memutuskan masalah ini dengan tanpa ada rasa kebencian pada suatu golongan maka alangkah baiknya agar tulisan pada deluwang itu tidak diketahui isinya selain dirinya sendiri dan Allah Swt.” “Sesudah itu, tulisan - tulisan tersebut digulung dan dimasukkan dalam sebuah kendi” “Baru sesudah semuanya selesai, silahkan salah satu diantara kita yang hadir disini berkenan untuk memimpin doa. Adapun isi doanya adalah jika Allah Swt lebih ridha apabila para pengikut Syekh Siti Jenar dihukum mati maka mohon Allah Swt berkenan menghapuskan tulisan - tulisan yang berisikan bahwa pengikut Syekh Siti Jenar cukup dibina saja. Demikian pula jika Allah Swt lebih ridha apabila para pengikut Syekh Sidi Jenar cukup dibina saja, maka mohon Allah Swt kiranya berkenan untuk menghapus seluruh tulisan yang berisikan bahwa para pengikut Syekh Sidi Jenar itu harus dihukum mati.” Sultan R. Hasan Al-Fatah pun mengangguk - anggukkan kepalanya tanda memahami. Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani kemudian melanjutkan lagi, “Ketika salah satu diantara kita yang hadir disini memimpin doa, saya mohon semuanya untuk ikhlash mengamini.” “Sesudah hal itu selesai, maka marilah tulisan - tulisan tersebut kita buka dan baca bersama - sama. Manakah yang terhapus dan manakah yang masih ada” Ketika pendapat ini selesai diajukan, semua tokoh ulama sepakat untuk menerimanya. Sultan-pun ahirnya setuju. Karena cara pemecahan ini dianggap sebagai sebuah cara pemecahan terbaik. Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani ahirnya yang ditunjuk untuk berdoa. Mungkin salah satu pertimbangannya adalah karena beliau tidak terlibat konflik pro - kontra pendapat pada sebelumnya. Setelah doa dipanjatkan dan isi masing - masing deluwang yang ada dalam kendi itu dibuka, ternyata tulisan yang masih ada adalah tulisan - tulisan pendapat ulama yang menyatakan bahwa para pengikut Syekh Siti Jenar itu cukup dibina saja. Sementara tulisan - tulisan pendapat yang menyatakan bahwa para pengikut Syekh Sidi Jenar itu wajib dihukum mati hapus tak berbekas. Karena semua ulama yang hadir ditempat tersebut memang ikhlas ahirnya menerima hasil tersebut dan bersujud syukur bersama dari kesalahan mengambil ketetapan hukum Sultan R. Hasan Al-Fatah pun senang. Sebagai imbalan atas jasa dari Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani tersebut kemudian beliau memberikan titah atau Sabdo Pandito Ratunya dengan menghadiahkan tanah keberadaan Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani sebagai sebuah tanah perdikan. Adapun cara Sultan R. Hasan Al-Fatah memberikan Sabdo Pandita Ratunya waktu itu dengan menggunakan bahasa Arab yang diakhiri dengan kalimat “Tsumma Dha’u” ( ﺛُــﻢَّ ﺿَـﻌُّــﻮْﺍ ). Huruf “Wawu” pada kalimat tersebut menunjukkan wawu jama’ lit ta’dzim. Sehingga artinya “Silahkan anda menempati”. Adapun naskah lengkapnya ada dalam kepustakaan Pengsuh Pesantren Al-Kahfi Somalangu. Untuk mengenang peristiwa ini, ketika sepulangnya Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani ketempat tinggalnya beliau ceritakan kejadian tersebut pada para siswa - siswa beliau. Oleh karenanya akhirnya mereka mengingat - ingat peristiwa itu dengan ungkapan “Tsumma Dha’u”nya. Lama kelamaan berita ini tersiar ramai keberbagai tempat. Ketika itu warga dan santri yang mayoritas masyarakat Jawa tulen dan belum fasih mengucap huruf tsa ( ﺙ ) dan dhod ( ﺽ ) ahirnya dalam menirukan ucapan terjadi salah ejaan. Kalimat tsu menjadi “So” dan dho menjadi “la”. Salah ejaan dalam lidah masyarakat Jawa tempo dulu terhadap pelafadzan Arabic memang merupakan hal yang belum dapat dihindari. Kata yang seharusnya diucapkan “tsu” menjadi “So” dan “Dha” menjadi “la” adalah hal yg wajar dan umum terjadi. Contoh kata “Wudhu” menjadi Wulu. Dan kata “Tsurya” menjadi Surya. Dari sinilah maka akhirnya kata “Tsumma Dha’u” menjadi sebuah kata yang memunculkan nama Somalangu. Daerah Somalangu sebelum ini dikenal masyarakat dengan nama daerah “Alang - Alang Wangi”. Adapun sebab musabab disebut dengan Alang - Alang Wangi adalah karena daun alang - alang yang digunakan sebagai atap Masjid Pondok Pesantren Al- Kahfi Somalangu menurut kisahnya memgeluarkan bau harum yang mewangi. Dan kemudian hari pesantren ini di kenal sebagai pesantren al kahfi somalangu. umur beliau kurang lebih mencapai 182 tahun dalam mengasuh pondok pesantren al kahfi somalangu. Dan mengalami 4 zaman (akhir Mojopahit. Demak. Pajang dan awal Mataram) Beliau wafat pada malam jum'at 15 sya'ban 1018 hijriyah/12 november 1609 masehi. Dan di makamkan di bukit lemah lanang dan beliau lah orang pertama yang di makam kan di sana . konon sebelum beliau datang di somalangu ada peradaban hindu terdapat candi lingga dan yoni dari abad ke-8M ,konon dulu banyak candi di somalangu yang sudah rusak dan sekrang tinggal 2,dan konon oleh warga somalangu candi ini hendak di guang di laut bersama sama tetapi apa yang terjadi candi ini muncul kembali di situ,dan sekrang jadi cagar budaya. Pondok Pesntren al kahfi pernah di kunjungi oleh Hang Tuah seorang ulama keturunan cina melayu yang datang di Somalangu ketika dari Mojopahit. Konon cerita menurut para sesepuh di desa di somalangu sewaktu penjajahan belanda,masjid al kahfi somalangu tidak terlihat oleh pasukan belanda dan mereka mengira tidak ada apa-apa. banyak tokoh terkenal yang pada masanya yang mondok di al kahfi somalangu seperti putra2 Demak. Djoko Tingkir. Panembahan Senopati. Pangeran Singosari. Pangeran Purboyo. Pangeran Juminah. Sultan Agung Adipati Arungbinang, Pngeran Diponegoro pernah mondok di Alkahfi somalangu,juga mbah kh Dalhar watu congol. masjid al kahfi masih seperti dulu bangunanya hanya tembok dan halaman yang di renovasi,mustaka dan tiang masjid masih asli seperti dulu.konon atap masjid dulu menggunakan daun illalang yang mengelurkan bau wangi karna dulu daerah somalangu di kenal sebagai alang alang wangi. Di Somalangu banyak terdapat rumah-rumah kuno zaman dulu yang masih ada dan di sana ada juga joglo.dan konon di sungai ada penunggunya yaitu Sarasuta, Menurut para warga yang percaya, peninggalan syekh Abdul Kahfi yaitu kolam tempat wudu yang konon dulu rumah syekh Abdul Kahfi,rumah panggung yang biasanya santri menyebut bangkongreang, di pintu tertulis kyai bongkong yang konon dapat berubah menjadi kodok(sebutan orang jawa untuk katak). Di utara masjid juga ada mulangan tempat syekh Abdul Kahfi mengajar dulu. Dan di sebelah selatan masjid ada bekas rumah yang hanya tersisah puing-puing dan pondasinya saja ,konon bekas rumah Abdul Kahfi awal Syekh Abdul Kahfi Tsani adalah pendiri Ponpes Somalangu Kebumen periode ke 2, setelah sebelumnya pernah berdiri pondok Somalangu Kuno yang didirikan oleh Syekh Abdul Kahfi Awal pada masa pemerintahan Panembahan Senopati ( raja pertama Mataram Islam ) yang sepeninggal Beliau kemudian hilang dimakan zaman seiring dengan tidak adanya regenerasi pada waktu itu ( Fatroh ) dan juga karena bentuk bangunan yang masih sangat sederhana. Syekh Kahfi Tsani adalah salah seorang putra dari Syaikh Marwan "Ali Menawi " bin Syaikh Zaenal Abidin Banjursari Buluspesantren bin Syekh Yusuf Buluspesantren bin. Syaikh Djawahir bin Syaik Muhtarom bin Syaikh Abdul Kahfi Awal. Sejak kecil, Abdul Kahfi dititipkan oleh ayahnya di Pondok milik Sayyid Taslim Tirip Purworejo bin Tolabudin bin Sayyid Muh. Alim Basaiban Bulus Purworejo. Di sana Abdul Kahfi dididik berbagai ilmu tentang Islam. Karena sejak kecil sudah di asuh oleh Sayyid Taslim, maka tidak heran jika Beliau juga sudah dianggap seperti anaknya sendiri, sehingga pada waktu khitan pun, keluarga Sayyid Taslim lah yang mengkhitan Beliau. Setelah dewasa, Sayyid Taslim melarang Abdul Kahfi untuk tetap bermukim di Tirip, sebab menurut Beliau, bukan di Tirip lah seharusnya Abdul Kahfi hidup karena Sayyid Taslim yakin bahwa kelak Abdul Kahfi akan menjadi seorang ulama besar di daerah asalnya seperti Leluhurnya dahulu. Selanjutnya Sayyid Taslim mengantar Abdul Kahfi pulang ke Kebumen, akan tetapi bukan diantar pulang ke Banjursari ( tempat orangtuanya ) melainkan ke desa Somalangu. Sesampainya di desa Somalangu, Sayyid Taslim memberitahukan kepada Abdul Kahfi bahwa didesa inilah dahulu pendahulunya ( Syekh Kahfi Awal ) bermukim dan mendirikan Pondok. Sayyid Taslim juga memberitahukan bekas Pondok Syekh Kahfi Awal yang pada waktu itu sudah tinggal pondasinya saja. Lokasi tersebut saat itu barada di atas tanah yang telah menjadi milik salah seorang penduduk setempat. Tanah tersebut kemudian dibeli oleh Sayyid Taslim dari pemilik waktu itu dan memberikannya kepada murid kesayangan Beliau yang sudah seperti putranya sendiri itu dan berpesan agar Abdul Kahfi bermukim ditempat itu dan membangun kembali pondok untuk meneruskan syiar Islam pendahulunya. Sejak itulah pondok Somalangu baru ( periode ke 2 ) berdiri. Untuk membedakan maka kemudian ditambahlah nama "Awal " di belakang Abdul Kahfi pendiri pondok pertama dan nama " Tsani " di belakang Abdul Kahfi pendiri pondok
Dahulu di negara Galih Pakuan, bertahtalah seorang raja bernama Sang Prabu Permana Di Kusuma. Negaranya subur makmur tak kurang suatu apa. Tidak heran jika negara ini sangat termashur. Baginda mempunyai dua orang isteri. Isteri yang pertama bernama Dewi Pohaci Naganingrum, sedangkan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep. Baginda Sang Permana di Kusuma telah lama memohon kepada Tuhan agar diberi putera, tapi telah sekian lama, kedua isterinya tidak mengandung. Sekalipun baginda telah memohon dengan tekun, tapi permohonannya belum terkabul juga. Sang Baginda mempunyai seorang menteri yang sangat disayanginya bernama Aria Kebonan (Tamperan)  Seorang menteri yang menjadi kepercayaan baginda. Tidak mengherankan jika Aria Kebonan dapat keluar masuk istana dengan bebasnya. Pada suatu hari, ketika sang Baginda sedang berbaring di kamar tidurnya, Aria Kebonan datang ke istana untuk menghadap kepada sang Baginda. Ketika Aria Kebonan mengetahui baginda sedang beristirahat, ia tidak jadi menghadap. Hatinya sangat menyesal tidak dapat langsung menghadap kepada rajanya.  Karena menyangka baginda sedang  tidur, Aria Kebonan mengeluh, "Alangkah senangnya menjadi seorang raja. Segalanya serba dilayani. Tidak seperti diriku ini, sekalipun telah bekerja keras, tapi tak bertemu dengan kesenangan. Alangkah bahagianya jika aku bisa menjadi raja." Sang raja yang mendengar keluhan Aria Kebonan, segera memanggilnya. Aria Kebonan yang mengira baginda tak mendengar keluhannya segara datang menghadap dan menyembah di hadapan rajanya. "Kau ingin menjadi raja, Aria Kebonan?" Aria Kebonan terkejut bukan kepalang, ia tak menyangka raja mendengar keluhannya. Karena merasa bersalah, Aria Kebonan tak dapat menjawab pertanyaan baginda. "Jika benar-benar kau ingin menjadi raja, baiklah, aku akan memberikan kerajaanku, asalkan kau dapat menjalankan pemerintahan dengan adil dan jujur. Aku hendak pergi bertapa. Aku menitipkan kdua permaisuriku. Ingat, kau harus bertindak bijaksana selaku seorang raja," kata baginda. "Mohon ampun Tuanku atas kesalahan hambamu ini. Tapi jika sekiranya memang baginda percaya dan bersedia menyerahkan kerajaan Galih Pakuan ini kepada hamba, sudah tentu hamba akan mengikuti pesan baginda," jawab Aria Kebonan. "Syukurlah jika kau bersedia dan merasa sanggup. Mulai malam ini, dengan disaksikan oleh si Lengser, aku serahkan kerajaanku. Namamu sekarang kuganti menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma." Setelah serah terima,  Baginda segera bersemadi dan lenyaplah Baginda dari hadapan Aria Kebonan dan Lengser. Di kemudian hari, Sang Prabu Permana di Kusuma, menjadi seorang Brahmana bernama Ajar Sukaresi. Aria Kebonan sangat gembira. Ia berganti nama menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma. Sekarang ia telah menjadi raja yang kaya. Sedangkan Lengser kawannya sesama menteri, sekarang harus menyembah  kepadanya.  "Lengser, sekarang juga kau harus memukul gong, dan umumkan kepada rakyat, bahwa Raja Sang Permana di Kusuma telah menjadi muda kembali. Dan ingat Lengser, kau dilarang membuka rahasia, jika jiwamu ingin selamat," kata raja yang baru ini. Lengser dengan hati agak kesal meninggalkan rajanya untuk memukul gong. Dengan berjalan kaki, Lengser memukul gong sambil mengumumkan, bahwa rajanya telah berubah menjadi muda kembali. Rakyat Galih Pakuan semua percaya, karena mereka pun mengetahui, rajanya seorang yang sakti.     Raja Galih Pakuan yang baru, merasa dirinya berkuasa. Ia Telah lupa pada pesan-pesan Sang Permana di Kusuma. Tindakannya kejam.  Pada suatu hari, Naganingrum dan Dewi Pangrenyep telah datang menghadap. Maksud kedatangan kedua permaisuri baginda akan menceritakan tentang impian mereka semalam. "Tadi malam, kami bermimpi. Mimpi kami berdua ternyata sama. Kami bermimpi kejatuhan bulan. Bulan itu jatuh ke atas pangkuan kami. Menurut seorang brahmana bernama Ajar Sukaresi, kami berdua akan mendapat putera." Sudah tentu baginda terkejut. Kemudian ia menyuruh Lengser memanggil Ajar Sukaresi di gunung Padang. Tidak diceritakan perjalanan Lengser, Brahmana sakti yang bernama Ajar Sukaresi segera datang menghadap. Baru saja Ajar Sukaresi menghadap. Baginda yang hendak mempermalukan Ajar Sukaresi telah siap-siap dengan tipu dayanya. Baginda telah menyuruh kedua permaisurinya memasang kuali pada perutnya, agar tampak seperti sedang mengandung. "Coba katakan, apakah kedua permaisuriku ini sedang hamil atau tidak?" tanya baginda. "Benar hamil, Tuanku," jawab Ajar Sukaresi tanpa ragu. "Coba katakan laki-laki atau perempuan anak-anakku itu?" "Menurut penglihatan hamba yang bodoh, putera Baginda keduanya laki-laki." Alangkah marah baginda. Kuali yang diikatkan pada perut kedua istrinya segera diperlihatkan. Ajar Sukaresi diam saja. Rupanya kemarahan baginda tidak sampai di situ. Segera ia menyepak kuali itu jauh-jauh. Di kemudian hari, desa tempat jatuhnya kuali itu disebut Kawali (dan menjadi pusat pemerintahan di kemudian hari). Tiba-tiba baginda mencabut keris dan menikamkannya kepada Ajar Sukaresi. Tapi ajaib, kerisnya malah bengkok. Baginda yang sangat terkejut melihat kejadian itu, untuk sesaat diam saja. Ki Ajar Sukaresi segera bersemadi. Tubuhnya lenyap kembali ke Gunung Padang.  Apa yang dikatakan oleh Ajar Sukaresi ternyata benar. Kedua permaisuri baginda benar-benar hamil. Setelah sembilan bulan Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putera. Anak laki-laki ini oleh baginda diberi nama Aria Banga (Hariang Banga) Sedangkan Naganingrum belum melahirkan. Naganingrum telah hamil sepuluh bulan,  tapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Pada suatu hari, raja merasa heran, karena sudah sepuluh bulan, Naganingrum hamil, tapi belum melahirkan. Baginda datang ke tempat Naganingrum hendak menjenguk isterinya. Ketika baginda datang, nampak Naganingrum sedang menangis. Karena merasa kasihan, baginda menghiburnya. Naganingrum agak senang juga hatinya.  Ketika itu udara sangat nyaman. Baginda tak sadar tertidur di samping Naganingrum. Di dalam tidurnya baginda mendengar suara yang berkata, "Hai raja lalim! Kau telah menyiksa Ajar Sukaresi yang tak berdosa. Kelak kau akan menerima balasan." Sudah tentu baginda sangat terkejut. Ia buru-buru bangun. Pada mulanya baginda menyangka suara yang didengarnya adalah suara Naganingrum. Tapi Naganingrum mengatakan, bahwa suara itu datang dari perutnya yang gendut. Sepulang dari tempat Naganingrum, baginda merasa tidak tenang. Ia telah memanggil beberapa orang ahli nujum. Semua ditanyai tentang kandungan Naganingrum. "Rupanya anak yang dikandung oleh permaisuri Naganingrum, seorang putera yang kelak akan membahayakan baginda, " kata beberapa nujum kepada baginda. Mendengar keterangan ini, baginda sangat marah. Hari itu juga Naganingrum diusir dari istana dan ditempatkan di luar kota. Pada suatu hari, Dewi Pangrenyep dipanggil oleh baginda. Dewi Pangrenyep segera menghadap. Ia segera menyembah kepada baginda. "Pangrenyep, puteramu Aria Banga akan kujadikan penggantiku kelak," kata baginda. Dewi Pangrenyep sangat gembira mendengar sabda baginda. Lalu baginda berkata, "Tapi jika Naganingrum melahirkan, puteranya harus kau hanyutkan di sungai." Dewi Pangrenyep menerima perintah suaminya. Segera ia mengatur siasat. Semua dukun beranak dilarang membantu Naganingrum melahirkan. Semua harus meninggalkan rumahnya, bila Naganingrum melahirkan. Saat Hariang Banga telah berusia 3 bulan, saat itu bulan ke-13 kehamilan Dewi Pohaci dan melahirkan anak laki-laki.  Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang pun dayang-dayang  diperkenankan menolong Dewi Pohaci, melainkan Dewi Pangrenyep sendiri yang membantu persalinan Dewi Pohaci.  Dengan kelihaian dan akal licik Dewi Pangrenyep, putra Dewi Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa Dewi Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Sementara Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui. Karena aib fitnah yang ditimbulkan oleh Dewi Pangrenyep seakan Dewi Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, Raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Dewi Pohaci.  Si Lengser tidak sampai hati melaksanakan perintah Raja terhadap Dewi Pohaci Permaisuri junjungannya. Karena dalam benak Aki Lengser tidak mungkin Sang Dewi Melahirkan Anjing. Dan pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam istana akibat persaingan Dua Permaisuri. Dewi Pohaci pun akhirnya diantarkannya ke desa tempat kelahirannya.  Sesampainya di istana Aki Lengser melaporkan bahwa Dewi Pohaci telah dibunuh. Mendengar laporan tersebut Sang Prabu dan Dewi Pangrenyep Gembira karena tujuan nya telah berhasil Untuk menyingkirkan Dewi Pohaci. Tersebut lah seorang Aki bersama istrinya, yang bernama Aki Balagantrang. yang tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Aki Balagantrang sebenarnya masih krabat Kerajaan Galuh yang sengaja menyingkir dari keramaian. Sudah lama Aki Balagantrang menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini Balagantrang bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki.  Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.setelah beberapa lama tiba-tiba jala yang dilemparkan ke sungai terasa berat dan di tarik dan betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi Bayi beserta telur ayam, bayi tersebut di bawa pulang dan Aki Asuh dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa yang diberi nama Nagawiru Dan Anak angkat ini mereka beri nama Sang Manarah. Suatu ketika Aki Balagrantang mengajak Sang Manarah ke hutan dan tiba-tiba ada suara burung yang melengking nyaring sang Manarah pun bertanya suara apa itu.. Aki Balagrantang pun menjawab itu suara Ciung.Dan dan sang Manarah pun melihat hewan yang melompat kesana kemari di pepohonan dengan lincah dan dijelaskan itu namanya Wanara. Hal tersebut menjadi ilham bagi Aki Balagrantang untuk menyamarkan Sang Manarah dalam pengembaraan kelak. Dan di namailah sang Manarah dengan Nama Ciung Wanara sebagai nama samaran dlm pengembaraan.  Aki Balagantrang pun mempersiapkan sekelompok orang untuk di latih ilmu keprajuritan dan memberikan pelajaran tentang ilmu tata pemerintahan kepada Ciung Wanara. Geger Sunten menjadi basis kekuatan Aki Balagrantang untuk mengembangkan strategi mengembalikan tahta Galuh kepada Sang Manarah kelak. Suatu saat bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Tentang siapa sebenarnya Dia. Terus terang Aki dan Nini Balagantrang menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya yang masih Putra Kerajaan Galuh. Dan di perintah kan untuk menghadap Ke Gunung Padang menemui seorang petapa sakti yang bernama Adjar Sukaresi. Berguru lah kepada Ki Adjar ikuti apa perintah nya karena Petapa tersebut yang kelak akan memberikan petunjuk bagaimana cara masuk ke Kerajaan. Sesampainya di Gunung Padang Ciung Wanara segera menghadap Ki Adjar Sukaresi dan diterima sebagai murid serta di ajarkan beberapa ilmu kesaktian dan tatanegara.  Suatu saat Ciung Wanara diperintahkan untuk bertapa di Gunung Geger Sunten yang tdk jauh dari perkampungan tempat tinggal Aki Balagantrang... dalam pertapaan tersebut Ciung Wanara selalu di goda oleh sosok Naga yang kadang hanya kelihatan Kepala dan sesekali kelihatan ekornya aja. (kelak dr peristiwa itu terinspirasi pembuatan keris Nogo Siluman oleh Empu Gebang). Setelah pertapaan selesai Ciung Wanara diperintahkan untuk menikah dengan Dewi Kencana Wangi cucu Resi Demunawan penguasa Galunggung. Serta harus pulang ke Geger Sunten. Dan jika suatu saat kerajaan mengadakan sabung Ayam hendaknya ikut serta dan minta taruhan agar dijadikan Putra Mahkota.  Ciung Wanara pun pergi dari Gunung Padang dan menjalankan semua perintah Sang Begawan yang tidak lain adalah Ayahanda nya sendiri.  Suatu hari Ciung Wanara pamit kepada Aki Balagantrang untuk menyabung ayamnya dengan ayam Raja, karena didengarnya Raja gemar menyabung ayam.  Dalam sambung tersebut taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam Raja kalah, Raja harus bersedia mengangkatnya menjadi Putra Mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut . Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa betahun-tahun yang lampau tentang Sang Prabu Permana Di Kusuma serta permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan.  Raja tidak menyadari hal itu karena terpaku dengan pemikiran tentang siapa sebenarnya  Ciung Wanara. tetapi sebaliknya Aki Lengser sangat terkesan akan hal itu. Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra Raja Junjungannya (Prabu Permana Hadi Kusuma)  Setelah persabungan, ayam Baginda Raja kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra Mahkota.  Dalam pesta pengangkatan Putra Mahkota, Raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga.  Selesai pesta pengangkatan putra Mahkota . Pada suatu hari, Ciung Wanara yang telah membuat penjara besi, memanggil ayah dan ibu tirinya (Prabu Barma Wijaya /Tamperan) supaya memeriksa penjara. Baginda dan Dewi Pangrenyep tidak merasa curiga. Keduanya masuk ke dalam penjara. Ciung Wanara segera menguncinya.  Aria Banga sangat marah, ketika mendengar ayah dan ibunya dipenjarakan oleh Ciung Wanara.  Terjadilah perkelahian yang seru antara Ciung Wanara dengan Aria Banga. Tak seorangpun yang mengalah. Perkelahian dilakukan terus menerus siang dan malam. Tiba-tiba, Ciung Wanara dapat menangkap Aria Banga. Kemudian melemparkannya ke seberang sungai Cipamali. Dan insyaflah Aria Banga, bahwa Ciung Wanara bukan lawan yang ringan. Ia mengaku kalah. Sungai Cipamali ditetapkan sebagai batas negara. Sebelah Timur milik Aria Banga dan sebelah Barat milik Ciung Wanara.  Ciung Wanara lalu menendang penjara besi yang berisi raja Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Penjara itu jatuh pada sebuah desa yang sampai sekarang terkenal sebagai desa Kandangwesi (Penjara Besi). Dan Ciung Wanara segera menjemput ibunya Dewi Pohaci Naganingrum juga kakek dan nenek Balangantrang serta istrinya (Dewi Kencana Wangi) Mereka semua hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran. Pada suatu ketika datanglah seorang Empu yang bernama Empu Gebang menghadap Sang Prabu dengan maksud untuk mengabdi... kedatangan Empu diterima Sang Prabu dan sang Prabu memerintahkan sang Empu untuk membuat keris pusaka yang menceritakan tentang lima kebaikan dan lima keutamaan serta Sebilah keris yang mengisahkan perjalanan pertapaannya saat di goda Naga.. dr ketrampilan Sang Empu Tercipta lah dua Bilah keris yang satu Diberinama Sang Pandowo Cinarito dan yang satunya Sang Nogo Siluman yang keduanya di persembahkan pada Sang Prabu. Sang Manarah mencurahkan semuanya untuk kesejahteraan rakyat dan menjaga tali persaudaraan dengan kerajaan lain. Dari perkawinan Sang Manarah (Ciung Wanara) dengan Dewi Kencana Wangi lahir seorang Putri yang bernama Dewi Purbasari dan kelak menikah dengan Sang Manistri (lutung Kasarung)  Sang Manistri yang akhirnya menggantikan Sang Manarah menjadi Raja. Sang Manarah Raja Pakuan selama 40tahun dan akhirnya menjadi Petapa mengikuti jejak sesepuh (lengser Keprabon Madeg Pandito) Hingga saat ini tempat ngahiyang Sang Manarah masih terjaga di situ[disingkat oleh WhatsApp]
Dahulu di negara Galih Pakuan, bertahtalah seorang raja bernama Sang Prabu Permana Di Kusuma. Negaranya subur makmur tak kurang suatu apa. Tidak heran jika negara ini sangat termashur. Baginda mempunyai dua orang isteri. Isteri yang pertama bernama Dewi Pohaci Naganingrum, sedangkan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep. Baginda Sang Permana di Kusuma telah lama memohon kepada Tuhan agar diberi putera, tapi telah sekian lama, kedua isterinya tidak mengandung. Sekalipun baginda telah memohon dengan tekun, tapi permohonannya belum terkabul juga. Sang Baginda mempunyai seorang menteri yang sangat disayanginya bernama Aria Kebonan (Tamperan)  Seorang menteri yang menjadi kepercayaan baginda. Tidak mengherankan jika Aria Kebonan dapat keluar masuk istana dengan bebasnya. Pada suatu hari, ketika sang Baginda sedang berbaring di kamar tidurnya, Aria Kebonan datang ke istana untuk menghadap kepada sang Baginda. Ketika Aria Kebonan mengetahui baginda sedang beristirahat, ia tidak jadi menghadap. Hatinya sangat menyesal tidak dapat langsung menghadap kepada rajanya.  Karena menyangka baginda sedang  tidur, Aria Kebonan mengeluh, "Alangkah senangnya menjadi seorang raja. Segalanya serba dilayani. Tidak seperti diriku ini, sekalipun telah bekerja keras, tapi tak bertemu dengan kesenangan. Alangkah bahagianya jika aku bisa menjadi raja." Sang raja yang mendengar keluhan Aria Kebonan, segera memanggilnya. Aria Kebonan yang mengira baginda tak mendengar keluhannya segara datang menghadap dan menyembah di hadapan rajanya. "Kau ingin menjadi raja, Aria Kebonan?" Aria Kebonan terkejut bukan kepalang, ia tak menyangka raja mendengar keluhannya. Karena merasa bersalah, Aria Kebonan tak dapat menjawab pertanyaan baginda. "Jika benar-benar kau ingin menjadi raja, baiklah, aku akan memberikan kerajaanku, asalkan kau dapat menjalankan pemerintahan dengan adil dan jujur. Aku hendak pergi bertapa. Aku menitipkan kdua permaisuriku. Ingat, kau harus bertindak bijaksana selaku seorang raja," kata baginda. "Mohon ampun Tuanku atas kesalahan hambamu ini. Tapi jika sekiranya memang baginda percaya dan bersedia menyerahkan kerajaan Galih Pakuan ini kepada hamba, sudah tentu hamba akan mengikuti pesan baginda," jawab Aria Kebonan. "Syukurlah jika kau bersedia dan merasa sanggup. Mulai malam ini, dengan disaksikan oleh si Lengser, aku serahkan kerajaanku. Namamu sekarang kuganti menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma." Setelah serah terima,  Baginda segera bersemadi dan lenyaplah Baginda dari hadapan Aria Kebonan dan Lengser. Di kemudian hari, Sang Prabu Permana di Kusuma, menjadi seorang Brahmana bernama Ajar Sukaresi. Aria Kebonan sangat gembira. Ia berganti nama menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma. Sekarang ia telah menjadi raja yang kaya. Sedangkan Lengser kawannya sesama menteri, sekarang harus menyembah  kepadanya.  "Lengser, sekarang juga kau harus memukul gong, dan umumkan kepada rakyat, bahwa Raja Sang Permana di Kusuma telah menjadi muda kembali. Dan ingat Lengser, kau dilarang membuka rahasia, jika jiwamu ingin selamat," kata raja yang baru ini. Lengser dengan hati agak kesal meninggalkan rajanya untuk memukul gong. Dengan berjalan kaki, Lengser memukul gong sambil mengumumkan, bahwa rajanya telah berubah menjadi muda kembali. Rakyat Galih Pakuan semua percaya, karena mereka pun mengetahui, rajanya seorang yang sakti.     Raja Galih Pakuan yang baru, merasa dirinya berkuasa. Ia Telah lupa pada pesan-pesan Sang Permana di Kusuma. Tindakannya kejam.  Pada suatu hari, Naganingrum dan Dewi Pangrenyep telah datang menghadap. Maksud kedatangan kedua permaisuri baginda akan menceritakan tentang impian mereka semalam. "Tadi malam, kami bermimpi. Mimpi kami berdua ternyata sama. Kami bermimpi kejatuhan bulan. Bulan itu jatuh ke atas pangkuan kami. Menurut seorang brahmana bernama Ajar Sukaresi, kami berdua akan mendapat putera." Sudah tentu baginda terkejut. Kemudian ia menyuruh Lengser memanggil Ajar Sukaresi di gunung Padang. Tidak diceritakan perjalanan Lengser, Brahmana sakti yang bernama Ajar Sukaresi segera datang menghadap. Baru saja Ajar Sukaresi menghadap. Baginda yang hendak mempermalukan Ajar Sukaresi telah siap-siap dengan tipu dayanya. Baginda telah menyuruh kedua permaisurinya memasang kuali pada perutnya, agar tampak seperti sedang mengandung. "Coba katakan, apakah kedua permaisuriku ini sedang hamil atau tidak?" tanya baginda. "Benar hamil, Tuanku," jawab Ajar Sukaresi tanpa ragu. "Coba katakan laki-laki atau perempuan anak-anakku itu?" "Menurut penglihatan hamba yang bodoh, putera Baginda keduanya laki-laki." Alangkah marah baginda. Kuali yang diikatkan pada perut kedua istrinya segera diperlihatkan. Ajar Sukaresi diam saja. Rupanya kemarahan baginda tidak sampai di situ. Segera ia menyepak kuali itu jauh-jauh. Di kemudian hari, desa tempat jatuhnya kuali itu disebut Kawali (dan menjadi pusat pemerintahan di kemudian hari). Tiba-tiba baginda mencabut keris dan menikamkannya kepada Ajar Sukaresi. Tapi ajaib, kerisnya malah bengkok. Baginda yang sangat terkejut melihat kejadian itu, untuk sesaat diam saja. Ki Ajar Sukaresi segera bersemadi. Tubuhnya lenyap kembali ke Gunung Padang.  Apa yang dikatakan oleh Ajar Sukaresi ternyata benar. Kedua permaisuri baginda benar-benar hamil. Setelah sembilan bulan Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putera. Anak laki-laki ini oleh baginda diberi nama Aria Banga (Hariang Banga) Sedangkan Naganingrum belum melahirkan. Naganingrum telah hamil sepuluh bulan,  tapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Pada suatu hari, raja merasa heran, karena sudah sepuluh bulan, Naganingrum hamil, tapi belum melahirkan. Baginda datang ke tempat Naganingrum hendak menjenguk isterinya. Ketika baginda datang, nampak Naganingrum sedang menangis. Karena merasa kasihan, baginda menghiburnya. Naganingrum agak senang juga hatinya.  Ketika itu udara sangat nyaman. Baginda tak sadar tertidur di samping Naganingrum. Di dalam tidurnya baginda mendengar suara yang berkata, "Hai raja lalim! Kau telah menyiksa Ajar Sukaresi yang tak berdosa. Kelak kau akan menerima balasan." Sudah tentu baginda sangat terkejut. Ia buru-buru bangun. Pada mulanya baginda menyangka suara yang didengarnya adalah suara Naganingrum. Tapi Naganingrum mengatakan, bahwa suara itu datang dari perutnya yang gendut. Sepulang dari tempat Naganingrum, baginda merasa tidak tenang. Ia telah memanggil beberapa orang ahli nujum. Semua ditanyai tentang kandungan Naganingrum. "Rupanya anak yang dikandung oleh permaisuri Naganingrum, seorang putera yang kelak akan membahayakan baginda, " kata beberapa nujum kepada baginda. Mendengar keterangan ini, baginda sangat marah. Hari itu juga Naganingrum diusir dari istana dan ditempatkan di luar kota. Pada suatu hari, Dewi Pangrenyep dipanggil oleh baginda. Dewi Pangrenyep segera menghadap. Ia segera menyembah kepada baginda. "Pangrenyep, puteramu Aria Banga akan kujadikan penggantiku kelak," kata baginda. Dewi Pangrenyep sangat gembira mendengar sabda baginda. Lalu baginda berkata, "Tapi jika Naganingrum melahirkan, puteranya harus kau hanyutkan di sungai." Dewi Pangrenyep menerima perintah suaminya. Segera ia mengatur siasat. Semua dukun beranak dilarang membantu Naganingrum melahirkan. Semua harus meninggalkan rumahnya, bila Naganingrum melahirkan. Saat Hariang Banga telah berusia 3 bulan, saat itu bulan ke-13 kehamilan Dewi Pohaci dan melahirkan anak laki-laki.  Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang pun dayang-dayang  diperkenankan menolong Dewi Pohaci, melainkan Dewi Pangrenyep sendiri yang membantu persalinan Dewi Pohaci.  Dengan kelihaian dan akal licik Dewi Pangrenyep, putra Dewi Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa Dewi Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Sementara Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui. Karena aib fitnah yang ditimbulkan oleh Dewi Pangrenyep seakan Dewi Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, Raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Dewi Pohaci.  Si Lengser tidak sampai hati melaksanakan perintah Raja terhadap Dewi Pohaci Permaisuri junjungannya. Karena dalam benak Aki Lengser tidak mungkin Sang Dewi Melahirkan Anjing. Dan pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam istana akibat persaingan Dua Permaisuri. Dewi Pohaci pun akhirnya diantarkannya ke desa tempat kelahirannya.  Sesampainya di istana Aki Lengser melaporkan bahwa Dewi Pohaci telah dibunuh. Mendengar laporan tersebut Sang Prabu dan Dewi Pangrenyep Gembira karena tujuan nya telah berhasil Untuk menyingkirkan Dewi Pohaci. Tersebut lah seorang Aki bersama istrinya, yang bernama Aki Balagantrang. yang tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Aki Balagantrang sebenarnya masih krabat Kerajaan Galuh yang sengaja menyingkir dari keramaian. Sudah lama Aki Balagantrang menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini Balagantrang bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki.  Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.setelah beberapa lama tiba-tiba jala yang dilemparkan ke sungai terasa berat dan di tarik dan betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi Bayi beserta telur ayam, bayi tersebut di bawa pulang dan Aki Asuh dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa yang diberi nama Nagawiru Dan Anak angkat ini mereka beri nama Sang Manarah. Suatu ketika Aki Balagrantang mengajak Sang Manarah ke hutan dan tiba-tiba ada suara burung yang melengking nyaring sang Manarah pun bertanya suara apa itu.. Aki Balagrantang pun menjawab itu suara Ciung.Dan dan sang Manarah pun melihat hewan yang melompat kesana kemari di pepohonan dengan lincah dan dijelaskan itu namanya Wanara. Hal tersebut menjadi ilham bagi Aki Balagrantang untuk menyamarkan Sang Manarah dalam pengembaraan kelak. Dan di namailah sang Manarah dengan Nama Ciung Wanara sebagai nama samaran dlm pengembaraan.  Aki Balagantrang pun mempersiapkan sekelompok orang untuk di latih ilmu keprajuritan dan memberikan pelajaran tentang ilmu tata pemerintahan kepada Ciung Wanara. Geger Sunten menjadi basis kekuatan Aki Balagrantang untuk mengembangkan strategi mengembalikan tahta Galuh kepada Sang Manarah kelak. Suatu saat bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Tentang siapa sebenarnya Dia. Terus terang Aki dan Nini Balagantrang menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya yang masih Putra Kerajaan Galuh. Dan di perintah kan untuk menghadap Ke Gunung Padang menemui seorang petapa sakti yang bernama Adjar Sukaresi. Berguru lah kepada Ki Adjar ikuti apa perintah nya karena Petapa tersebut yang kelak akan memberikan petunjuk bagaimana cara masuk ke Kerajaan. Sesampainya di Gunung Padang Ciung Wanara segera menghadap Ki Adjar Sukaresi dan diterima sebagai murid serta di ajarkan beberapa ilmu kesaktian dan tatanegara.  Suatu saat Ciung Wanara diperintahkan untuk bertapa di Gunung Geger Sunten yang tdk jauh dari perkampungan tempat tinggal Aki Balagantrang... dalam pertapaan tersebut Ciung Wanara selalu di goda oleh sosok Naga yang kadang hanya kelihatan Kepala dan sesekali kelihatan ekornya aja. (kelak dr peristiwa itu terinspirasi pembuatan keris Nogo Siluman oleh Empu Gebang). Setelah pertapaan selesai Ciung Wanara diperintahkan untuk menikah dengan Dewi Kencana Wangi cucu Resi Demunawan penguasa Galunggung. Serta harus pulang ke Geger Sunten. Dan jika suatu saat kerajaan mengadakan sabung Ayam hendaknya ikut serta dan minta taruhan agar dijadikan Putra Mahkota.  Ciung Wanara pun pergi dari Gunung Padang dan menjalankan semua perintah Sang Begawan yang tidak lain adalah Ayahanda nya sendiri.  Suatu hari Ciung Wanara pamit kepada Aki Balagantrang untuk menyabung ayamnya dengan ayam Raja, karena didengarnya Raja gemar menyabung ayam.  Dalam sambung tersebut taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam Raja kalah, Raja harus bersedia mengangkatnya menjadi Putra Mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut . Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa betahun-tahun yang lampau tentang Sang Prabu Permana Di Kusuma serta permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan.  Raja tidak menyadari hal itu karena terpaku dengan pemikiran tentang siapa sebenarnya  Ciung Wanara. tetapi sebaliknya Aki Lengser sangat terkesan akan hal itu. Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra Raja Junjungannya (Prabu Permana Hadi Kusuma)  Setelah persabungan, ayam Baginda Raja kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra Mahkota.  Dalam pesta pengangkatan Putra Mahkota, Raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga.  Selesai pesta pengangkatan putra Mahkota . Pada suatu hari, Ciung Wanara yang telah membuat penjara besi, memanggil ayah dan ibu tirinya (Prabu Barma Wijaya /Tamperan) supaya memeriksa penjara. Baginda dan Dewi Pangrenyep tidak merasa curiga. Keduanya masuk ke dalam penjara. Ciung Wanara segera menguncinya.  Aria Banga sangat marah, ketika mendengar ayah dan ibunya dipenjarakan oleh Ciung Wanara.  Terjadilah perkelahian yang seru antara Ciung Wanara dengan Aria Banga. Tak seorangpun yang mengalah. Perkelahian dilakukan terus menerus siang dan malam. Tiba-tiba, Ciung Wanara dapat menangkap Aria Banga. Kemudian melemparkannya ke seberang sungai Cipamali. Dan insyaflah Aria Banga, bahwa Ciung Wanara bukan lawan yang ringan. Ia mengaku kalah. Sungai Cipamali ditetapkan sebagai batas negara. Sebelah Timur milik Aria Banga dan sebelah Barat milik Ciung Wanara.  Ciung Wanara lalu menendang penjara besi yang berisi raja Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Penjara itu jatuh pada sebuah desa yang sampai sekarang terkenal sebagai desa Kandangwesi (Penjara Besi). Dan Ciung Wanara segera menjemput ibunya Dewi Pohaci Naganingrum juga kakek dan nenek Balangantrang serta istrinya (Dewi Kencana Wangi) Mereka semua hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran. Pada suatu ketika datanglah seorang Empu yang bernama Empu Gebang menghadap Sang Prabu dengan maksud untuk mengabdi... kedatangan Empu diterima Sang Prabu dan sang Prabu memerintahkan sang Empu untuk membuat keris pusaka yang menceritakan tentang lima kebaikan dan lima keutamaan serta Sebilah keris yang mengisahkan perjalanan pertapaannya saat di goda Naga.. dr ketrampilan Sang Empu Tercipta lah dua Bilah keris yang satu Diberinama Sang Pandowo Cinarito dan yang satunya Sang Nogo Siluman yang keduanya di persembahkan pada Sang Prabu. Sang Manarah mencurahkan semuanya untuk kesejahteraan rakyat dan menjaga tali persaudaraan dengan kerajaan lain. Dari perkawinan Sang Manarah (Ciung Wanara) dengan Dewi Kencana Wangi lahir seorang Putri yang bernama Dewi Purbasari dan kelak menikah dengan Sang Manistri (lutung Kasarung)  Sang Manistri yang akhirnya menggantikan Sang Manarah menjadi Raja. Sang Manarah Raja Pakuan selama 40tahun dan akhirnya menjadi Petapa mengikuti jejak sesepuh (lengser Keprabon Madeg Pandito) Hingga saat ini tempat ngahiyang Sang Manarah masih terjaga di situ[disingkat oleh WhatsApp]
Dahulu di negara Galih Pakuan, bertahtalah seorang raja bernama Sang Prabu Permana Di Kusuma. Negaranya subur makmur tak kurang suatu apa. Tidak heran jika negara ini sangat termashur. Baginda mempunyai dua orang isteri. Isteri yang pertama bernama Dewi Pohaci Naganingrum, sedangkan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep. Baginda Sang Permana di Kusuma telah lama memohon kepada Tuhan agar diberi putera, tapi telah sekian lama, kedua isterinya tidak mengandung. Sekalipun baginda telah memohon dengan tekun, tapi permohonannya belum terkabul juga. Sang Baginda mempunyai seorang menteri yang sangat disayanginya bernama Aria Kebonan (Tamperan)  Seorang menteri yang menjadi kepercayaan baginda. Tidak mengherankan jika Aria Kebonan dapat keluar masuk istana dengan bebasnya. Pada suatu hari, ketika sang Baginda sedang berbaring di kamar tidurnya, Aria Kebonan datang ke istana untuk menghadap kepada sang Baginda. Ketika Aria Kebonan mengetahui baginda sedang beristirahat, ia tidak jadi menghadap. Hatinya sangat menyesal tidak dapat langsung menghadap kepada rajanya.  Karena menyangka baginda sedang  tidur, Aria Kebonan mengeluh, "Alangkah senangnya menjadi seorang raja. Segalanya serba dilayani. Tidak seperti diriku ini, sekalipun telah bekerja keras, tapi tak bertemu dengan kesenangan. Alangkah bahagianya jika aku bisa menjadi raja." Sang raja yang mendengar keluhan Aria Kebonan, segera memanggilnya. Aria Kebonan yang mengira baginda tak mendengar keluhannya segara datang menghadap dan menyembah di hadapan rajanya. "Kau ingin menjadi raja, Aria Kebonan?" Aria Kebonan terkejut bukan kepalang, ia tak menyangka raja mendengar keluhannya. Karena merasa bersalah, Aria Kebonan tak dapat menjawab pertanyaan baginda. "Jika benar-benar kau ingin menjadi raja, baiklah, aku akan memberikan kerajaanku, asalkan kau dapat menjalankan pemerintahan dengan adil dan jujur. Aku hendak pergi bertapa. Aku menitipkan kdua permaisuriku. Ingat, kau harus bertindak bijaksana selaku seorang raja," kata baginda. "Mohon ampun Tuanku atas kesalahan hambamu ini. Tapi jika sekiranya memang baginda percaya dan bersedia menyerahkan kerajaan Galih Pakuan ini kepada hamba, sudah tentu hamba akan mengikuti pesan baginda," jawab Aria Kebonan. "Syukurlah jika kau bersedia dan merasa sanggup. Mulai malam ini, dengan disaksikan oleh si Lengser, aku serahkan kerajaanku. Namamu sekarang kuganti menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma." Setelah serah terima,  Baginda segera bersemadi dan lenyaplah Baginda dari hadapan Aria Kebonan dan Lengser. Di kemudian hari, Sang Prabu Permana di Kusuma, menjadi seorang Brahmana bernama Ajar Sukaresi. Aria Kebonan sangat gembira. Ia berganti nama menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma. Sekarang ia telah menjadi raja yang kaya. Sedangkan Lengser kawannya sesama menteri, sekarang harus menyembah  kepadanya.  "Lengser, sekarang juga kau harus memukul gong, dan umumkan kepada rakyat, bahwa Raja Sang Permana di Kusuma telah menjadi muda kembali. Dan ingat Lengser, kau dilarang membuka rahasia, jika jiwamu ingin selamat," kata raja yang baru ini. Lengser dengan hati agak kesal meninggalkan rajanya untuk memukul gong. Dengan berjalan kaki, Lengser memukul gong sambil mengumumkan, bahwa rajanya telah berubah menjadi muda kembali. Rakyat Galih Pakuan semua percaya, karena mereka pun mengetahui, rajanya seorang yang sakti.     Raja Galih Pakuan yang baru, merasa dirinya berkuasa. Ia Telah lupa pada pesan-pesan Sang Permana di Kusuma. Tindakannya kejam.  Pada suatu hari, Naganingrum dan Dewi Pangrenyep telah datang menghadap. Maksud kedatangan kedua permaisuri baginda akan menceritakan tentang impian mereka semalam. "Tadi malam, kami bermimpi. Mimpi kami berdua ternyata sama. Kami bermimpi kejatuhan bulan. Bulan itu jatuh ke atas pangkuan kami. Menurut seorang brahmana bernama Ajar Sukaresi, kami berdua akan mendapat putera." Sudah tentu baginda terkejut. Kemudian ia menyuruh Lengser memanggil Ajar Sukaresi di gunung Padang. Tidak diceritakan perjalanan Lengser, Brahmana sakti yang bernama Ajar Sukaresi segera datang menghadap. Baru saja Ajar Sukaresi menghadap. Baginda yang hendak mempermalukan Ajar Sukaresi telah siap-siap dengan tipu dayanya. Baginda telah menyuruh kedua permaisurinya memasang kuali pada perutnya, agar tampak seperti sedang mengandung. "Coba katakan, apakah kedua permaisuriku ini sedang hamil atau tidak?" tanya baginda. "Benar hamil, Tuanku," jawab Ajar Sukaresi tanpa ragu. "Coba katakan laki-laki atau perempuan anak-anakku itu?" "Menurut penglihatan hamba yang bodoh, putera Baginda keduanya laki-laki." Alangkah marah baginda. Kuali yang diikatkan pada perut kedua istrinya segera diperlihatkan. Ajar Sukaresi diam saja. Rupanya kemarahan baginda tidak sampai di situ. Segera ia menyepak kuali itu jauh-jauh. Di kemudian hari, desa tempat jatuhnya kuali itu disebut Kawali (dan menjadi pusat pemerintahan di kemudian hari). Tiba-tiba baginda mencabut keris dan menikamkannya kepada Ajar Sukaresi. Tapi ajaib, kerisnya malah bengkok. Baginda yang sangat terkejut melihat kejadian itu, untuk sesaat diam saja. Ki Ajar Sukaresi segera bersemadi. Tubuhnya lenyap kembali ke Gunung Padang.  Apa yang dikatakan oleh Ajar Sukaresi ternyata benar. Kedua permaisuri baginda benar-benar hamil. Setelah sembilan bulan Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putera. Anak laki-laki ini oleh baginda diberi nama Aria Banga (Hariang Banga) Sedangkan Naganingrum belum melahirkan. Naganingrum telah hamil sepuluh bulan,  tapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Pada suatu hari, raja merasa heran, karena sudah sepuluh bulan, Naganingrum hamil, tapi belum melahirkan. Baginda datang ke tempat Naganingrum hendak menjenguk isterinya. Ketika baginda datang, nampak Naganingrum sedang menangis. Karena merasa kasihan, baginda menghiburnya. Naganingrum agak senang juga hatinya.  Ketika itu udara sangat nyaman. Baginda tak sadar tertidur di samping Naganingrum. Di dalam tidurnya baginda mendengar suara yang berkata, "Hai raja lalim! Kau telah menyiksa Ajar Sukaresi yang tak berdosa. Kelak kau akan menerima balasan." Sudah tentu baginda sangat terkejut. Ia buru-buru bangun. Pada mulanya baginda menyangka suara yang didengarnya adalah suara Naganingrum. Tapi Naganingrum mengatakan, bahwa suara itu datang dari perutnya yang gendut. Sepulang dari tempat Naganingrum, baginda merasa tidak tenang. Ia telah memanggil beberapa orang ahli nujum. Semua ditanyai tentang kandungan Naganingrum. "Rupanya anak yang dikandung oleh permaisuri Naganingrum, seorang putera yang kelak akan membahayakan baginda, " kata beberapa nujum kepada baginda. Mendengar keterangan ini, baginda sangat marah. Hari itu juga Naganingrum diusir dari istana dan ditempatkan di luar kota. Pada suatu hari, Dewi Pangrenyep dipanggil oleh baginda. Dewi Pangrenyep segera menghadap. Ia segera menyembah kepada baginda. "Pangrenyep, puteramu Aria Banga akan kujadikan penggantiku kelak," kata baginda. Dewi Pangrenyep sangat gembira mendengar sabda baginda. Lalu baginda berkata, "Tapi jika Naganingrum melahirkan, puteranya harus kau hanyutkan di sungai." Dewi Pangrenyep menerima perintah suaminya. Segera ia mengatur siasat. Semua dukun beranak dilarang membantu Naganingrum melahirkan. Semua harus meninggalkan rumahnya, bila Naganingrum melahirkan. Saat Hariang Banga telah berusia 3 bulan, saat itu bulan ke-13 kehamilan Dewi Pohaci dan melahirkan anak laki-laki.  Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang pun dayang-dayang  diperkenankan menolong Dewi Pohaci, melainkan Dewi Pangrenyep sendiri yang membantu persalinan Dewi Pohaci.  Dengan kelihaian dan akal licik Dewi Pangrenyep, putra Dewi Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa Dewi Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Sementara Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui. Karena aib fitnah yang ditimbulkan oleh Dewi Pangrenyep seakan Dewi Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, Raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Dewi Pohaci.  Si Lengser tidak sampai hati melaksanakan perintah Raja terhadap Dewi Pohaci Permaisuri junjungannya. Karena dalam benak Aki Lengser tidak mungkin Sang Dewi Melahirkan Anjing. Dan pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam istana akibat persaingan Dua Permaisuri. Dewi Pohaci pun akhirnya diantarkannya ke desa tempat kelahirannya.  Sesampainya di istana Aki Lengser melaporkan bahwa Dewi Pohaci telah dibunuh. Mendengar laporan tersebut Sang Prabu dan Dewi Pangrenyep Gembira karena tujuan nya telah berhasil Untuk menyingkirkan Dewi Pohaci. Tersebut lah seorang Aki bersama istrinya, yang bernama Aki Balagantrang. yang tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Aki Balagantrang sebenarnya masih krabat Kerajaan Galuh yang sengaja menyingkir dari keramaian. Sudah lama Aki Balagantrang menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini Balagantrang bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki.  Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.setelah beberapa lama tiba-tiba jala yang dilemparkan ke sungai terasa berat dan di tarik dan betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi Bayi beserta telur ayam, bayi tersebut di bawa pulang dan Aki Asuh dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa yang diberi nama Nagawiru Dan Anak angkat ini mereka beri nama Sang Manarah. Suatu ketika Aki Balagrantang mengajak Sang Manarah ke hutan dan tiba-tiba ada suara burung yang melengking nyaring sang Manarah pun bertanya suara apa itu.. Aki Balagrantang pun menjawab itu suara Ciung.Dan dan sang Manarah pun melihat hewan yang melompat kesana kemari di pepohonan dengan lincah dan dijelaskan itu namanya Wanara. Hal tersebut menjadi ilham bagi Aki Balagrantang untuk menyamarkan Sang Manarah dalam pengembaraan kelak. Dan di namailah sang Manarah dengan Nama Ciung Wanara sebagai nama samaran dlm pengembaraan.  Aki Balagantrang pun mempersiapkan sekelompok orang untuk di latih ilmu keprajuritan dan memberikan pelajaran tentang ilmu tata pemerintahan kepada Ciung Wanara. Geger Sunten menjadi basis kekuatan Aki Balagrantang untuk mengembangkan strategi mengembalikan tahta Galuh kepada Sang Manarah kelak. Suatu saat bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Tentang siapa sebenarnya Dia. Terus terang Aki dan Nini Balagantrang menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya yang masih Putra Kerajaan Galuh. Dan di perintah kan untuk menghadap Ke Gunung Padang menemui seorang petapa sakti yang bernama Adjar Sukaresi. Berguru lah kepada Ki Adjar ikuti apa perintah nya karena Petapa tersebut yang kelak akan memberikan petunjuk bagaimana cara masuk ke Kerajaan. Sesampainya di Gunung Padang Ciung Wanara segera menghadap Ki Adjar Sukaresi dan diterima sebagai murid serta di ajarkan beberapa ilmu kesaktian dan tatanegara.  Suatu saat Ciung Wanara diperintahkan untuk bertapa di Gunung Geger Sunten yang tdk jauh dari perkampungan tempat tinggal Aki Balagantrang... dalam pertapaan tersebut Ciung Wanara selalu di goda oleh sosok Naga yang kadang hanya kelihatan Kepala dan sesekali kelihatan ekornya aja. (kelak dr peristiwa itu terinspirasi pembuatan keris Nogo Siluman oleh Empu Gebang). Setelah pertapaan selesai Ciung Wanara diperintahkan untuk menikah dengan Dewi Kencana Wangi cucu Resi Demunawan penguasa Galunggung. Serta harus pulang ke Geger Sunten. Dan jika suatu saat kerajaan mengadakan sabung Ayam hendaknya ikut serta dan minta taruhan agar dijadikan Putra Mahkota.  Ciung Wanara pun pergi dari Gunung Padang dan menjalankan semua perintah Sang Begawan yang tidak lain adalah Ayahanda nya sendiri.  Suatu hari Ciung Wanara pamit kepada Aki Balagantrang untuk menyabung ayamnya dengan ayam Raja, karena didengarnya Raja gemar menyabung ayam.  Dalam sambung tersebut taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam Raja kalah, Raja harus bersedia mengangkatnya menjadi Putra Mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut . Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa betahun-tahun yang lampau tentang Sang Prabu Permana Di Kusuma serta permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan.  Raja tidak menyadari hal itu karena terpaku dengan pemikiran tentang siapa sebenarnya  Ciung Wanara. tetapi sebaliknya Aki Lengser sangat terkesan akan hal itu. Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra Raja Junjungannya (Prabu Permana Hadi Kusuma)  Setelah persabungan, ayam Baginda Raja kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra Mahkota.  Dalam pesta pengangkatan Putra Mahkota, Raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga.  Selesai pesta pengangkatan putra Mahkota . Pada suatu hari, Ciung Wanara yang telah membuat penjara besi, memanggil ayah dan ibu tirinya (Prabu Barma Wijaya /Tamperan) supaya memeriksa penjara. Baginda dan Dewi Pangrenyep tidak merasa curiga. Keduanya masuk ke dalam penjara. Ciung Wanara segera menguncinya.  Aria Banga sangat marah, ketika mendengar ayah dan ibunya dipenjarakan oleh Ciung Wanara.  Terjadilah perkelahian yang seru antara Ciung Wanara dengan Aria Banga. Tak seorangpun yang mengalah. Perkelahian dilakukan terus menerus siang dan malam. Tiba-tiba, Ciung Wanara dapat menangkap Aria Banga. Kemudian melemparkannya ke seberang sungai Cipamali. Dan insyaflah Aria Banga, bahwa Ciung Wanara bukan lawan yang ringan. Ia mengaku kalah. Sungai Cipamali ditetapkan sebagai batas negara. Sebelah Timur milik Aria Banga dan sebelah Barat milik Ciung Wanara.  Ciung Wanara lalu menendang penjara besi yang berisi raja Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Penjara itu jatuh pada sebuah desa yang sampai sekarang terkenal sebagai desa Kandangwesi (Penjara Besi). Dan Ciung Wanara segera menjemput ibunya Dewi Pohaci Naganingrum juga kakek dan nenek Balangantrang serta istrinya (Dewi Kencana Wangi) Mereka semua hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran. Pada suatu ketika datanglah seorang Empu yang bernama Empu Gebang menghadap Sang Prabu dengan maksud untuk mengabdi... kedatangan Empu diterima Sang Prabu dan sang Prabu memerintahkan sang Empu untuk membuat keris pusaka yang menceritakan tentang lima kebaikan dan lima keutamaan serta Sebilah keris yang mengisahkan perjalanan pertapaannya saat di goda Naga.. dr ketrampilan Sang Empu Tercipta lah dua Bilah keris yang satu Diberinama Sang Pandowo Cinarito dan yang satunya Sang Nogo Siluman yang keduanya di persembahkan pada Sang Prabu. Sang Manarah mencurahkan semuanya untuk kesejahteraan rakyat dan menjaga tali persaudaraan dengan kerajaan lain. Dari perkawinan Sang Manarah (Ciung Wanara) dengan Dewi Kencana Wangi lahir seorang Putri yang bernama Dewi Purbasari dan kelak menikah dengan Sang Manistri (lutung Kasarung)  Sang Manistri yang akhirnya menggantikan Sang Manarah menjadi Raja. Sang Manarah Raja Pakuan selama 40tahun dan akhirnya menjadi Petapa mengikuti jejak sesepuh (lengser Keprabon Madeg Pandito) Hingga saat ini tempat ngahiyang Sang Manarah masih terjaga di situ[disingkat oleh WhatsApp]

radja tv

radio arafah fm kediri

radio islam